PADANG, beritalima.com — Sumatera Barat memiliki banyak seniman, budayawan dan koreografer berskala nasional, bahkan internasional. Salah satunya koreogeafer internasional Eri Mefri, yang ikut serta meramaikan meriahnya peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2018 dengan menampilkan seni tarian kolosal Penyangek Siso Api – Si Malin Kundang.
Hal ini disampaikan Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno, saat membuka penampilan tari kolosal Pinyangek Siso Api yang mengambil tema Si Malin Kundang, di Pantai Muaro Lasak, Padang, Selasa (6/2/2018) sore.
Hadir dalam kesempatan itu para tamu HPN 2018, Forkopimda, Tokoh Pers Nasional, Budayawan Sumatera Barat, beberapa kepala OPD dilingkungan Pemprov Sumbar serta masyarakat yang Kota Padang yang memadati Muaro Lasak.
Lebih lanjut Gubernur Irwan Prayitno menyampaikan, kisah legenda Malin Kundang merupakan sesuatu kisah nasehat bagaimana seorang anak tidak boleh durhaka kepada orang tuanya disini kepada ibunya.
Malin Kundang sosok orang miskin dan merasa terhina di kampung halaman, pergi merantau mengadu nasib peruntungan di rantau orang.
Ada pepatah minang, ” Karantau madang di hulu, Babuah babungo balun, Marantau bujang dahulu, Di rumah paguno balun”. Si anak bujang yang dianggap belum berguna, disuruh merantau, mencari ilmu, harta dan pangkat.
Kelak kalau sudah di dapat barulah berguna, bersama doa dan kerelaan mandeh (ibunya) pergi merantau merobah nasib. Malin terusir merantau menghindari cercaan sebagai “pinyangek siso api”, pergi merantau yang jauh, ungkap Irwan Prayitno.
Gubernur Irwan Prayitno merasa, ada sesuatu yang tidak masuk akal dari cerita legenda ini, dimana orang minang itu jatidirinya bukan anak durhaka kepada ibunya.
Apakah benar orang Minangkabau itu berprilaku durhaka? Muncul pertanyaan yang kadang mengelitik kita.
Karena seperti yang diketahui orang minangkabau itu memakai garis keturunan ibu (matrilinial). Betapa6 orang minang itu amat menyayangi ibunya.
Untuk itu kepada Dinas Kebudayaan agar melakukan kajian dan penelitian khusus ini dalam meretas nilai-nilai cerita malin kundang ini secara baik.
Apakah legenda Malin Kundang sebagai cerita nasehat bohong belaka untuk mendidik anak-anak kita tidak boleh durhaka pada ibunya?
“Tolong ini lebih kaji secara nilai-nilai budaya dan karakter masyarakat minang yang sebenarnya melalui para ahli sejarah dan kebudayaan, apa benar orang minangkabau itu durhaka kepada ibunya?,” pinta sang gubernur.
Pehobi gebuk drum ini juga, menyatakan, banyak cara orang membuat kisah-kisah legenda dan cerita unik agar membuat daerahnya menjadi magnet kunjungan wisatawan, walau cerita itu tidak benar.
Orang minang membudayakan prilaku perantau bertujuan untuk membangkit batang tarandam. Cerita seni yang indah dan menghanyutkan dapat meluruskan Malin Kundang bukan sosok yang durhaka, melainkan sosok yang sangat menyayangi ibunya.
Tidak ada orang minangkabau yang durhaka. Mudah-mudahan tampilan tarian kolosal ini menjadi hiburan dan hikmah dalam menjadi pribadi masyarakat minangakabau yang baik, tegas Irwan Prayitno diantara sunset sore Pantai Pandang.
(rel/ede)