Jakarta –Kelangkaan dan kemahalan minyak goreng di masyarakat masih terjadi hingga kini. Meski pemerintah sudah berulangkali mengeluarkan kebijakan, namun tetap mengalami kegagalan mengatasi persoalan minyak goreng ini. Apalagi ditemukan adanya pelanggaran terhadap undang-Undnag (UU yang berimplikais tehadap politik dan hukum.
Atas dasar itu Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR mengusulkan dibentuknya hak angket minyak goreng. ”Soal.minyak goreng ini, kami menemukan adanya pelanggaran terhadap UU yang berimplikasi pada pplitik dan hukum,”kata Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat malam (17/3/2022) di gedung DPR, Jakarta.
Hadir mendampingi Jazuli antara lain Andi Akmal Passluddin, Ecky Awal mucharam, Anis Byarwati dan anggota fraksi lainnya.
Jazuli berharap fraksi-fraksi lainnya di DPR ikut mendukung dan ikut menandatangani hak angket ini. Menurut Jazuli, ini sebagai tanggungjawab partainya terhaspa rakyat. ”Inshaa Allah, usulan ini. Secepatnya kami kiirimkan ke pimpinan DPR,”katanya.
Selain mengusulkan hak angket, Fraksi PKS akan membentui Tim Investigasi kelangkaan dan kemahalan harga minyak goreng guna menyelidiki dan mengurai pernasalahab ini dari mulai hulu hingga hilir.
”Semua persoalan minyak goreng termasuk adanya dugaan siapa yang bermain akan terurai kalau sudah dibentuk hak angket. Persoalan ini harus diungkap secara transparan,,”katanya.
Jazuli mengakui partainya mengamati persoalan minyak goreng sejak awal. ”Sampai pada kesimpulan pemerintah gagal mengatasi gejolak pasokan dan harga minyak goreng yang sudah berlangsung berbulan-bulan dan telah menyengsarakan rakyat luas,”katanya.
Dalam.pernyataan sikapnya yang dibacakan anggota Fraksi PKS Andi Akmal Pasluddin mengatakan permasalahan minyak goreng ini menyangkut kebijakan penting dan strategis yang berdampak luas pada rakyat. Selain itu, Fraksi PKS menemukan indikasi pelanggaran undang-undang yang berimplikasi politik maupun hukum.
Menurut Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini, Fraksi PKS sampai pada kesimpulan pemerintah gagal mengatasi gejolak pasokan dan harga minyak goreng yang sudah berlangsung berbulan-bulan dan telah menyengsarakan rakyat luas.
“Berbulan-bulan rakyat berteriak dimana-mana soal kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng. Sayangnya pemerintah seperti angkat ‘bendera putih’. Menteri Perdagangan jelas mengatakan tidak bisa mengontrol harga minyak goreng akibat ulah mafia. Kebijakan pemerintah mencabut HET justru melambungkan harga minyak goreng tanpa kontrol di pasaran. Ini menunjukkan negara telah gagal,” tandas Jazuli.
Rakyat mengeluh dimana-mana karena minyak goreng langka di pasaran dan harga melambung tinggi hingga 24 ribu lebih dari harga normal 13-14 ribu. Belakangan setelah pemerintah memutuskan untuk mencabut HET, minyak goreng mulai muncul di pasar tapi harga makin melambung tinggi.
”Hal ini menguatkan dugaan bahwa minyak goreng ditimbun oleh mafia menunggu momentum harga yang tidak dikontrol pemerintah. Janji pemerintah menjamin stok minyak goreng subsidi di pasaran pun tidak terbukti,”katanya.
Fraksi PKS melihat indikasi pelanggaran sejumlah undang-undang dalam kisruh minyak goreng ini dan meminta pertanggung jawaban pemerintah baik secara politik maupun hukum.
Atas dasar itu, pilihan penggunaan hak angket dirasa paling tepat. Merujuk ketentuan Pasal 79 Ayat (3) UU Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MD3 Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
“Kajian internal Fraksi PKS menemukan pelanggaran undang-undang atas kisruh minyak goreng, antara lain pelanggaran atas sejumlah pasal dalam UU Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,” terang Jazuli.
Dalam UU Perdagangan Pasal 93 huruf e tegas dinyatakan tugas Pemerintah di bidang Perdagangan mencakup mengendalikan ketersediaan, stabilisasi harga, dan distribusi barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting.
Pemerintah, kata Jazuli, tidak boleh lari dari tanggung jawab tersebut. Apalagi sejumlah pasal lain dalam UU yang sama menegaskan larangan dan pidana bagi pelaku usaha untuk menyimpang barang kebutuhan pokok di saat terjadi kelangkaan barang dan gejolak harga. Termasuk larangan dan pidana manipulasi data dan/atau informasi persediaan barang kebuttuhan pokok (Pasal 107 dan 108).
Demikian juga dalam UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat banyak indikasi pelanggaran terkait kongkalikong persaingan dan perjanjian usaha tidak sehat yang faktanya tidak bisa diatasi oleh pemerintah yang menyebabkan kelangkaan dan kemahalan minyak goreng. Juga amanat UU Perlindungan Konsumen tentang kewajiban pemerintah untuk membuat regulasi dan kebijakan yang adil dan melindungi hak-hak konsumen.
(ar)