Goverment Spending atau belanja pemerintah harus mampu menjaga konsumsi dan daya beli dari masyarakat Jatim.
Demikian disampaikan Gubernur Jawa Timur Dr. H. Soekarwo pada saat memimpin Rapat Koordinasi tentang pembangunan Jatim dengan Dewan Riset Daerah di Bappeda, Selasa (13/9).
Ia mengatakan, bahwa salah satu cara yang sudah dilakukan oleh Pemprov Jatim adalah pemihakan terhadap UMKM yakni dengan pemberian bunga murah dan kemudahan akses permodalan. “Jadi APBD harus diarahkan sebagai fungsi Stimulus,” ungkapnya.
Ia mengatakan, goverment spending sebagai fungsi stimulus harus berpihak dan melindungi kepada masyarakat di tengah kondisi krisis yang melanda. Lebih lanjut, Pakde Karwo menuturkan bahwa strategi atau langkah dalam menjaga konsumsi masyarakat dengan cara menjaga pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi hingga memperkuat perdagangan dalam negeri.
Pemprov Jatim, telah merubah konsep belanja yang semula melalui hibah atau grand dari SKPD kini diubah menjadi skema loan agrement. Skema ini, bertujuan untuk memberikan pinjaman kepada perbankan (Bank Jatim) yang bertindak sebagai penjamin untuk kemudian disalurkan kepada UMKM.
Pakde Karwo menjelaskan, konsumsi masyarakat masih mendominasi pertumbuhan PDRB dari sisi pengeluaran. Hal ini sangat penting agar terus dijaga karena kondisi ekonomi negara-negara tujuan ekspor mengalami penurunan.
Saat ini, isue ekonomi global sangatlah besar. Salah satu isue ekonomi yang menjadi perhatian adalah brexit, karena Inggris keluar dari Uni Eropa langkah tersebut berdampak pada The Fed menaikkan suku bunga sekali lagi. Ditambah isue komoditi harga minyak mengalami kenaikan, harga komoditi argiculture mengalami kenaikan termasuk komoditi metal (baja).
Selain itu, kondisi perekonomian negara tujuan ekspor Jatim seperti China, AS, India, Jepang, Korea, Jerman, Belanda dan Inggris mengalami pelambatan. Secara khusus, China juga mengalami penurunan share ekspor dan impor terhadap PDBnya.
Kondisi ekonomi makro Jatim, sampai dengan semester I tahun 2016, tumbuh 5.5 persen diatas nasional yang hanya mencapai 5.04. PDRB Jatim s/d semester I tercatat, Rp. 903.01 trilliun, ini berkontribusi 14.98 persen terhadap PDB Nasional sebesar Rp. 6.028,60 Trilliun.
Di bidang investasi, sampai dengan semester I, didominasi oleh investasi PMDN baik fasilitas maupun non fasilitas yang nilainya mencapai Rp. 58.98 trilliun. Sedangkan, untuk investasi PMA realisasi sampai dengan semester I, tercatat Rp. 12,64 trilliun. “Secara khusus, investasi PMA dari ijin prinsip tahun 2010-2015 belum terealisasi sebesar Rp. 273 trilliun. Hal ini sangat penting untuk diketahui penyebabnya,” ungkap Soekarwo.
Kinerja perdagangan di Jatim sampai dengan semester I tahun 2016 sebagian besar disumbang oleh perdagangan dalam negeri yang nilainya mencapai lebih dari Rp. 469 trilliun. Sementara itu, perdagangan luar negeri Jatim mengalami defisit Rp. 6,827 trilliun. Namun, secara total perdagangan Jatim surplus Rp. 43.977 trilliun. “Jatim menjadi “Hub” bagi perdagangan di Indonesia Bagian Timur. Jadi center gravity dari perdagangan. Bahkan, di Batam Jatim menjadi Base dengan Vietnam,” tegasnya.
Secara umum, petumbuhan ekonomi Jatim pada triwulan II terakselerasi tumbuh 5.5 persen. Dari sisi permintaan, akselerasi di dorong oleh peningkatkan konsumsi swasta dan pemerintah serta akselerasi ekspor yang signifikan. “Akselerasi konsumsi swasta dan sektor perdagangan di dorong oleh perayaan hari besar keagamaan dan pencairan Gaji 13 dan 14 Pegawai Negeri Sipil. Selain meningkatkan pendapatan juga mendorong realisasi anggaran pemerintah,” imbuhnya.
Ia menambahkan, akselerasi ekspor Jatim didorong oleh adanya peningkatan ekspor ke Swiss dan AS. Secara sektoral, pertanian terakselerasi, akibat adanya pergeseran musim tanam di tahun 2015.
Secara kualitas, pertumbuhan ekonomi Jatim cukup baik. Kondisi tersebut disebabkan faktor inflasi administered price relatif dapat dikendalikan. Inflasi yang rendah menguntungkan orang miskin, sedangan inflasi yang tinggi sangat membebani orang miskin. “Secara umum Inflasi pemerintah pusat baik karena harga minyak rendah. Di Jatim harga inflasi bagus karena adanya pemberian ongkos angkut barang dan jasa dari D4 ke konsumen,” tegasnya.
Struktur PDRB Jatim masih di dominasi oleh sektor industri pengolahan. Sektor ini mendominasi perekonomian Jatim dengan share 29.18 persen terhadap PDRB Jatim diikuti oleh sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan motor yang berkontribusi 17.86 persen. Sedangkan, sektor pertanian, hanya berkontribusi sebesar 14.22 persen. Produktivitas terendah terjadi di sektor pertanian. Maka di sektor ini perlu adanya transformasi ke industri primer untuk penciptaan nilai tambah.
Diprediksikan, pertumbuhan ekonomi s/d akhir 2016 dapat tumbuh 5.7-6.1 persen. Jumlah ini disebabkan adanya kebijakan tax amnesti, apresiasi nilai tukar rupiah dan kebijakan pelonggaran sektor moneter serta penurunan suku bungga menjadi single digit.
Sementaa itu, Ketua Dewan Riset Daerah (DRD) Jatim Prof. Hotman Siahaan menjelaskan, bahwa kondisi krisis yang melanda dunia dan Indonesia menyebabkan kepanikan banyak pihak. Tak terkecuali oleh pengusaha-pengusaha yang terkena imbasnya langsung dari keadaan krisis tersebut. “Maka, negara harus memproteksi segala kebijakan yang masuk dari luar negeri agar masyarakat miskin tidak terlalu terkena imbas yang begitu besar. Dibutuhkan profesional dari birokrasi yang kuat serta kreatifitas birokrat guna mengantisipasi keadaan krisis ini,” tegasnya.
Kata Prof. Hotman DRD akan segera merespon paparan dari Pakde Karwo terkait pembangunan Jatim ke depan harus segera. “Kami akan harus merespon secepatnya disertai dengan kajian – kajian. Kami beserta anggota juga akan memberikan rekomendasi kepada gubernur dengan mengumpulkan laporan-laporan dan informasi terkait kebijakan yang akan dilakukan gubernur,” pungkasnya. (**).