KEDIRI. Umumnya tumpeng berbahan dasar beras atau nasi, tapi tidak untuk tradisi di Desa Toyoresmi, Kecamatan Ngasem. Tumpeng ini berbahan dasar tahu kuning dengan ketinggian 1,7 meter dan berdiameter 2,4 meter. Tahu tersebut dikemas plastik dan ditempelkan pada gunungan tumpeng.
Babinsa Koramil Gampengrejo, Kopka Suparjo menjelaskan, tumpeng tahu tersebut diarak sejauh sekitar 400 meter dari depan rumah Sekretaris Desa menuju 2 tempat yang berbeda, punden Mbah Showijoyo dan makam Syekh Zaenal Abidin (jumat,13/9/2019). Tumpeng tahu ini diarak bersamaan dengan berbagai jenis hasil bumi warga setempat, atau biasa disebut sedekah bumi.
Arak-arakan ini diikuti berbagai kelompok, dari kelompok petani, PKK, Karang Taruna, Ketua RT atau RW, pelajar hingga kesenian jaranan. Start semua kelompok tersebut berada dalam satu titik yang sama, yaitu depan rumah Sekretaris Desa setempat.
Masih ditempat yang sama, Babinkamtibmas Polsek Ngasem, Aipda Heri menjelaskan seputar hasil bumi yang diarak. Hasil bumi itu berupa buncis, terong, timun, lombok, ketela dan sejenisnya.
Terkait hasil bumi dari warga, Sekretaris Desa Toyoresmi, Titus mengatakan, semua hasil bumi yang diarak itu merupakan ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rejeki berupa hasil panen, sekaligus melanjutkan tradisi yang sudah turun temurun.
Menurut penuturan Mbah Sulis, sesepuh Desa Toyoresmi, setiap tahun diadakan berbagai acara yang berhubungan erat dengan bersih desa, dan puncak bersih desa ini jatuh pada bulan suro. Seperti biasa, berbagai hasil bumi warga diarak keliling desa menuju 2 tempat.
Kedua tempat tersebut, dikatakan Mbah Sulis, memiliki historis masing-masing. Mbah Showijoyo berstatus petilasan cikal bakal terbentuknya suatu desa, sedangkan makamnya sendiri tidak berada dilokasi itu. Sedangkan makam Syekh Zainal Abidin, diyakini warga setempat, memiliki korelasi dengan pemerintahan setingkat kesultanan di Riau pada masa Hindia Belanda.
Mbah Showijoyo, diperkirakan hidup diabad 15 atau setelah jatuhnya Kerajaan Majapahit. Tempat yang saat ini dikeramatkan oleh warga, sebenarnya bukanlah makam, melainkan berstatus petilasan.
Sedangkan Syekh Zainal Abidin pernah hidup sekitar tahun 1800an dan beliau memiliki catatan sejarah melakukan perlawanan terhadap kolonial dimasa itu. Hingga akhirnya, ia dibuang dari Riau ke pulau Jawa, dan berakhir di Kediri.
Sementara itu, Gatot, pengrajin tahu menjelaskan seputar pembuatan tumpeng tahu pada acara bersih desa ini. Tumpeng tahu tersebut, dikatakannya, membutuhkan 1.048 tahu kuning dan pembuatannya sendiri membutuhkan waktu sehari. Namun pembuatan kerangkanya atau wadah tumpeng, dibutuhkan 2 hari pengerjaan.
Dari pengamatan dilapangan, saat tumpeng tahu maupun hasil bumi pertanian dibagikan kepada warga, aksi rebutan relatif tertib. Hanya dalam tempo tidak sampai 15 menit, semua tahu dan hasil bumi sudah ludes tak tersisa. (dodik)