Hartoyo Prihatin Warga Surabaya Pertanyakan, System Zonasi Apa Diberlakukan Selamanya

  • Whatsapp

SURABAYA, beritalima.com|
Menjadi anggota DPRD memang tidak bisa mengabaikan kebutuhan masyarakat. Karena dari merekalah kursi legislatif bisa diduduki. Mengingat hal tersebut, Hartoyo SH MH merasa prihatin ketika pemerintah pusat memberikan kebijakan yang tidak berpihak kepada masyarakat, terutama masyarakat kecil.

Setiap kali saat pelaksanaan PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru), Hartoyo nelangsa. Bukan hanya warga di kampungnya yang meminta pertolongan agar anak-anak mereka bisa diterima di sekolah SMA SMK negeri. Bahkan di tempat-tempat dimana Hartoyo pernah melaksanakan reses, warga tersebut berduyun-duyun mendatangi rumah Hartoyo. Mereka rela antri berjam-jam agar bisa ketemu Hartoyo untuk meminta bantuannya agar anak-anak mereka bisa duduk di bangku SMA SMK negeri.

“Saya nelangsa, benar-benar merasa prihatin. Ini negeri mereka sendiri, negara yang katanya sudah merdeka 77 tahun. Tapi lihatlah, anak-anak yang ingin sekolah, yang ingin duduk di bangku sekolah negeri, orang tuanya sampai stress, pontang panting cari sekolah negeri yang sesuai dengan kemampuan anaknya. Berkali-kali mereka datang minta tolong. Dari mulai jalur Afirmasi, jalur pindah tugas, jalur prestasi non akademik, sampai jalur akademik. Semua diikuti. Bisa bayangkan kesedihan yang mereka rasakan?,” sela Hartoyo.

Mantan ketua komisi E DPRD provinsi Jatim ini menuturkan bahwa selayaknya ketika pemerintah merencanakan membuat kebijakan, harusnya melakukan survey dulu, melihat di lapangan, apakah infrastruktur yang diinginkan oleh kebijakan tersebut sudah tersedia, apakah masyarakat bisa menerima kebijakan tersebut.

“Waktu program system zonasi diberlakukan, saya langsung ke Jakarta, menemui pak menteri Pendidikan. Saya protes, di Surabaya ini ada 31 kecamatan. 16 kecamatan tidak memiliki gedung sekolah SMAN dan SMKN. Bagaimana mereka bisa mendapatkan kesempatan untuk duduk di sekolah negeri kalau kebijakan tersebut dilaksanakan. Tapi pak menteri bersikukuh kalau kebijakan tersebut justru untuk memeratakan kesempatan memperoleh pendidikan bagi masyarakat,” tandasnya.

Menurut Hartoyo, bukan sekali dua kali pihaknya menuntut menteri pendidikan mengubah kebijakan tersebut, karena Hartoyo sudah bisa memprediksi pasti akan terjadi kekisruhan, dan demo besar-besaran. Mengingat wilayah Indonesia yang sedemikian luasnya ini, sebagian besar berada di pedesaan yang jauh dari gedung sekolah SMAN dan SMKN. Karena biasanya sekolah SMAN dan SMKN berada di perkotaan.

“Prediksi saya terbukti. Semua orang tua protes. Jangankan warga yang miskin yang pasti butuh sekolah negeri agar biayanya tidak mahal. Wong orang kaya saja juga protes. Protesnya karena branded sekolah favorit yang mereka idamkan dicampur dengan orang-orang yang menurut mereka tidak selevel. Artinya, kalau tidak ada seleksi ketika menerima siswa, tentu saja kemampuan mereka berbeda jauh. Itu akan mengganggu proses belajar mengajar di sekolah favorit. Ya kenyataannya memang benar. Karena kemudian siswa yang diterima tidak siap menghadapi kompetisi, mereka tersingkirkan. Tidak mampu menerima pelajaran yang sulit, mereka enak-enakan, tidak mau belajar untuk mengejar ketinggalan mata pelajaran. Akhirnya drop out. Sering bolos, kurang punya etika, kalau ditegur guru suka melawan,” urai politisi partai Demokrat ini.

Meskipun carut marut, kebijakan system zonasi diperlunak, tetap saja menimbulkan polemik. Masyarakat tidak bisa menerima kebijakan tersebut. Bahkan dengan wajah yang teramat sedih, mereka bertanya,

“Pak Hartoyo, apakah system zonasi ini berlaku selamanya?,” (Yul)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait