Gegara Musim Hujan Datang, Petani Pada Wilayah Terendah Lamongan Menjadi H2C

  • Whatsapp

LAMONGAN, beritalima.com | Sesuai prediksi BMKG, musim penghujan benar-benar telah dimulai pada pertengahan bulan September ini. Berbagai wilayah pun telah mengalami hujan, termasuk pada wilayah-wilayah yang menjadi lumbung pangan pertanian seperti Lamongan. Hujan memang berkah, namun di satu sisi lain, harus diantisipasi bagi para petani yang sedang proses cocok tanam.

Seperti halnya petani padi kawasan Bengawan Jero (Desa Bojoasri, Desa Waruk, Desa Gambuhan, dan sekitarnya), Lamongan, Jawa Timur, yang kini menjadi H2C (Harap Harap Cemas). Pasalnya, daerah mereka bagian dari titik terendah Kabupaten Lamomgan.

“Saat ini cuaca sudah mulai masuk musim penghujan. Bahkan sudah seminggu ini hujan turun di Lamongan,” terang salah seorang petani millenial, Mahmud saat diwawancarai di tengah area persawahan miliknya.

“Hujan memang berkah. Namun bagi kami yang langganan banjir selama ini, menjadi harap-harap cemas. Karena usia padi kami sudah 40 hari dan tidak sampai 2 bulan akan panen mengingat masa panen padi adalah 90 hari. Sedangkan kalau disini banjir dan dapat kiriman dari aliran sungai Bengawan Jero, dipastikan banjir ini sangat lambat surutnya, bahkan berbulan-bulan.”

Wajar tentunya, jika kemudian petani di wilayah tersebut khawatir terjadi gagal panen. Dengan begitu, mereka pun berharap ada upaya normalisasi sungai Bengawan Jero dari pemerintah.

“Kami berharap dengan adanya normalisasi, terjadi antisipasi banjir akibat pendangkalan sungai Bengawan Jero. Sekarang intensitas hujan belum mencapai puncak. Jika semakin tinggi dan memuncak, maka gagal panen tidak bisa kami elakkan,” pungkasnya yang mewakili Komunitas Petani Padi Bengawan Jero.

Secara terpisah, ketua Perempuan Tani (Pertani) HKTI Jawa Timur, yaitu ning Lia Istifhama, yang pernah melakukan dampingan petani di Desa Bojoasri, menjelaskan bahwa petani Bojoasri (dan sekitarnya) merupakan potret kuatnya ruh perjuangan dalam bertani.

“Saya beberapa kali mendengar kisah mereka. Bahwa sawah mereka ini hanya bisa dilakukan satu kali untuk masa tanam padi karena digunakan secara bergantian sebagai area tambak. Hal ini disebabkan jika banjir datang, makan waktu hingga 7 bulan sehingga hanya bisa produksi padi untuk 1 kali masa tanam. Padahal, menjalankan tanam padi pada wilayah bekas tambak perjuangannya beda banget dengan wilayah yang hanya digunakan untuk tanam padi.”

Ning Lia pun tak ragu menyebutkan bahwa petani di wilayah tersebut memiliki kecerdasan dalam berstrategi pertanian. Namun, tentunya tidak bisa sebatas strategi saja mengingat kelangsungan mereka bercocok tanam di wilayah potensi terdampak banjir, juga harus ditunjang support dari pihak lain. (red)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait