TRENGGALEK, beritalima.com
Menyongsong era tahun 2030, bangsa Indonesia akan menghadapi fase krusial (menentukan_red) yakni ‘bonus demografi’. Dimana, akan ada perubahan struktur umur penduduk yang menyebabkan menurunnya angka beban ketergantungan khususnya pada kelompok usia kerja. Yang walaupun peningkatan jumlah penduduk total itu bisa dipandang sebagai sebuah keuntungan, akan tetapi ini akan menjadikan PR bersama.
Apalagi ketika disesuaikan dengan konteks adanya keselarasan antara tuntutan jaman dengan peningkatan sumber daya manusia (SDM). Maka, demi menghadapi itu semua, pemerintah berupaya mewujudkan Indonesia maju melalui SDM yang unggul yang salah satu pilarnya adalah pendidikan.
“Karena dengan pendidikan diharapkan dapat mewujudkan indeks pembangunan manusia yang lebih baik,” sebut Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin ketika memberikan arahan kepada para Kepala Sekolah tingkat SMP, SD, dan PAUD se-Kecamatan Munjungan, Sabtu (19/9/2020).
Menurut Gus Ipin, panggilan akrab dari bupati, disebut fase krusial karena saat sekarang ini bangsa Indonesia berada pada masa pandemi sehingga banyak sektor yang sangat terdampak. Salah satu contohnya, kegiatan belajar mengajar di sekolah-sekolah maupun lembaga pendidikan lainnya.
“Beberapa hal harus menyesuaikan, bahkan ada ‘perubahan’ pada pola belajar mengajarnya. Oleh karena itu, para tenaga didik dan pendidikan dituntut mampu menyesuaikan pola tanpa mengurangi kualitas pendidikan, nah ini tantangannya,” imbuhnya.
Terkait hal tersebut, Bupati Nur Arifin menekankan tentang bagaimana mekanisme kolaborasi belajar ‘daring dan luring’ dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Diharapkan dengan waktu belajar tatap muka yang terbatas, guru harus lebih bisa menyentuh hati para siswa melalui pemahaman.
“Pastikan dua jam waktu belajar tatap muka tidak menjejali dengan hafalan-hafalan, tetapi membangun jiwa dari peserta didik karena yang tidak bisa didapat dari belajar online adalah sentuhan dari bapak ibu guru,” himbau suami Novita Hardini ini.
Selain itu, lanjut dia, budayakan berpikir kritis dan sistematis. Ketika ada sesuatu yang menjadi kendala, ajak para siswa agar mau berkomunikasi dan konsultasi.
“Arahkan untuk bertanya dan berdiskusi sehingga bisa memahami. Seorang guru harus mengkonfirmasi pemahaman mereka, karena waktu dua jam itu tidak panjang ketika seorang guru menerapkan pola seperti biasanya,” ujar dia.
Yang paling penting, tambah Gus Ipin, adalah bagaimana membangun budaya berdiskusi, memposisikan mereka (para siswa) sebagai manusia, membimbing selayaknya orang tua yang penuh kasih. Sebab, hal itu tidak bisa diberikan oleh teknologi kepada putra-putri didik kita.
“Disinilah peran sekolah dan para guru sangat dinantikan,” pungkasnya. (her)