JAKARTA, Beritalima.com– Sejalan dengan keinginan sebagian besar masyarakat, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker). Namun, penolakan Fraksi PKS DPR RI minim dukungan di DPR RI sehingga RUU yang menjadi inisiatif Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Hj Nevi Zuairina mengkritisi pembahasan RUU Ciptaker yang terus berjalan di masa reses. Wakil rakyat dari Dapil II Provinsi Sumatera Barat ini berjanji, tidak hanya mengkritisi. juga bakal terus memperjuangkan aspirasi para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Kepada Beritalima.com, Kamis (6/8) siang, Nevi mengatakan, proses pembahasan RUU Ciptaker ini banyak menerabas pakem kebiasaan di DPR RI. Salah satunya, soal pembahasan yang dilakukan di masa reses. Masa reses seharusnya digunakan anggota DPR RI untuk bekerja di luar kantor seperti mengunjungi konstituen di Daerah Pemilihan (Dapil). Tapi, reses malah digunakan untuk pembahasan RUU yang semestinya dibahas pada masa sidang.
“Kami dari Fraksi PKS tetap konsisten menolak pembahasan RUU Cipta Kerja. Apalagi pembahasannya di masa reses. Meski demikian, kami tetap memberikan pandangan sikap fraksi baik melalui catatan kritis Fraksi dalam Daftar Invetarisasi Masalah (DIM) RUU Omnibus Law Ciptaker maupun di luar parlemen. Meski suara Fraksi PKS kecil di parlemen, kami akan meminta bantuan masyarakat untuk menyuarakan sikap kami,” kata Nevi.
Salah satu sikap Fraksi PKS adalah berkaitan dengan UMKM. Pada RUU Ciptaker terdapat perubahan UU No: 20/2008 tentang UMKM. Salah satu yang krusial adalah diubahnya kriteria UMKM dalam Pasal 94 UU tentang UMKM yang tak lagi memuat limitasi batas minimum kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan pada setiap skala usaha.
Perubahan pada pasal yang mengatur UMKM ini dapat mempengaruhi proses pengembangan UMKM sehingga bakal sulit berkembang karena pada proses menumbuhkan, diperlukan kriteria setiap skala usaha agar semua fasilitas kemudahan atau insentif yang diberikan bagi UMKM benar-benar tepat sasaran.
“PKS akan selalu terdepan dalam memperjuangkan pengembangan UMKM. Kita mengetahui UMKM telah memberikan kontribusi yang besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yaitu 60,34 persen pada tahun lalu. Memperkuat UMKM berarti kita memperkuat ekonomi kerakyatan, karena UMKM merupakan penyangga ekonomi kerakyatan” urai Nevi.
Wakil rakyat yang selalu konsen terhadap UMKM ini menunjukkan di dalam RUU Ciptaker juga dibahas mengenai insentif fiskal dan Pembiayaan bagi usaha mikro. Di dalam Pasal 99 ayat (1) RUU Ciptaker disebutkan, “Dalam rangka pengajuan fasilitas pembiayaan dari pemerintah, usaha mikro diberikan kemudahan/penyederhanaan administrasi perpajakan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan”.
Pada ketentuan itu, Nevi berbendapat, pemerintah hanya memberikan insentif berupa kemudahan/penyederhanaan administrasi perpajakan saja.
Diurai, Fraksi PKS telah memperjuangkan adanya insentif perpajakan dan berupa kemudahan mendapat legalitas usaha, pembiayaan dan penjaminan, insentif perpajakan bagi wirausaha sosial seperti usaha milik pesantren dan ormas keagamaan, kemudahan mendapatkan bahan baku, mengakses pasar, pembebasan kewajiban menanggung iuran BPJS dan terbebas dari kewajiban menerapkan upah minimum regional.
“Upaya untuk menghilangkan kendala yang dihadapi UMKM perlu diberikan insentif dan kemudahan, sehingga perlu diatur di dalam UU. Fraksi PKS memperjuangkan aspirasi yang disampaikan para pelaku UMKM ke dalam RUU Ciptaker karena memandang pengembangan UMKM harus didukung dengan pemberian insentif serta kemudahan bagi UMKM.” demikian Hj Nevi Zuarina. (akhir)