Harjakasi ke 205, Pemkab Situbondo Memiliki Baju Khas ‘Rasok Aghung’

  • Whatsapp
Bupati Situbondo Karna Suswandi saat memimpin upacara Harjakasi ke 205 . (Bet/beritalima.com)

SITUBONDO, beritalima.com – Perayaan hari jadi kabupaten Situbondo (Harjakasi) selalu diikuti dengan pelaksanaan upacara di Alun-alun kota.

Pada momen perayaan Harjakasi ke 205 ini, upacara yang diikuti oleh seluruh elemen masyarakat tampak istimewa. Karena, jajaran pemerintah daerah dan seluruh organisasi perangkat daerah mengenakan pakaian bernama ‘Rasok Aghung’.

Bacaan Lainnya

Ini menjadi pertama kalinya pengenaan pakaian khas Situbondo ke dua saat upacara bendera Harjakasi.

Menurut Ketua Dewan Kesenian Situbondo, Edy Supriyono, Rasok Aghung memiliki makna “Pakaian Kebesaran atau Kemuliaan”.

Bentuk dan desainnya diambil dari pakaian yang pernah dipakai oleh Bupati Situbondo ke empat yakni Raden Aryo Soedibjo Koesomo.

Pemilihan pakaian ini sebagai pakaian khas kedinasan karena pada tahun 2013 sudah pernah diformulasikan dan dipakai dalam perayaan hari jadi Kabupaten Situbondo ke-195.

“Cuma pada saat itu, (2013,red) bentuknya diubah menjadi pesak dan celana. Bordiran yang ada di baju diganti batik,” ungkapnya sebagaimana release yang diterima dari DKS.

Adanya pakaian khas Rasokan Aghung ini, kata pria akrab disapa Prik itu, maka Situbondo kini memiliki dua pakaian khas dengan peruntukan yang berbeda.

Yang pertama adalah pakaian khas yang dilaunching pada 2018 bernama ‘Rasok Situbondo’, pakaian warna putih gading dengan belahan di bagian perut dipergunakan untuk masyarakat umum atau dipakai saat acara-acara non formal.

Kabupaten Situbondo kini memiliki dua pakaian khas dengan peruntukan yang berbeda. Yang pertama adalah pakaian khas yang dilaunching pada 2018 bernama ‘Rasok Situbondo’, pakaian warna putih gading dengan belahan di bagian perut dipergunakan untuk masyarakat umum atau dipakai saat acara-acara non formal.

“Yang kedua, pakaian khas kedinasan dengan warna hitam digunakan oleh para pejabat pada saat acara-acara formil kedinasan,” ujarnya.

Dia menegaskan, pemilahan pakaian khas menjadi dua bukan untuk memunculkan kelas sosial. tapi, merupakan langkah konkrit untuk memotret secara nyata keragaman budaya, bahwa pakaian yang dikenakan oleh masyarakat pada zamannya memang tidak hanya satu pakaian saja.

“Biasanya, waktu itu, disesuaikan dengan profesi. Ini juga terjadi di sejumlah daerah lainnya,” jelasnya.

Kenyataan ini pernah disampaikan oleh (Alm.) Mbah Imam Kutunuk, salah satu seniman/budayawan di Kabupaten Situbondo yang juga anggota tim formulasi pakaian khas Situbondo.

Dalam buku kecil tentang pakaian tradisional Situbondo yang pernah ditulisnya, Mbah Kutunuk menyebutkan setidaknya ada empat bentuk pakaian tradisional di masyarakat Situbondo dikaji pada cluster keprofesian. Yakni, petani, pedagang, nelayan serta masyarakat kota. Bentuknya tidak sama.

Sementara itu, Bupati Karna Suswandi usai memimpin upacara Harjakasi ke-205, menjelaskan, pakaian Rasok Aghung dikenakan saat kegiatan-kegiatan resmi.

“Bukan berarti yang lama tak digunakan. Tetapi dalam kegiatan-kegiatan yang sifatnya tidak formal mungkin itu kita gunakan,” ujarnya.

Ia menerangkan, Perbup pakaian khas Rasok Aghung sedang diproses. “InsyaAllah, Perbupnya diproses,” pungkasnya.(*/Bet)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait