SURABAYA, beritalima.com | Tanggal 29 Juni, diperingati sebagai Hari Keluarga Nasional (Harganas). Dalam sejarahnya, Harganas digagas oleh Prof. Dr. Haryono Suyono, yang merupakan ketua Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di era Presiden Soeharto.
Bagaimanakah makna Harganas 2020 yang masih di dalam suasana Pandemi Covid 19 menurut kandidat Pilwali Surabaya, Lia Istifhama?
“Harganas kali ini merupakan momentum mengingat kembali pentingnya peran keluarga sebagai pondasi pembentukan akhlak, moral, sekaligus kecerdasan kognitif anak”, ujar Lia.
Aktivis Nahdliyyin yang juga Ketua III STAI Taruna Surabaya ini kemudian mengaitkan dengan Pandemi Covid 19.
“Sebagai contoh ketika Pandemi Covid 19, keluarga lebih banyak mengisi waktu di dalam rumah. Ini menjadikan secara kuantitas, waktu lebih banyak dihabiskan dengan interaksi anak dengan orang tua. Jadi ini kesempatan memperkuat pembentukan modal sosial, semangat solidaritas bagi anak. Jangan sampai, ketika anak banyak berada di dalam rumah, orang tua malah menempa anak sebagai anak rumahan yang tidak mau kenal lingkungan sekitar,” paparnya.
Sebaliknya, bagaimana ketika di dalam rumah, anak tetap diajak ngobrol untuk mengingat lingkungan sekolah, teman-temannya, gurunya, dan tetangga sebaya. Jadi meski sudah pasti jarang ketemu atau bahkan hampir tidak bertemu dengan sebayanya, jangan sampai anak jadi enggan bergaul dengan sesamanya.
“Selain itu, pembentukan agama harus semakin dikuatkan. Salah satunya dengan mengintensifkan sholat berjamaah atau ngaji bersama dalam sebuah keluarga”, tambahnya.
Yang pasti, tantangan bagi orang tua sekarang adalah bagaimana sekolah daring tidak menjadikan anak lupa dengan keceriaan semasa sekolah. Jangan sampai anak malah malas bangun pagi atau belajar. Karena harus diakui, sekolah daring saat ini, bukanlah hal yang terpikirkan sebelumnya.
“Dulu, setiap orang tua ketika menyekolahkan anak, tentu harapannya agar anak bisa memiliki teman, lebih mandiri, dan bisa belajar dengan fokus. Kalau di rumah, dengan model pembelajaran via alat digital, ya tidak mudah lah memenuhi semua harapan itu sepenuhnya. Ini dikhususkan anak yang usianya masih TK dan SD. Susah pastinya untuk menghalangi mereka untuk bermain game online. Karena itu merupakan salah stau cara mereka menghibur diri di dalam rumah. Kita harus mengakui ini,” tuturnya.
Beda dengan anak yang sudah matang, mereka akan lebih bijak. Misalnya, menghilangkan kejenuhan dengan berkomunikasi sesama temannya via sosial media. Nah, kalau saya sendiri sebagai orang tua, justru sebisanya anak tidak banyak bersosial media kecuali dengan keluarga karena kebetulan anak saya masih SD.
“Saya juga rutin melakukan pengecekan di hp mereka agar jangan sampai ada yang salah dari pemanfaatan alat digital yang mereka gunakan. Yang pasti, banyaknya waktu di dalam rumah membutuhkan perhatian ekstra dari orang tua agar anak tidak bosan, tetap ceria bersama keluarga dan tetap berinteraksi sosial, minimal dengan kerabat keluarga. Jangan sampai aktivitas sehari-hari yang hampir sepenuhnya dilakukan di dalam rumah, menjadikan anak individual”, pungkasnya. (Red).