TRENGGALEK, beritalima.com –
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Trenggalek, proaktif lakukan pendampingan psikologis terhadap santriwati korban pelecehan pengasuh salah satu pondok pesantren di Bumi Menaksopal itu. Hal tersebut merupakan upaya guna memulihkan kepercayaan diri dari trauma kekerasan seksual yang mereka alami.
Melalui Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DinsosP3A), program terstruktur berkelanjutan dijalankan untuk 4 orang korban pelecehan.
“Tujuan pendampingan secara substansial untuk memulihkan psikologis mereka (para korban) dari trauma sehingga dapat kembali beraktivitas seperti biasanya,” sebut Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin, Rabu, 20 Maret 2024.
Menurut dia, kesemuanya saat ini ditempatkan di shelter khusus dan mendapat terapi trauma healing dari tim piskolog yang disediakan dinsos.
Para korban yang masih anak-anak tersebut diberi pembimbingan psikologis serta ‘treatment’ khusus. Selain juga, alternatif permainan tertentu demi memulihkan fokus sekaligus perhatian masing-masing personal dari bayang-bayang traumatis.
“Proses pendampingan dilakukan secara komprehensif, mulai dari kesehatan fisik hingga pemulihan psikologi korban,” jelasnya.
Sementara itu, Plt. Kepala DinsosP3A Trenggalek, dr Saeroni menambahkan, jika dalam kasus ini pihaknya telah menunjuk seorang pengacara untuk melakukan pendampingan hukum terhadap para korban mulai dari pemeriksaan awal hingga ke persidangan.
“Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban kekerasan adalah penanganan yang memerlukan kecepatan. Termasuk rehabilitasi secara fisik, psikis dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan lainnya,” ujarnya.
Terlebih, sambung dr. Saeroni, dugaan tindak pelecehan tersebut dilakukan oleh oknum pengasuh tempat mereka belajar.
Kondisi itulah yang mungkin menjadi latar belakang para korban takut kembali belajar di lokasi itu. Bahkan, ada korban menyampaikan permintaan fasilitasi agar bisa pindah sekolah.
“Sempat ada yang trauma tetapi sekarang kondisinya sudah cukup baik. Sedangkan untuk proses pembelajaran, saat ini keempat korban tersebut ada yang meminta pindah sekolah. Namun, ada juga yang masih belajar secara daring,” kata mantan direktur RSUD dr. Soedomo ini.
Pasalnya, dijelaskan lebih rinci oleh Plt. KadinsosP3A bahwa ada tahapan yang harus dilakukan dalam proses pendampingan dimaksud. Seperti, memastikan dahulu para korban tetap mendapatkan hak untuk mengakses pendidikan. “Sehingga mereka tidak merasa terintimidasi di sekolah atau situasi yang membuat mereka trauma mereka lebih dalam,” pungkasnya. (her)