Gugatan Agustim Susamto, seorang Warga Desa Buntar, Kecamatan Mojogedang Karanganyar, yang di ketahui juga menjadi anggota BPD desa setempat, menjadi perhatian publik, khususnya Masyarakat Kabupaten Karanganyar, karena gugatan Bernomor regrestrasi 021/SI/VI/2019 yg disidangkan oleh Majelis Komisioner Informasi Jawa Tengan ini, memutuskan bahwa Seluruh Gugatan diterima. Padahal isi posita serta Petitum dari Gugatan tersebut adalah Permohonan pengabulan terhadap informasi dokumen negara yg ” selalu disembunyikan” oleh pihak2 yg diduga ” akan berbuat tidak bener” karena menjadi dokumdn yg memiliki potensi besar utk dimanipulasi.
Dalam Amarnya, Majelis komisioner Informasi Jawa Tengah memutusksn bahwa Informasi mengenai salinan Nota belanja dan atau kuitansi dari laporan pertanggung jawaban realisasi pelaksanaan APBD TA 2017 dan TA 2018Desa Buntar Kec. Mojogedang Kab KRA merupakan dokumen kategori terbuka yg wajib tersedia setiap saat., tapi Keputusan Komisi Informasi berregestrasi 020/PTS-A/X/2019 tersebut diajukan permohonan Nota keberatam oleh Kuasa Termohon, Kades Buntar, kec. Mojogedang melalui kuasa hukum perbantuan Pemerintah daerah KRA.
Dalam kesempatan di wawancarai oleh Wartawan melalui telp selulernya ( Harian kota edisi 29/10) , kabag hukum Pemkab Menyatakan alasan pengajuan nota keberatan melalui yudex facti PTUN Jawa Tengah di Semarang adalah bahwa warga Buntar yang mengajukan Dokumen Informasi tersebut, tidak memiliki legal standing ( tidak berhak ) meminta nota belanja dr LKP realisasi pelaksaan APBDes TA 2017 dan TA 2018 Desa Buntar Mojogedang. Ironisnya, bhw pejabat hukum yg juga menjadi tim kuasa Hukum dari Termohon Gugatan Informasi ini, menyimpulkan bhw masalah ini bukan masalah antara masyarakat dan Pemda KRA tapi hny masyalah warga dengan Kepala Desa ( Pemerintahan desa).
Peneliti dari statemen pejabat Hukum Pemkab KRA, Penulis dalam hal ini juga memiliki hak Mengeluarkan Legal Opini terhadap kasus masyarakat tersebut berpendapat, bhw alasan Kuasa Termohon Cq Pejabat Hukum Pemkab KRA yg menyatakan bhw kss terurai diatas bukan masalah antara Pemda dan Masyarakat dan statrmem tersebut teranalogi bahwa Pemerintahan Desa Bukan bagian Dari Pemerintah daerah adalah Keliru, sbb dalam penjelasan Undang-Undang Desa yang baru (UU No. 6 Tahun 2014), diartikan bahwa:
“Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 1).
Kedudukan Desa tercermin dalam Pasal 2 dan Pasal 5 undang-undang tersebut, sebagai berikut:
“Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika”.
“Desa berkedudukan di wilayah Kabupaten/Kota” (Pasal 5).
Ketentuan di atas menegaskan kedudukan Desa sebagai bagian dari Pemerintahan Daerah. Hal ini pula yang menjadikan Peraturan Desa atas dasar Ketetapan MPR No. III/MPR/ 2000 (vide Pasal 3 ayat (7) huruf c) dan UU No. 10 Tahun 2004 (vide Pasal 7 ayat (2) huruf c) sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan sebagai bagian dari peraturan daerah.
Walaupun demikian, dalam perkembangan selanjutnya, Peraturan Desa tidak dikategorikan sebagai peraturan daerah berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, walaupun undang-undang tersebut mengakui keberadaan “peraturan yang ditetapkan oleh… kepala desa atau pejabat yang setingkat” (vide Pasal 8 ayat (1)).
Menyimpulkan uraian diatas, kita semua memahami, masalah KIP sebenarnya bentuk ” GUGATAN MASYARAKAT” terhadap PEMERINTAH daerah yg direpresentasikan dlm skala Mikro yaitu KIP tingkat desa. Dengan yurisprotentia ini, kemungkinan OPD setingkat esselon I,II ,III,IV,V di Pemkabpun ada potensi digugat jika tdk memberikan dokumen informasi yg dibutuhkan masyarakat, asal bukan dokumem yg DIKECUALIKAN OLEH UU KIP
Kesadaran masyarakat terhadap hak hukum , khususnya mengambil contoh Masyarakat Desa Buntar ini perlu di apresiasi dan trus di kembangkan utk mencapai tujuan keterbukaan Informasi publik yang menjadi Slogan Pemerintah. MAJULAH BUMI INTANPARI DENGAN MENGEDEPANKAN TRANSPARANSI ANGGARAN PADA MASYARAKAT ( Str01)
*) penulis adalah Peneliti bidang Hukum IMC STRATEGIS dan Wartawan Beritalima.com