JAKARTA, Beritalima.com— Anggota Komisi XI DPR RI yang membidangi keuangan dan perbankan, Heri Gunawan meminta tidak menyalahkan faktor ekternal sebagai penyebab melemahnya nilai tukar rupiah atas dolar Amerika Serikat.
Pada penutupan Kamis (4/10), nilai tkar rupiah sudah di atas Rp 15.000,-. “Bank Indonesia (BI) sebagai Bank Moneter tak bisa lagi mengintervensi rupiah terlalu dalam. Pada penutupan kemarin rupiah berada pada posisi Rp 15.133 perdolar AS,” kata Heri.
Dari kuartal empat 2014 hingga kini, rupiah sudah terdepresiasi kurang lebih 20 persen. Dilansir kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) di laman bi.go.id, rupiah sudah di atas Rp 15 ribu per dollar AS. Pada Kamis ini, rupiah di posisi Rp 15.133 per dolar AS.
Pada perdagangan di pasar spot 2 atau perdagangan valuta asing September 2018, pelemahan kurs rupiah tercatat sebagai yang paling besar di antara mata uang Asia.
Meski mata uang lainnya juga melemah, tetapi tak terlalu signifikan. Heri seperti diberitakan web DPR, Jumat (5/10) mengatakan, pemerintah mesti berkaca kepada kondisi fundamental perekonomian nasional yang memang salah kelola.
Ada sejumlah faktor yang menjadi pertimbangan. Pertama BI sudah tak mampu untuk terus melakukan intervensi terhadap rupiah. Cadangan devisa kami perkirakan turun menjadi 116,5 miliar dollar minggu ini. “Jika cadangan devisa terus digunakan untuk intervensi rupiah, ini akan berbahaya buat ekonomi secara keseluruhan,” terang wakil rakyat dari Dapil Provinsi Jawa Barat ini.
Yang kedua, ungkap Heri, harga minyak dunia (brent crude) menyentuh angka 86 dollar per barrel. Efeknya ada pada kenaikan nilai defisit impor migas.
Kenaikan ini diprediksi terus berlangsung hingga mencapai 100 dollar per barrel dalam beberapa bulan ke depan. “Akibatnya, nilai tikar Rupiah juga makin tertekan seiring naiknya harga minyak,” ucap laki-laki kelahiran Sukabumi, Jawa Barat, 11 April 1969 ini.
Faktor ketiga, kata Heri, kecanduan pemerintah terhadap utang asing dalam denominasi dollar masih belum juga sembuh. Yang terbaru, pemerintah berupaya mendapatkan pinjaman dalam meeting IMF-WB nanti sebesar 2 miliar dollar. “Juga utang untuk membeli 51 persen saham Freeport yang akan dilewatkan 11 bank asing.”
Faktor keempat, kebijakan pengurangan impor lebih dari 1.147 barang ternyata tidak berdampak signifikan. Begitu juga dengan kebijakan konversi B20 atau pencampuran biodiesel. Sebaiknya dipertegas terkait koordinasi yang konkrit dan sinergi antarkementerian/lembaga terkait dalam pemerintahan Jokowi.
Buktikan dengan kerja nyata bukan sebatas kerja kata, karena pada dasarnya, faktor psikologis dalam soal moneter itu sangat dominan. Ditegaskan Heri, pemerintah gagal mengeksekusi kebijakan tersebut dengan baik. (akhir)