Go Tjong Ping Sebut, Tebu Brazilia Bagus Dibudidayakan di Indonesia

  • Whatsapp

SURABAYA, beritalima.com|

Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai rasa manis, baik itu berbentuk makanan ataupun minuman. Karena itu, kebutuhan akan konsumsi gula sangat tinggi. Wajar saja jika kemudian pemerintah melakukan impor besar-besaran, dan dampaknya, tentu petani tebu mengalami kerugian yang sangat besar. Terlebih jika kemudian impor gula dilakukan disaat panen raya, sehingga harga tebu anjlok.

Untuk menyiasati ketergantungan gula terhadap negara lain, Pemerintah memiliki program budidaya tebu. Bahkan, rencana tersebut segera direalisasikan

sesuai instruksi Presiden, karena Indonesia nanti sampai tahun 2024 itu presiden menetapkan

swasembada gula.

“Makanya mulai tahun 2022 ini dan seterusnya itu dipercepat menanam tebu. Kita tahun ini ada perluasan untuk membudidayakan tebu dengan lahan 500.000 hektar yang tersebar di Blitar, Lumajang, Bondowoso, Situbondo dan Probolinggo. Ada lima daerah, selain perluasan itu, kita juga merevitalisasikan mesin-mesin pabrik gula,” terang Kepala Dinas Perkebunan provinsi Jawa Timur Heru Suseno.

Anggota DPRD provinsi Jatim Go Tjong Ping mengapresiasi program swasembada gula yang dicanangkan oleh presiden tersebut. Bahkan pihaknya mengusulkan untuk membudidayakan tebu dari Brazilia.

“Saya sangat setuju, karena sekarang tebu itu ada bibit yang dari luar negeri atau dari Brazil yang memiliki kualitas sangat bagus. Tingginya itu bisa 4 sampai 5 meter. Produksinya itu bisa 100 sampai 150 ton satu hektarnya. Dengan demikian para petani tebu ini bisa untung,” ungkap Ping, panggilan akrab Go Tjong Ping.

Ping mengakui bahwa selama ini gula itu impor terus, kurang lebih 2,5 juta ton. Nah ini diimbangi dengan kenaikan penduduk Indonesia yang terus meningkat, sedangkan tebu lahannya tidak tambah-tambah.

“Masyarakat Indonesia ini kan suka rasa yang manis, semua makanan dan minuman rasanya manis. Jadi harapan saya pertama kali adalah bibitnya itu segera ambil bibit dari Brazilia. Ini harus dibudidayakan sehingga dengan lahan yang sama pun peningkatannya sudah 50% dari biasanya. Dengan demikian kebutuhan gula ini bisa paling tidak mengurangi impor dari 2,5 juta ton itu,” sambung politisi PDIP ini.

Anggota komisi B DPRD provinsi Jatim ini menambahkan, gula luar negeri itu harganya lebih murah. Karena kita kalah teknologi mesin pemanen tebu dan juga mesin pabrik gulanya. Di luar negeri memanen tebu tidak menggunakan tenaga manusia, tapi menggunakan mesin sehingga bisa menekan biaya produksi.

“Di Indonesia semua menggunakan tenaga manusia, ongkos mereka sangat tinggi. Sementara di luar negeri semua menggunakan tenaga mesin, disamping cepat, cost nya juga kecil, dan higienis. Yang kedua adalah masalah mesin-mesin itu. Kemampuan mesinnya bisa 15% sementara di sini hanya 8 9%, itu pengaruhnya besar sekali. Karena mesin disana lebih canggih, makanya gula luar negeri itu banyak masuk Indonesia karena

harganya jauh lebih murah dibandingkan harga disini, warnanya juga lebih cerah, sedangkan gula asli Indonesia warnanya kecoklatan,” lanjutnya.

Menurut Ping, jika pemerintah membantu petani dengan bibit yang dari Brazilia, maka petani akan diuntungkan. Kalau menanam tebu itu menguntungkan, pasti banyak petani yang beralih menjadi petani tebu. Disamping itu, pemerintah juga harus menganggarkan dana untuk revitalisasinya mesin-mesin penggilingan tebu.

“Kalau semua yang saya usulkan ini mendapat tanggapan positif dari pemerintah, saya yakin impor gula bisa dikurangi. Mungkin juga program presiden untuk swasembada gula bisa terealisasi,” pungkasnya.(Yul)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait