JAKARTA, Beritalima.com– Duka menyelimuti dunia pendidikan Indonesia. Sebuah bangunan Sekolah Dasar (SD) Genteng, Gadingrejo, Pasuruan, Jawa Timur, Selasa (5/11) ambruk dan menelan korban jiwa masing-masing seorang murid dan guru meninggal serta 11 lainnya terpaksa mendapat perawatan medis.
Menanggapi kejadian itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI yang membidang pendidikan, pemuda, olah raga, budaya, perawisata dan ekonomi kreatif menyebutkan, peristiwa tersebut sangat memprihatinkan, mengingat anggaran yang digelontorkan untuk pembangunan fasilitas pendidikan sangat besar.
“Harus kita selidiki, dimana akar missnya? Apakah pihak sekolah yang tidak melaporkan kondisi bangunan yang sudah tidak layak, ataukah dari dinas pendidikan kota yang belum menindaklanjuti atau mendiamkan laporan,” kata politisi senior Partai Golkar tersebut.
Ditambahkan Wakil Rakyat dari Dapil Provinsi Kalimantan Timur tersebut, sekolah dasar merupakan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota. Namun, banyak juga program bantuan dari pemerintah pusat seperti dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK).
“Semua stakeholder pendidikan harus proaktif dalam mengajukan dan melaksanakan perbaikan sekolah-sekolah yang kurang layak. Baik dari pihak pemerintah kota, pihak sekolah, maupun orangtua murid”, tambah Ketua Umum Kesatuan Perempuan Partai Golkar ini.
“Standar sarana prasarana Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) menyebutkan, kekuatan bangunan adalah 20 tahun. Gedung ini baru berusia 2 tahun. Jika dibangun dengan baik, harusnya gedung sekolah ini masih memenuhi standar,” jelas perempuan kelahiran Bandung, Jawa Barat 55 tahun silam ini.
Sehubungan dengan keperistiwa tersebut, Hetifah meminta adanya investigasi lebih lanjut mengenai penyebab ambruknya bangunan sekolah tersebut. “Perlu diselidiki, apakah memang ada terjadi gagal konstruksi sejak awal? Pihak-pihak terkait harus bertanggung jawab,” ulang dia.
Dihubungi terpisah, pakar pendidikan yang juga penggagas sekolah aman, Yanti Sriyulianti mengatakan, kuatnya struktur bangunan menjadi hal penting bagi penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
Ditambahkan, kejadian ini harusnya dijadikan momentum bagi pemerintah dan stakeholder pendidikan lainnya untuk benar-benar menanggapi serius pembangunan sekolah aman bencana.
Apalagi, kebanyakan sekolah di Indonesia berada di wilayah rawan bencana, kecuali di Kalimantan. “Bukan hanya pembangunan fasilitas fisik yang harus diperhatikan tetapi juga manajemen penanggulangan bencana dan pendidikan pengurangan resiko bencana,” demikian Yanti Sriyulianti. (akhir)