JAKARTA, beritalima.com – Soal Perppu 2/2017 harus dilihat beberapa aspek dari sebuah organisasi mana yang dianggap melanggar. Dan kedua perlu dipertanyakan juga alasannya kenapa Pemerintah menerbitkan Perppu karena mendesak dan genting. Apa benar ormas-ormas membahayakan sekaliber organisasi ISIS dan Al-Kaidah.
“Saya pikir itu dulu pemerintah juga harus terbuka. Kalau hanya masalah seminar menceritakan tentang bentuk-bentuk pemerintahan, sepanjang tidak ada keinginan untuk merubah. Saya pikir tidak ada masalah,” demikian hal itu disampaikan anggota Komite I DPD RI, HM. Mawardi, senator asal Provinsi Kalimantan Tengah.
Ia pun menyatakan, Negara Soviet yang begitu besar akhirnya bubar dan terpecah-pecah. Menurutnya pemerintah harus berpikir bijak, jangan menganggap kondisi yang mendesak langsung menerbitkan Perppu. Seharusnya pemerintah patut mendidik masyarakat, kalau memang masyarakat ada yang salah, ya harus dibimbing.
Oleh karena itu ditegaskan anggota Komite I DPD RI itu, sudah pernahkah pemerintah memberikan bimbingan, sudah pernahkah pemerintah memberikan teguran, sudah pernahkah pemerintah memberikan dialog. Pemerintah tahunya organisasi ini harus bubarkan, seperti HTI, dan FPI karena dianggap anti Pancasila.
“Kita ini negara yang demokratis yang jauh dan maju dan tidak mungkin lagi mundur seperti jaman otoriter, jaman orba, jaman terpimpin. Pemerintah terlalu terburu-buru mengeluarkan Perppu. Sehingga menimbulkan pertanyaan ada apa, ketakutan karena apa” tegasnya.
Lanjutnya, pemerintah takut, sedangkan masyarakat sendiri yang hidup dengan massa segala macam, tidak pernah merasakan agar rakyat ingin seperti khilafah. Karena dalam setiap negara ada konstitusi. Artinya kalau bertentangan dengan konstitusi tidak akan mungkin terjadi jadi. Ini hanya sebatas wacana khilafah.
“Ya kita ini tidak tahu bangsa Indonesia ini 85% penduduknya muslim. 30 itu orang – orang ahli agama, faham tentang hadist al qur’an. Kita tidak tidak tahu kalau rakyat Indonesia diciptakan oleh Allah menjadi beriman dan bertaqwa yang taat. Karena sudah memiliki SDM yang faham agama dan faham menjalankan perintah Allah.
Lebih lanjut ditegaskan Senator asal Kalimantan Tengah kepada beritalima.com, Jum’at (21/7/3017) di kantor DPD RI, ia menyatakan bahwa hal itu tidak perlu dimunafikan karena suatu saat akan terjadi tapi jamannya kapan karena tidak tahu. Dan menggabungkan antara ulama dan pemerintah, hingga disebut khalifah dan terbentuklah kekhalifahan.
“Itukan jamannya sahabat-sahabat Nabi, semua itu karena Allah ta’ala. Sekarang kita ini harus sepakat bahwa Negara kita ini adalah Negara kesatuan. Tapi kalau orang mau berdakwa, mau msnyampaikan pesan-pesan agama. Saya pikir jangan sampai membatas-batasi itu,” pungkasnya.
Hal lain disebutkan Mawardi, mantan Bupati Kabupaten Kapuas, bahwa yang menghancurkan Negara itu bukan rakyat tapi pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia sendiri. Semuanya itu ada UU Ormas, ada caranya dengan memberikan bimbingan dan teguran kemudian bubarkan menurut pengadilan. Pengadilan akan membubarkan karena sudah melanggar.
Masih ditandaskan Senator, dalam Perppu tidak disebutkan proses peradilan, nanti kata Senator asal Kalteng itu, jangan salahkan rakyat menghukum pada tahun 2019. Pernyataan Pilkada DKI menjadi suatu ketakutan berlebihan bahwa ormas-ormas Islam. “Kita malah salut terhadap ormas yang berani berkata yang benar ya benar, yang salah ya salah. Tipe orang bicara bermacam-macam, ada yang lembut dan ada pula yang kasar. Yang penting isinya, jadi jangan mempersoalkan,” terangnya.
Maka dari itu disampaikan Muhammad Mawardi, untuk merefleksi dan mengevaluasi diri, untuk merenungkan benar apa tidak. jangan hanya membuat jargon bahwa ekonomi kita maju atau ekonomi kita mao maju tapi kondisi masyarakat Indonesia yang merasakan, kemampuan menurun, itu yang harus dijawab.
“Jangan bilang demi kemakmuran, kalau kemakmuran dengan sistem yang ada ini tidak pernah menjawab harapan masyarakat. Saya juga tidak sependapat,” tuturnya.
Otonomi Daerah
Ditempat yang sama Muhammad Mawardi menjelaskan mengenai otonomi daerah. Jangan dibilang Pemerintah daerah tidak mampu dan selalu dibantu dari pusat. Padahal uang yang menumpuk di pusat itu berasal daerah, mengeruk hasil sumber daya daerah. “Coba kalau sistem keuangan sistem desentralisasi, dari sisi pendapatan pajak, distribusi dan sebagainya. Mungkin daerah lebih kaya dari pusat.
“Saya sepakat DPD RI meminta pusat tidak perlu banyak-banyak uang. Uangnya diberikan ke daerah untuk membangun daerah karena yang membangun daerah. Sayangnya pemerintah pusat selalu beralasan kualitasnya tidak sebagus pusat. Karena duitnya tidak ada di daerah. Andai ada duit yang berlebihan, daerah akan bangun jalan yang lebih bagus,” jelasnya.
Perpindahan Ibukota Negara
Mawardi melihat memindahkan ibukota negara harus dilihat beberapa aspek dan menghormati cita-cita luhur Soekarno Presiden RI Pertama, bukan karena pribadi akan tetapi untuk bangsa dan Negara. Dan telah terbukti berjuang untuk proklamasi. Namun dijelaskan Mawardi, bahwa elit sekarang ini untuk kepentingan kelompok, pribadi dan golongan. Sedangkan Soekarno bukan untuk kepentingan kelompok melainkan kepentingan bangsa dan negara.
“Ibukota Negara dipindahkan di Palangkaraya, posisinya berada di tengah-tengah. Dari sisi transportasi lebih efektif, sedangkan dari sisi pertahanan dan keamanan bisa dikendalikan lebih cepat
Begitu juga dari sisi lahan, perlu lahan yang luas sedangkan di Jawa lahannya sudah sempit dan harganya mahal. Sayangnya elit-elit Jakarta tidak rela ibukota Negara dipindahkan,” pungkasnya. dedy mulyadi