JAKARTA, beritalima.com – Gubernur Jawa Timur Dr. H. Soekarwo menghadiri Pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2017 di Istana Negara Jakarta, Kamis (14/9). Tema rakernas adalah “Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Keuangan Negara Untuk Indonesia Sejahtera”.
Penyelenggaraan rakernas antara lain dimaksudkan untuk menumbuh-kembangkan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara oleh para pemangku kepentingan, seperti kementerian, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
Pengelolaan Keuangan Berorientasi Pada Hasil
Dalam sambutan pembukaan, Presiden RI Joko Widodo menegaskan pengelolaan keuangan negara bukan urusan teknis atau prosedural, tetapi lebih pada orientasi hasil, terutama hasil yang berkualitas. “Terbukti walau diberi pagar tinggi, berkali-kali ada yang melompat,” ujar Presiden.
Dicontohkan, apabila dalam PMK 173/2017 terdapat sampai dengan 44 laporan, maka dipastikan terdapat aturan-aturan turunannya oleh pemerintah daerah sehinga bisa menjadi 120. “Saya tidak mau lagi terjadi seperti itu lagi, pertanggungjawaban yang ruwet. Buat surat pertanggungjawaban atau SPJ yang sederhana, sehingga tidak terjebak dalam pembuatan laporan-laporan saja,” ujarnnya sambil menegaskan yang penting hasil jelas, bisa dicheck dan dikontrol.
Ia menambahkan hal tsb atas dasar pengalamannya saat menjadi walikota dan gubernur. Dipikirnya seorang kepala sekolah lembur untuk menyiapkan KBN, untuk persiapan hari berikutnya. Ternyata, kasek tadi s.d. malam menyiapkan SJP yang ruwet tadi. Menurut Presiden, ia juga memperoleh keluhan sama dari penyuluh yang harus disibukkan mengerjakan SPJ-SPJ tadi.
“Yang membuat pusing pembangunan embung, bukan konstruksinya tetapi SPJ-nya. Untuk itu SPJ/agar dibuat sederhana,” ujarnya mengulangi, didepan peserta pembukaan rakornas yang a.l. dihadiri para menteri kabinet gerja, gubernur, dan bupati/walikota.
Dalam kesempatan sama, Presiden juga menegaskan hasil penilaian keuangan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK bukan sebagai tujuan akhir, tetapi sebagai bentuk akuntabilitas kinerja keuangan, dengan hasil sebagai tujuannnya.
Simplifikasi Aturan
Sebelumnya, dalam laporannya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan simplifikasi SPJ bantuan keuangan pemerintah. Dengan pemanfaatan teknologi informasi, SPJ tinggal menjadi dua buah. “Memang simplifikasi tadi belum menyentuh seluruh aturan SPJ. Kami siap membantu melakukan simplifikasi SPJ pemda,” ujarnya.
Terkait akuntabilitas kinerja keuangan negara, dijelaskannya pengelolaan semakin membaik dari waktu ke waktu. Misalnya, s.d. Agus 2017, di jajaran Pusat yang terdiri dari 88 entitas, WTP telah diraih 73 lembaga atau 84%. Jajaran pemprov sebanyak 34 entitas, yang memperoleh WTP sebanyak 31 pemprov atau 91%. Hal sama juga untuk kab/kota. Dari sebanyak 415 kabupaten, yang memperoleh WTP sebanyak 272 kab atau capaian 66%. Sedangkan dari sebanyak 93 kota, 72 diantaranya telah memperoleh WTP.
Capaian tsb, menurut Menkeu Sri Mulyani, semakin menambah kepercayaan investor baik luar negeri maupun dalam negeri untuk berinvestasi ke Indonesia. Ia mengakui WTP tidak berarti bebas korupsi dan ancaman tsb masih ada. “Perilaku tsb, termasuk OTT, menciderai pemerintah. Pengawasan masyarakat dibutuhkan untuk tata kelola pemerintahan yang baik,” ujarnya. (rr)