SURABAYA, beritalima.com – Gubernur Jawa Timur Dr. H. Soekarwo melaunching peletakan batu pertama Monumen Perjuangan TRIP sebagai wujud proses dari Harmoni Budaya Jawa-Sunda yang bertempat di Halaman Depan Bukit Yani Golf Surabaya, Minggu (3/2).
Dalam sambutannya, Gubernur Jatim yang sering disapa Pakde Karwo itu menyampaikan, peletakan batu pertama dari Monumen Perjuangan TRIP tersebut merupakan bagian dari Rekonsiliasi Budaya Jawa dengan Sunda yang ditandai melalui perubahan sebagian nama Jalan Gunungsari menjadi Jalan Prabu Siliwangi dan sebagian Jalan Dinoyo menjadi Jalan Sunda.
Menurutnya, harmonisasi budaya ini sangat penting untuk menyelesaikan konflik Jawa-Sunda pada masa lampau. Sekat budaya yang terjadi antara Jawa-Sunda bisa mencair di tengah masyarakat.
Ia menambahkan, harmoni budaya tersebut merupakan bentuk simbolik dari proses sejarah yang dimulai berdasarkan saran tokoh masyarakat. Pembuatan Monumen Mastrip ini belum sebanding dengan perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan oleh pejuang bangsa.
“Inilah yang dapat kita sumbangkan sebagai generasi pengisi kemerdekaan. Ini adalah rangkaian yang tidak terpisahkan dan jadi bagian kecil dari bentuk pengakuan dari perjuangan yang besar,” ungkapnya.
Sebagai generasi penerus perjuangan kemerdekaan, Pakde Karwo sangat menghayati pesan Presiden Republik Indonesia pertama, Bung Karno yang menyebut ‘Jas Merah’ atau Jangan Melupakan Sejarah.
“Sejarah adalah proses masa lalu menuju masa kini. Akan tetapi, masa kini tidak akan terbentuk jika tidak ada proses sejarah di masa lalu. Sedangkan, masa depan adalah bagian dalam proses berkelanjutan atau sustainable. Saya kira, sebagai sebuah bangsa dan negara, kita harus menghayati pesan Bung Karno akan Jas Merah nya,” terangnya.
Oleh karena itu, Pakde Karwo mengapresiasi terbangunnya monumen perjuangan/Tugu Mastrip Surabaya. Dengan harmoni budaya seperti ini akan menjadikan Jawa-Sunda bisa bersatu dan memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti yang dicita-citakan para pendiri bangsa.
Dalam laporannya, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur Dr. Heru Tjahjono mengatakan, hubungan Jawa dengan Sunda diwarnai adanya ‘Pacaduan’ atau ‘Pamali’. Kondisi tersebut sebagai dampak konflik yang telah terjadi ratusan tahun lewat Perang Pasunda Bubat yang terjadi 661 tahun lalu. Intensitas kedua konflik tersebut hingga sekarang masih sangat terasa dampaknya. “Bahkan, sejarawan ada yang menyebut sebagai dendam sejarah,” ujarnya.
Dihadapan undangan yang hadir terdiri dari veteran pejuang kemerdekaan mas trip, tokoh masyarakat Gunungsari dan Dinoyo DPRD Provinsi dan Kota Surabaya, Sekdaprov menyebut, peletakan batu pertama pembangunan Monumen Perjuangan Trip yang disebut Monumen Nyala Gunungsari ini akan diletakkan di depan Lapangan Yani golf. Hal ini sebagai bentuk penghargaan perjuangan para pahlawan kemerdekaan.
Perubahan Jalan Gunungsari menjadi Jalan Prabu Siliwangi sepanjang 500 meter di mulai dari traffic light pertigaan bumi marinir hingga pintu tol. Perubahan itu sesuai dengan kesepakatan Paguyuban Mastrip Jatim dan Pemprov Jatim. Sedangkan, untuk jalan dinoyo menjadi Jalan Sunda sepanjang 300 meter ditandai dengan adanya kesepakatan dengan jumlah warga sebanyak 44 kepala keluarga.
Perwakilan tokoh masyarakat, Suryuhadi mengkisahkan, pada saat ditunjuk menjadi Lembaga Permberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) telah berkoordinasi dengan pihak RT/RW dari seluruh Kelurahan Keputran untuk merapatkan barisan.
Dari koordinasi itu, diperoleh kesepakatan bersama bahwa Jalan Dinoyo sebagian dapat diganti dengan Jalan Sunda. Semua warga, saat itu menyetujui lewat aklamasi serta tanda tangan kesediaan.
“Pergantian nama jalan ini ditanda tangani oleh seluruh warga yang terdampak dan RT/RW seluruh Kelurahan Keputran. Jadi, dokumen publik dari warga bersama saat ini sudah komplit. Dan telah disetorkan kepada Ketua RW V kepada DPRD Tingkat II dan juga diserahkan kepada Bu Walikota Surabaya. Jadi bisa digaris bawahi, bahwa semua warga Dinoyo menyetujui perubahan menjadi Jalan Sunda,” tegasnya. (rr).