JAKARTA, Beritalima.com– Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA) Nomor 5 Tahun 1960 yang berlaku saat ini tidak mengakomodir kondisi yang sudah banyak berubah di masyarakat. Untuk itu, kata Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan, Herman Khaeron menjelaskan, RUU Pertanahan akan disusun bersifat lex specialis, sebagai komplementasi untuk melengkapi UU PA.
“Kami menganggap UU PA terlalu umum, sehingga harus ada UU yang lebih spesial. UU PA tetap ada sebagai lex generalis. Kemudian lex spesialis-nya adalah RUU Pertanahan ini,” kata Herman saat menjadi narasumber pada Focus Group Discussion (FGD) bertema ‘Mengkritisi Rancangan Undang-Undang Pertanahan’ di Gedung Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta pekan ini.
Dalam FGD yang turut dihadiri Sekretaris Jenderal DPR RI sekaligus Plt. Kepala Badan Keahlian (BK) DPR RI Indra Iskandar itu, politisi senior Partai Demokrat ini mengatakan, setiap informasi serta masukan soal keagrarian dari civitas akademika UGM, dijadikan dasar pertimbangan penyusunan RUU Pertanahan yang dibahas DPR bersama dengan pemerintah.
“Kami ingin menjadikan UU Pertanahan ini sebagai landasan hukum. Karena bagaimanapun UU Pokok Agraria itu sangat umum. UU Pokok Agraria mengatur agraria di Indonesia, tetapi untuk mengatur tata cara pertanahan secara nasional sebagai hak penguasaan negara perlu aturan lex specialis,” pimpinan Komisi II DPR RI ini.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Ilmu Hukum Agraria Fakultas Hukum UGM Prof Dr Maria SW Sumardjono berharap, pertemuan ini dapat semakin mempererat hubungan DPR RI dengan UGM sehingga ke depan kedua pihak dapat melakukan pembahasan secara substansial masalah yang dihadapi.
“Dengan begitu, pada masa-masa mendatang kita bisa berinteraksi lebih baik lagi dalam membahas materi-materi yang secara substansial memberikan kontribusi untuk perbaikan dan penanganan permasalahan pertanahan di negara kita,” demikian Maria SW Sumardjono. (akhir)