oleh: Masquita Pragistari
beritalima.com | Keluarga adalah harta yang paling tak ternilai. Keluarga khususnya orang tua akan selalu setia berada di sisi kita setiap saat, dari kecil hingga dewasa. Tak terhitung lagi besarnya pengorbanan, namun beliau tak membiarkan kita mengetahui kegelisahannya. Satu hal yang kita tahu pasti adalah kasih sayang orangtua terlalu berharga untuk dilupakan.
Semua harta di dunia ini tak ada yang sanggup menggantikan kasih sayang mereka.
Selain ibu, ayah juga merupakan pahlawan di dunia dan akhirat bagi sang anak. Jerih payah dan setiap keringat yang ia hasilkan tak akan ternilai harganya, dibalik wajah tegasnya ia menyembunyikan rasa sayang yang tak terhingga untuk buah hatinya. Apapun akan ayah lakukan untuk buah hatinya, bahkan ia rela menjual ginjalnya untuk biaya pendidikan buah hatinya.
Herman, memiliki lima orang anak, Andri, Anjeli, Anisa, Nabil dan Tasya. Anak pertama Herman yaitu Andri telah menyelesaikan sekolahnya dan kini tinggal di rumah orangtua Herman, sedangkan keempat anak Herman yang lainnya masih harus berjuang menyelesaikan pendidikannya.
Bata demi bata disusun herman setiap hari, letih tak ia rasakan demi biaya yang harus ia cukupi sehari hari. Pekerjaan Herman tidak tetap, kadang ia bekerja sebagai tukang bangunan kadang menjadi juru parkir sampai ia akhirnya pasrah menganggur dan akhirnya himpitan ekonomi menjadi persoalan utama Herman saat ini.
‘Pekerjaan tetap dan gaji yang layak’ itulah doa yang selalu Herman lontarkan bersama tangisannya di sujud sepertiga malam menghadap yang kuasa. Herman hanya ingin anak anaknya menuntut ilmu setinggi tingginya agar memiliki masa depan lebih baik dari dirinya, tidak terhimpit utang dan mendapatkan pekerjaan yang layak.
Dengan rumah kecil berukuran 2×5 meter berdinding batako milik temannya, Herman terus berusaha mencari rezeki demi pendidikan sang anak. Langkahnya tak pernah terhenti sambil membawa cangkul di sepanjang jalan raya Alang-Alang Lebar, Palembang dengan harapan ada orang yang ingin menyewa jasanya.
Depresi berat pernah dialami Herman, bagaimana tidak? tanggung jawabnya sebagai seorang ayah dari 5 orang anak dan suami dari seorang isteri yang harus ia cukupi kebutuhannya. Herman dilarikan ke Rumah Sakit Jiwa Ernaldi Bahar karena dianggap tidak waras, Herman merasa sakit hati, ia merasa tidak ada yang mengerti apa akan apa yang ia rasakan sebagai kepala keluarga dengan tanggungan yang besar.
Malam itu setelah keluar dari Rumah Sakit, Herman memutuskan untuk menjual ginjalnya Dia bahkan ikhlas hidup dengan satu ginjal asalkan anaknya tak putus sekolah dan mereka dapat sekolah setinggi tingginya. Herman yakin ia akan tetap bertahan hidup meski hanya dengan satu ginjal. Bahkan dirinya juga tahu apa yang akan dideritanya saat satu ginjalnya tidak lagi ada di dalam tubuhnya.
“Iya, saya tahu apa risikonya, tapi saya tidak mau melihat anak saya putus (berhenti sekolah), karena hari ini harus sudah dilunasi. Selain itu, saya tidak ada pekerjaan tetap, dan tempat tinggal juga masih nempatin punya kawan,” ujarnya sambil menahan tangis.
Herman berjalan di bawah teriknya matahari sembari menenteng tulisan ‘Dijual Ginjal Untuk Biayo Sekolah Anak’ yang ia dengan krayon warna warni di papan hijau. Dengan semangat ia mengitari jalan tanpa kenal lelah dan ikhlas sebagai ayah yang harus kehilangan satu ginjalnya untuk buah hatinya, ia harus banting tulang demi masadepan ke empat orang anaknya yang ia yakini akan memiliki masa depan yang lebih baik ketimbang dirinya.
Herman, seorang ayah yang sangat membanggakan, ia merelakan hidupnya demi anaknya. Ia rela menjual ginjalnya dan berdiri teguh menjadi ayah yang terbaik untuk anak anaknya, ia menjadi pahlawan bagi anak anaknya dalam meraih pendidikan tanpa kenal rasa pamrih dan tanpa pernah menunjukkan rasa penat.
Cerita Herman terus menyebar ke seluruh media sosial dari mulai Facebook, Twitter hingga Instagram. Aksinya pun membuat Wali Kota Palembang Harnojoyo langsung bergerak untuk mencari tahu keberadaan bapak penjual ginjal yang disebutkan di media. ” Saya dan tokoh masyarakat sekitar berjanji akan terus membantu Bapak dalam menghadapi situasi ini, pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan kami kagum atas usaha Bapak menyekolahkan anak Bapak, kami akan membantu membiayai pendidikan ke empat anak Bapak. Bapak akan diberikan pekerjaan tetap di Dinas Pertamanan yang dahulu sempat berhenti,” Ujar Harnojoyo sambil menggenggam erat tangan Herman, meyakinkan bahwa semua baik baik saja.