Caption: Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa
SURABAYA, beritalima.com|
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyatakan komitmennya mendukung program pemerintah pusat untuk melakukan Eliminasi TBC 2030.
Hal itu ia sampaikan, Jumat (24/3/2023), bertepatan dengan momentum peringatan Hari Tuberkulosis (TBC) sedunia yang diperingati setiap tanggal 24 Maret.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa komitmen tersebut disampaikan lantaran sampai sejauh ini Jatim masih menduduki posisi kedua paling atas untuk daerah dengan kasus TBC tertinggi di Indonesia.
“Dari data rilis Kementerian Kesehatan RI, Jatim saat ini di posisi tertinggi kedua untuk jumlah kasus TBC di Indonesia. Jatim nomor dua setelah Jawa Barat. Total kasus TBC di Jatim yaitu 81.753 kasus,” tegasnya.
“Ini sebuah angka yang harus kita sampaikan sebagai cambukan semangat serta kewaspadaan untuk bersama sama kita atasi. Maka kami Pemprov Jatim berkomitmen serius untuk program Eliminasi TBC 2030 dengan target penurunan mencapai 65/100.000 penduduk,” tambah Khofifah.
Tidak hanya itu, jika merujuk data nasional, secara umum jumlah penderita TBC di Indonesia memang mengalami kenaikan pada tahun 2022. Terdeteksi ada 717.941 kasus TBC di Indonesia pada 2022. Jumlah tersebut melonjak 61,98% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar 443.235 kasus.
Untuk itu, secara khusus Khofifah melanjutkan, setelah pandemi Covid-19 yang melanda dunia saat ini mulai melandai maka program eliminasi TBC 2030 sangat perlu dikuatkan kembali.
“Kita, Pemprov Jatim, tidak bisa bergerak sendiri. Untuk mendukung penuh program pemerintah pusat, kita perlu kerjasama dari seluruh elemen,” tegasnya.
Mengacu pada Perpres No 67 Tahun 2021, Pemprov Jatim telah menerbitkan Pergub Jatim No 50 Tahun 2022 tentang Penanggulangan Penyakit Tuberculosis. Penerbitan aturan tersebut juga sejalan dengan upaya peningkatkan penemuan terduga TBC melalui Aplikasi E-Tibi dan memberlakukan TB 06 di semua fasilitas layanan kesehatan.
Langkah ini dilakukan guna mencapai target temuan kasus TBC 90% dari estimasi kasus TBC nasional. Atau melakukan penemuan 16.700 kasus TBC per minggunya.
Selain itu, didukung pula dengan keterlibatan penuh seluruh Fasilitas Pelayanan Kesehatan (fasyankes) baik negeri/swasta, utamanya dalam melakukan screening.
“Peningkatan kualitas fasyankes pemerintah dan swasta termasuk Dokter Praktek Mandiri, Klinik dan RS Swasta dalam memberikan Layanan TBC juga harus kita perhatikan,” sebut Khofifah.
“Intinya, jika semakin banyak yang terdeteksi sedini mungkin, penanganan juga semakin cepat. Karena penularannya lewat udara, maka screening sebanyak mungkin akan mengurangi jumlah penularan,” jelas Khofifah.
Untuk itu, Khofifah kembali mengajak seluruh elemen, mulai dari nakes hingga masyarakat umum untuk semakin aware akan bahaya dari penyakit TBC.
“Mari satukan tekad dan perkuat inovasi dalam rangka mencapai eliminasi TBC 2030,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Erwin Astha Triyono mengatakan, Dinkes Jatim juga telah melakukan berbagai upaya dalam penanggulangan TBC. Pertama, mengintensifkan penemuan terduga TBC di masyarakat dengan skrining mandiri gejala TBC melalui *aplikasi E-TIBI* di tautan https://dinkes.jatimprov.go.id/assesment-tbc/public/.
Sebagai informasi, TBC merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis melalui udara atau semburan air liur. Penyakit tersebut kerap menyerang paru-paru dan dapat berujung kematian jika tidak ditangani dengan baik. Beberapa gejala TBC yang perlu diwaspadai yaitu batuk terus menerus (persisten), nyeri dada, sesak napas, demam, berkeringat di malam hari tanpa aktivitas, dan berat badan terus menurun.
“Jika masyarakat mengalami gejala tersebut, segera skrining mandiri melalui E-TIBI atau segera periksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan setempat.” himbau Dr. Erwin.
Upaya kedua, mengintensifkan kolaborasi lintas program diantaranya adalah TBC-HIV, TBC-DM (Diabetus Melitus), TBC-KIA (Kesehatan Ibu & Anak), TBC-PISPK (Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga) serta melibatkan unsur pentahelix dalam penanganan TBC di Jawa Timur.
Ketiga, mengoptimalkan penemuan kasus TBC secara aktif (Investigasi Kontak, Skrining Masal di Sekolah, Lapas, Pondok Pesantren dan Tempat Kerja)
Keempat, membentuk Tim DPPM (Distric Public Private Mix) dan KOPI (Koalisi Organisasi Profesi) TBC di Kab/Kota se Jawa Timur.
Kelima, melakukan ekspansi layanan TBC Resisten Obat di 21 Rumah Sakit dan di tahun 2023 ditargetkan menjadi 33 Rumah Sakit Layanan TBC Resisten Obat.
Dengan berbagai upaya yang telah dilakukan, Jawa Timur berhasil meraih beberapa capaian, antara lain penemuan terduga TBC di Jawa Timur pada tahun 2022 telah melebihi target 100% yang ditentukan yaitu mencapai 117%. Sebelumnya di tahun 2021, penemuan terduga TBC di Jawa Timur hanya mencapai 57%.
Selanjutnya, Penemuan kasus TBC sebanyak 81.753 jiwa atau 76,02% dari target kasus yang diestimasikan yaitu 107.547 jiwa. Capaian ini meningkat dibandingkan tahun 2021 yaitu 53.289 jiwa.
Berikutnya, Treatment Coverage (Kasus TBC ditemukan dan diobati) pada tahun 2022 telah mencapai 63,94% meningkat dibandingkan tahun 2021 yang hanya mencapai 45,08%.
Dengan jumlah temuan yang meningkat tersebut, maka angka keberhasilan pengobatan mencapai 89% dari target 90% pada tahun 2022.(Yul)