YOGYAKARTA, beritalima.com – Acara Reuni. Temu kangen. Menjadi tren dalam kehidupan modern. Ajang tersebut merupakan wadah berkumpulnya kembali. Para mantan teman sekolah, kawan kerja, atlet olahraga dan lain-lain.
Mengumpulkan mereka bukan perkara mudah. Dibutuhkan waktu lama. Gigih dan penuh kesabaran.
Keberadaan media sosial, seperti facebook, twitter, whatsapp, cukup membantu.
Meski medsos tersebut tidak menjamin mudahnya mencari mereka.
Problematiknya. Tidak semua teman dapat mengoperasikan medsos. Mengapa? Karena handphone yang dimiliki tergolong jadul. Sebaliknya, meski hp-nya lumayan canggih. Tetapi tidak terbiasa bermain medsos.
Sebab itu. Jalan terbaik menemukan kawan lama, melalui pesan beranting.
Begitu ada informasi alamat rumah teman tadi, langsung dicari.
Sulitnya mencari teman-teman lama.
Juga dialami siswa sekolah, yang kini tergabung dalam sebuah wadah, Ikatan Keluarga Alumni Tujuh Dua (IKAJUA), Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 2 Jember, Jawa Timur.
Setelah satu persatu ditemukan. Dilanjutkan mengadakan reuni. Temu kangen pertama dilaksanakan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, di Kaliwining, Jember, pada 1-2 Oktober 2016.
Dua tahun kemudian, tepatnya tanggal 27-28 Oktober 2018, reuni kedua, berlangsung di Rembangan, Jember.
Reuni ditetapkan setiap dua tahun sekali. Saking semangatnya, meski belum dua tahun. Paguyuban mengadakan dolan bareng (dolbar) ke Yogyakarta dan Jawa Tengah, pada 25-28 September 2019.
Hebatnya. Saat dolbar ke dua provinsi itu. Sebagian di antara mereka, belum pernah melihat langsung satu dari tujuh keajaiban dunia, Candi Borobudur.
Ada yang baru pertama kali memasuki Keraton Yogyakarta. Dan sebagian besar, pertama kali menikmati jejamuran, aneka masakan terbuat dari jamur, khas Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Karena itu, dolbar ke Yogya dan Jateng, memberikan kesan mendalam bagi para peserta.
“Buat saya Yogyakarta dan Jateng penuh kenangan yang tidak pernah kulupakan selamanya,” kata seorang peserta tur, Dwi Peni Sudarti.
Sama seperti Peni, peserta dolbar dari Pamekasan, Madura, drg Nurhasana mengatakan, tur dan keguyuban IKAJUA, top markotop.
Ia ingin lebih lama lagi ber foto-foto di puncak tebing. Sayang, katanya, waktu sudah habis. Semoga ada kesempatan berikut untuk berkunjung ke Breksi.
Sementara itu, Suhartini mengulas, betapa wisata IKAJUA, benar-benar memberikan wawasan luas.
Borobudur dengan keanggunannya, menyiratkan untuk mencapai puncak, kita mesti berjuang dari tangga yang paling bawah.
Komentar tidak kalah menariknya dari Ismiyati PH, Suer, terkesan dan salut acara dolbar. Kebersamaannya luar biasa.
Walaupun ada yang kakinya keseleo, asam lambung naik, tapi tetap dilakoni.
Kebersamaan yang indah, tidak terlupakan di sisa umur ini.
Komentar dari peserta lainnya sama.
Mayoritas peserta dolbar, menyatakan puas dengan program refresing IKAJUA.
Usia anggota IKAJUA, rata-rata enam puluh tahun ke atas. Mereka bertekad, wadah ini semakin berkembang. Siswa sekolah yang belum ditemukan, segera ditemukan.
Mereka berkomitmen, rajin membayar iuran wajib Rp 15.000 per bulan. Anggota IKAJUA, menyadari. Paguyuban ini bisa berjalan normal, dengan catatan kas harus tetap terisi.
Keberadaan kas penting. Untuk membiayai agar organisasi kelompok alumni ini tetap eksis, meski anggotanya sudah tidak muda lagi.
Mereka berencana tahun 2020 mendatang, mengadakan reuni ketiga, sekaligus dolan bareng yang bersifat rekreatif, ke Pulau Dewata, Bali.
“Monggo, mumpung kita masih diparingi sehat. Kita manfaatkan rekreasi yang penting membuat kita hepi,” kata Sulaksono Tedjo Pawoko, Penasehat IKAJUA.
Pernyataan Tedjo, demikian panggilan akrabnya. Merupakan dukungan demi terwujudnya cita-cita bersama, bahwa IKAJUA, bisa tetap Guyub Rukun Saklawase. (Rud/Git)