JAKARTA, Beritalima.com– Politisi senior di Komisi VII DPR RI bidang Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Lingkungan Hidup (LH), Dr H Mulyanto meminta PT Pertamina (Persero) fokus menggarap sektor hilir usaha minyak dan gas (migas).
Kepada Beritalima di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (2/9) siang, Mulyanto mengatakan, permintaan tersebut dia sampaikan untuk menghindari kerugian berulang yang dialami perusahaan plat merah itu seperti pada semester pertama 2020.
Sektor hulu tersebut, kata wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten ini, berupa eksplorasi dan sejenisnya diserahkan kepada Badan Usaha Milik Negara Khusus (BUMN-K) yang akan dibentuk. Tanpa ada pemisahan bidang kerja antara sektor hulu dan sektor hilir, sulit buat PT Pertamina menjadi perusahaan minyak besar berkelas dunia.
Sebab, kata Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bidang Industri dan Pembangunan itu, semua pendapatan dan pengeluaran PT Pertamina akan selalu terkonsolidasi dengan kondisi keuangan anak usahanya di sektor hulu.
Padahal kondisi keuangan perusahaan di sektor hulu ini yang diduga bermasalah.
“Kami dari Fraksi PKS mendesak Pertamina menjelaskan kepada publik, pada bagian mana proses bisnisnya yang mengalami kerugian utama. Apakah pada bisnis bagian hulu, bagian pengolahan, bagian hilir atau retail-nya?”
Sebab, lanjut Mulyanto, saat harga minyak dunia anjlok sampai di bawah USD 20/barel, harga Bahan Bakar Minyak (BBM) kita di hilir tidak ikut turun. “Padahal sesuai aturan harga BBM di Indonesia harusnya mengikuti harga global,” papar Mulyanto.
Bahkan pertanyaan serupa juga saat Rapat Dengar Pendapat antara Komisi VII DPR RI dengan Dirut Pertamina, Senin (31/8),
Mulyanto juga mempertanyakan selisih harga ini semestinya melipatgandakan keuntungan PT Pertamina.
Apalagi dalam kesempatan sebelumnya disebutkan, salah satu strategi PT Pertamina saat krisis minyak adalah mengimpor secara massif minyak mentah untuk memenuhi tangki-tangki PT Pertamina. Bahkan waktu itu akan dilakukan pula peminjaman tangki-tangki cadangan untuk menampung minyak impor, mumpung harganya sedang anjlok.
Namun, nyatanya PT Pertamina malah tetap rugi.
Untuk itu, Mulyanto meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit secara khusus keuangan Pertamina terkait soal tersebut. “Kita perlu audit khusus segera. Agar dapat dipetik pelajaran berharga dari kasus ini.Kita ingin tahu kondisi Pertamina yang sebenarnya. Termasuk kebenaran pernyataan komut Pertamina yang mengaku tidak diberitahu Direksi soal kerugian tersebut,” lanjut Mulyanto.
Doktor lulusan Tokyo Institute of Technology (Tokodai) Jepang tersebut memprediksi kerugian muncul terutama pada bagian hulu, apalagi pada operasi sumur-sumur tua. Kinerja Pertamina di bagian hulu ini kurang memuaskan.
Karena itu, lanjut dia, disegerakan saja pembentukan BUMN-K ini. Apalagi sudah ada putusan MK yang mengamanahkan pembentukan lembaga baru itu. Semakin cepat, semakin baik. Agar Pertamina bisa lebih leluasa memaksikalkan pendapatan di sektor hilir.
“BUMN-K selain mendapat mandat sebagai pelaksana kuasa Negara di bidang hulu migas, sekaligus juga sebagai entitas bisnis khusus pada bidang hulu migas. Kita berharap dapat mengoptimalkan pendapatan Negara dari sisi hulu migas ini untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)