JAKARTA, Beritalima.com– Gula yang masuk dalam sembilan kebutuhan pokok (sembago) sudah mulai langka. Kalaupun ada, harganya melonjak tajam. Di tingkat pengecer, kenaikannya mencapai Rp 8.000 per kg. Padahal sebelumnya hanya Rp 12.500 per kg.
Anggota Komisi IV DPR RI membidangi perrtanian, drh Slamet menyoroti kenaikan komoditas gula dalam beberapa waktu terakhir ini. “Tidak dipungkiri, kenaikan dan kelangkaan gula memang disebabkan dampak ekonomi dari Pandemi Covid-19 yang kian hari kian dirasakan masyarakat,” kata Slamet kepada Beritalima.com, Sabtu (11/4) petang.
Wakil rakyat dari Dapil IV Provinsi Jawa Barat tersebut menilai, dalam situasi seperti ini Pemerintah harus hadir di tengah-tengah petani dengan melindungi produksi dalam negeri.
Beberapa tahun belakangan, Pemerintah lebih suka atau terbiasa dengan impor gula untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dari pada membeli dan mengumpulkan dari berbagai pabrik yang ada di tanah air. “Kebiasaan buruk Pemerintah itu menghancurkan pabrik gula di tanah air yang ujungnya juga menghancurkan petani tebu di Indonesia,” kata Slamet.
Kebiasaan pemerintah yang memudahkan impor di saat stok tidak tersedia dan kurang memaksimalkan pemberdayaan pertanian dan produsen dalam negeri, sangat terasa akibatnya ketika impor tidak lagi mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Pendemi Covid-19 yang melanda dunia, termasuk negara produsen gula sehingga jangankan untuk mengekspor ke Indonesia, memenuhi kebutuhan dalam negeri mereka saja mungkin tidak bisa. Komoditas gula hari ini sudah mulai langka di pasar, padahal gula termasuk barang pokok dan penting. “Saya khawatir pemerintah juga tidak mampu menutupi kebutuhan pasar melalui impor,” kata Slamet, Jumat (10/4).
Dikatakan, sudah saatnya pemerintah melalui Menteri Pertanian dan Menteri Perinduatrian bijak melihat hal ini dan mulai serius membenahi infrastruktur penopang industri gula dalam negeri. Untuk itu, Pemerintah harus serius memperhatikan lahan perkebunan tebu dan para petani tebu yang beberapa tahun belakangan ini terpinggirkan.
Tidak hanya itu, pabrik gula dan teknologi pembuatan gula juga patut untuk mendapat perhatian serius Pemerintah. Selain itu, Menteri Perdagangan yang selama ini lebih senang impor ke depan juga harus menghilangkan kebiasaan buruk itu dengan memastikan membeli semua stok gula atau produk dalam negeri berapapun harganya.
“Bila perlu, pemerintah mensubsidi sambil memperbaiki kinerjanya sehingga bisa menekan harga di masa depan sampai bahkan kita bisa bersaing dengan negara lain dan menjadi negara pengekspor bukan pengimpor lagi,” jelas Slamet.
Slamet mengungkapkan, jika kita gagal bersikap negarawan dalam berbagai sisi bidang, itu artinya kita sedang berkontribusi pada kehancuran bangsa Indonesia. Pemerintah Soeharto, sambung Slamet, menyebutnya dengan ketahanan pangan.
“Pemerintah Jokowi menyebut lebih gagah dengan kedaulatan pangan. Namun, jika semuanya hanya sebatas slogan dan sampai sekarang memang begitu karena impor yang menjadi primadonanya, bangsa dan negara Indonesia akan menjadi taruhannya,” dengam drh Slamet. (akhir(