KEDIRI. Warga Kediri kembali dihebohkan dengan penemuan artefak lngga yoni, dan batu bata kuno disekitar TPU (Tempat Pemakaman Umum) Dusun Manyar Kandeg, Desa Karangtengah, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri. sabtu (13/7/2019)
Artefak lingga yoni tersebut ditemukan tim Damar Panuluh Nusantara saat melakukan penggalian disekitar lokasi pengairan persawahan milik warga. Saat ditemukan, lingga yoni itu dalam keadaan tertutup lumpur.
Babinsa Koramil Kandangan Sertu Agus Prayogi benar-benar dikejutkan oleh fakta yang ada diaeral pemakaman Dusun Manyar Kandeg, Desa Karangtengah. Meskipun ia tahu betul kondisi geografis maupun demografis daerah tersebut, namun untuk temuan benda purbakala, ia tidak menyangka ada sesuatu diluar sepengetahuannya.
Selain ditemukannya lingga yoni, disekitar areal pemakaman itu juga ditemukan batu bata berukuran besar yang berserakan disekitarnya. Batu bata kuno itu diketahui saat memperhatikan keanehan bentuk ukuran batu bata yang berserakan di areal pemakaman ini.
Dilokasi areal pemakaman ini, terdapat 4 batu bata berukuran berbeda-beda. Kendati berukuran berbeda satu sama lain, ukurannya jauh lebih besar ketimbang batu bata buatan jaman sekarang.
Dari pengukuran yang dilakukan Sertu Agus Prayogi, batu bata pertama berukuran panjang 32 centimeter, lebar 20 centimeter, dan tebal 10 centimeter. Batu bata kedua berukuran panjang 29 centimeter, lebar 22 centimeter, dan tebal 10 centimeter. Batu bata ketiga berukuran 31 centimeter, lebar 20 centimeter, dan tebal 11 centimeter.
Sedangkan batu bata keempat berukuran panjang 22 centimeter, lebar 18 centimeter, dan tebal 9 centimeter.
Dilihat bentuk ukuran keempat batu bata tersebut, diduga dibuat bukan pada era sekarang melainkan dibuat dimasa lalu, dan usianya diperkirakan sudah mencapai ratusan tahun.
Selain batu bata yang berbentuk sempurna, ditempat tersebut juga ditemukan bongkahan atau pecahan batu bata berukuran besar. Bongkahan atau pecahan batu bata tersebut, terlihat menumpuk tidak beraturan di dua pohon yang tumbuh ditengah areal pemakaman.
Bongkahan atau pecahan batu bata di pohon yang berada disebelah utara, terhitung ada 26, dan yang berada disebelah selatan, terhitung ada 17. Kendati bentuknya sudah tidak sempurna lagi atau sudah dalam kondisi rusak, namun ada beberapa batu bata yang terlihat jelas bentuk trap pada sisinya.
Fakta lain dari pengamatan disekitar areal pemakaman tersebut, ada beberapa batu bata kuno yang menancap atau berdiri tegak diatas permukaan tanah, dan dipastikan batu bata tersebut difungsikan sebagai patok atau tanda tempat jenazah disemayamkan.
Berdasarkan penghitungan dilokasi, ada 11 batu bata yang digunakan sebagai patok atau tanda. Dari pengamatan dilokasi, batu bata terakhir yang difungsikan warga sebagai patok atau tanda, diketahui pada tahun 1992. Hal ini diketahui berdasarkan angka atau tahun wafatnya jenazah yang ditulis pada batu bata kuno.
Disamping itu, ada 2 tempat pemakaman yang diduga menggunakan bahan dasar terbuat dari bahan batu bata kuno. Hal ini terlihat pada struktur bangunan makam yang terlihat sudah mulai rusak, dan terlihat jelas bentuk maupun ukuran batu batanya.
Dikatakan Rianto, lingga yoni yang ditemukan itu terbuat dari batu andesit. Hal ini didasari atas karakteristik batu andesit yang sudah ia kenali dari berbagai tempat, dan ia berani memastikan batu tersebut sudah berusia ratusan tahun.
Berdasarkan sumber lain, lingga adalah objek atau benda yang akrab dijadikan sarana persembahyangan dalam ajaran agama tertentu, dan lingga berasal dari kata Siwalingga. Merujuk latar belakang Siwalingga, berkaitan erat dengan eksistensi Dewa Siwa, dan Siwalingga cenderung mengarah pada “kesuburan”.
Lingga yoni juga erat kaitannya dengan keberadaan candi, dan biasanya ditelakkan diatas atau disamping struktur bangunan. Terkait bentuk, lingga yoni bermacam-macam bentuk maupun ukurannya.
Dari hasil pengukuran panjang lingga yoni yang ditemukan di Desa Karangtengah ini tercatat 35 centimeter, lebar 35 centimeter, tinggi 34 centimeter, dan tebal 24 centimeter. Pengukuran yang dilakukan berstatus sementara, karena lingga yoni tersebut berwujud tidak utuh alias terpotong sebagian.
Saat ditemukan, kondisi benda tersebut cukup ironis, lantaran tertutup lumpur secara keseluruhan. Kendati saat ditemukan bentuknya sudah tidak sempurna, seluruh relief yang tergambar pada lingga yoni masih sangat jelas, dan bisa dikenali karakternya.
Menurut Trimo (54 tahun), petani Desa Karangtengah, ia tidak menyangka kalau dilokasi aktifitasnya menggeluti sektor pertanian, ternyata ada benda purbakala. Ia sendiri mengakui tidak tahu menahu, mana batu peninggalan masa lalu, dan mana batu biasa.
Demikian juga Mulyono (57 tahun) warga Desa Karangtengah, lokasi temuan benda purbakala tersebut dengan rumahnya hanya berjarak sekitar 200 meter. Ia cukup kaget kalau areal persawahan yang sudah dikenalinya sejak lahir hingga sekarang, ada benda purbakala. Menurutnya, areal persawahan dilokasi penemuan lingga yoni itu, diketahuinya tidak memiliki riwayat adanya benda-benda purbakala, dan baru kemarin, ia mengetahuinya.
Dari pengakuan juru kunci pemakaman tersebut, bila tanah diareal tersebut digali hingga kedalaman 1,5 meter lebih, akan terlihat susunan batu bata. Tapi, walaupun sering dilakukan penggalian jenazah yang dimakamkan dilokasi itu, warga tidak terpikirkan sama sekali bahwasannya susunan batu bata tersebut adalah peninggalan jaman kuno.
Menurut si juru kunci, susunan batu bata tersebut sangat rapi alias tertata dengan sempurna. Namun, ia sendiri mengakui tidak terpikirkan sama sekali kalau batu bata yang dilihatnya besar kemungkinan berstatus benda purbakala.
Belum diketahui secara pasti, batu bata kuno maupun lingga yoni yang ditemukan tersebut dibuat pada masa pemerintahan kerajaan siapa, dan tahun berapa. Hal ini masih menjadi tanda tanya besar, dan kemungkinan-kemungkinan tertuju pada kerajaan-kerajaan yang pernah menguasai daerah yang jaman sekarang berstatus Kecamatan Kandangan.
Kepastian status benda-benda yang baru saja ditemukan itu, saat ini tinggal menunggu waktunya saja, dan kepastian tersebut ada ditangan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan, selaku pihak otoritas yang berhak memutuskan atau menetapkannya. (dodik)