BANYUWANGI – Siapa bilang praktik pertambangan, khususnya tambang emas, selalu berimbas negatif pada kelestarian Flora dan Fauna. Buktinya, tambang emas gunung Tumpang Pitu, yang dikelola PT Bumi Suksesindo (PT BSI), justru menjadi habitat satwa langka Elang Jawa.
Padahal, sebelumnya satwa langka bernama latin Nisaetus Bartelsi tersebut tidak pernah terlihat dilokasi setempat.
Pertanyaanya, bagaimana Elang Jawa, bisa tertarik untuk tinggal diarea tambang emas di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur itu?. Ya, semua tak lepas dari komitmen PT BSI dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Memang, selama ini anak Perusahaan PT Merdeka Copper Gold Tbk hanya membuka lahan sesuai kebutuhan operasional. Dan reklamasi segera dilakukan pada lahan yang tidak lagi digunakan. Langkah ini merupakan bagian dari upaya menjaga keseimbangan ekosistem.
Staf pemantauan dari Departemen Lingkungan PT BSI, Setiawan menjlaskan, dari sekitar 350 jenis fauna yang tercatat di area operasi PT BSI di Tujuh Bukit (Tumpang Pitu), salah satu yang paling menonjol adalah satwa langka Elang Jawa.
Bahkan, sebelumnya Elang Jawa tidak pernah terlihat di area operasi PT BSI. Hewan endemik yang sangat langka ini pertama kali terpantau pada tahun 2019. Sejak saat itu, keberadaannya kerap terlihat didahan pohon besar disekitar area Pit B East, terutama pada pagi dan petang hari.
Departemen Lingkungan PT BSI menilai perilaku itu sebagai indikasi kuat bahwa Elang Jawa menjadikan kawasan tersebut sebagai habitatnya.
“Elang Jawa aktif mencari makan pada siang hari. Jadi, jika pada pagi buta dan sore mereka terlihat di suatu lokasi, besar kemungkinan itulah tempat tinggalnya,” ujar Setiawan, Selasa (8/4/2025).
Meskipun belum menemukan sarang, diyakini bahwa area tersebut telah menjadi habitat tetap Elang Jawa. Kehadiran rutin di kawasan operasi tambang emas PT BSI menunjukkan bahwa spesies tersebut merasa aman dan nyaman.
“Kami terus melakukan pemantauan terhadap flora dan fauna di kawasan Tujuh Bukit hingga hari ini,” tambah Setiawan.
Dijabarkan, sejak tahun 2015 atau sebelum beroperasi, PT BSI melalui Departemen Lingkungan telah melakukan Studi Rona Awal (Baseline Study) untuk mendata keanekaragaman hayati di gunung Tumpang Pitu. Dalam pelaksanaannya, perusahaan melibatkan pakar, akademisi dan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), guna memastikan hasil studi yang objektif dan komprehensif.
Pemantauan flora dan fauna dilakukan secara berkala untuk memperbarui data dari studi awal.
“Kegiatan ini akan terus berlangsung hingga perusahaan menyelesaikan seluruh tahap operasionalnya, termasuk pasca tambang,” jelas Setiawan.
Elang Jawa bukan satu-satunya fauna yang hidup nyaman di sekitar area operasi tambang emas PT BSI. Studi keanekaragaman hayati mencatat keberadaan sekitar 350 jenis fauna lain. Termasuk Lutung Jawa, Makaka, Merak Hijau, Rangkong Badak, Babi Hutan, Kijang Muntjac, Kukang Jawa, Kucing Hutan dan Binturong.
Sebagai bagian dari komitmen lingkungan, PT BSI juga membentuk program perlindungan keanekaragaman hayati di area operasi Tujuh Bukit. Program ini disosialisasikan secara berkelanjutan kepada seluruh karyawan dan mitra kerja melalui berbagai media. Misal melalui induksi kerja, rambu-rambu dan poster. Serta melalui aksi nyata, seperti inspeksi lingkungan rutin dan peringatan Hari Lingkungan Hidup setiap tahun.
Selain itu, PT BSI juga menjalankan langkah-langkah preventif, antara lain menetapkan area penyangga (Buffer Zone) untuk konservasi. Menyelamatkan benih dan bibit pohon lokal untuk program reklamasi. Meminimalkan penebangan pohon induk yang memiliki fungsi ekologis. Membatasi pembukaan hutan hanya untuk kepentingan operasional serta melakukan patroli dan pengamanan hutan secara berkala.
“Seluruh program ini merupakan upaya kami untuk memastikan keanekaragaman hayati di Tujuh Bukit tetap terjaga, bahkan setelah tambang berhenti beroperasi,” ujarnya.
Keberadaan ratusan jenis satwa di kawasan tambang emas PT BSI menunjukkan bahwa keseimbangan ekosistem di Tujuh Bukit masih terjaga dengan baik. (Bi)




