JAKARTA, Beritalima.com– Perjuangan perempuan menjadi pemain utama dalam kancah politik nasional mengalami jalan terjal dan berliku. Hambatan muncul baik dari secara kultural maupun struktural.
Hal itu dikatakan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas, senator Daerah Pemilihan (Dapil) Provinsi Yogjakarta di Jakarta, Rabu (15/8). Isteri Sri Sultan Hamengkubuwono X itu merupakan salah satu penerima tanda kehormatan Bintang Mahaputera Utama dari pemerintah dalam rangka HUT Kemerdekaan RI ke-73.
Tanda kehormatan tersebut, ungkap GKR Hemas, merupakan bentuk pengakuan dan apresiasi negara kepada perempuan dalam memperjuangkan hak mereka khususnya di bidang politik.
“Kehidupan masyarakat disebut demokratis jika dalam penerapannya menghargai Hak Azazi Manusia (HAM) secara adil dan setara, memajukan HAM, menghargai perbedaan, termasuk pengakuan peran perempuan yang terpinggirkan akibat dari peran-peran yang diterjemahkan secara sosial dan budaya, hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam ranah-ranah produktif, reproduktif, dan politik.”
Dikatakan, partisipasi politik perempuan adalah salah satu prasyarat terlaksananya demokrasi. Sejak reformasi, terbuka peluang gerakan perempuan memperkuat upaya pengarusutamaan gender di lembaga formal dan non formal.
Sejatinya, kata RKG Hemas, persamaan kedudukan antara perempuan dan laki-laki di Indonesia telah dijamin UUD 1945 Pasal 27, yakni: Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Dalam hal perlakuan khusus merupakan amanat dan mandat konstitusional. Ini tercantum dalam UUD 1945 Pasal 28H ayat (2). Pasal 28H ayat (2) yang menyebutkan:
setiap orang berhak mendapat, kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
Perlakuan khusus yang dijamin konstitusi yaitu untuk mendapatkan kemudahan dan untuk memperoleh kesempatan sama adalah dalam rangka mencapai persamaan dan keadilan berlaku bagi setiap warga negara yang telah mengalami diskriminasi sehingga hal itu dapat mempercepat kesetaraan “de facto” laki-laki dan perempuan. Atas dasar itu para pembentuk UU membuat peraturan khusus karena itu tidak melanggar UUD 1945.
Suatu kebijakan, baik legislasi, anggaran maupun kebijakan lain akan berpihak pada perempuan, jika ada keterlibatan para perempuan karena para perempuan lah yang lebih memahami keperluan subyektifnya yang akan berdampak langsung maupun tidak langsung pada peningkatan kesejahteraan perempuan.
Sebagai bangsa yang menghargai perbedaan harus menunjukan komitmen bersama secara konkrit dan terukur dalam memperkuat eksekutif, yudikatif, legislatif serta lembaga terkait HAM dan perempuan dalam menyediakan, mereformasi kebijakan dan perundang-undangan untuk pencegahan maupun perlindungan terhadap perempuan.
Salah satu bentuk nyata dari kebijakan itu adalah pengalokasian anggaran pada setiap instansi di tingkat daerah dan juga institusionalisasi pemberdayaan perempuan pada seluruh badan pemerintahan.
Dari hal itu diharapkan perpektif gender dapat mewarnai keseluruhan sistem badan-badan pemerintahan untuk lebih sensitif terhadap isu gender. Hal ini penting karena pembangunan perempuan adalah bagian integral dari pembangunan sebuah bangsa.
Bahkan, pembangunan perempuan juga menjadi syarat mutlak pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan nasional harus mulai sangat serius memperhatikan perlindungan terhadap hak perempuan serta pemberdayaan perempuan dalam upaya mengaktualisasikan peran perempuan di ranah publik.
Jika apa yang dicita-citakan RA Kartini dulu tentang kesetaraan dan kemajuan kaum perempuan dapat terpenuhi saat ini, dan di masa-masa mendatang, bangsa Indonesia memiliki masa depan yang cemerlang. Kaum perempuan adalah agen penentu masa depan bangsa. Tidak saja akan lahir generasi-generasi unggul, tetapi di tangan perempuan juga pembangunan nasional dapat digerakkan.
“Pesan saya kepada kaum perempuan. Politik itu memang kekuasaan, tetapi ambilah kekuasaan itu secara etis dan selalu ditujukan untuk kemaslahatan rakyat banyak. Tingkatkan terus kapasitas, kompetensi, dan jejaring untuk membuktikan bahwa perempuan itu mampu memajukan bangsa dan negara.”
Apapun yang terjadi tidak ada alasan bagi perempuan untuk putus asa. Masih terbuka kesempatan bagi perempuan untuk mengoptimalkan keterlibatannya dalam pemerintahan dan pembangunan. (akhir)