SURABAYA, beritalima. com | HPL atau kepanjangan dari Hari Putri Lestari, anggota Komisi E DPRD Provinsi Jatim dari fraksi PDIP mengakui bahwa reses tahun ini merupakan awal Tari, panggilan akrabnya, menyerap aspirasi masyarakat, terutama di dapilnya Jember-Lumajang. Pengalaman pertama sejak dilantik sebagai anggota DPRD Provinsi Jatim ini dipergunakan sebaik-baiknya oleh Tari. Karena Tari menyadari bahwa mendapatkan amanah dari masyarakat itu tidak mudah.
Politisi asal PDIP ini menegaskan, ketika melakukan kunjungan Tari benar-benar ingin menyerap aspirasi masyarakat, meskipun usulan, bahkan curhat mereka tidak bersinggungan dengan komisinya,”Aku bikin angket, siapapun boleh menulis dan mengungkapkan idenya, pemikirannya, bahkan curhatnya. Ini penting buat aku. Karena nantinya apa yang mereka inginkan akan aku sampaikan ke ketua partai, ketua fraksi dan ketua komisi. Semua aku tampung. Meski mungkin permasalahan mereka harus diselesaikan di pusat atau daerah. Aku tetap akan mendampingi sampai mereka mendapatkan solusi,”tegasnya.
Masyarakat berasumsi jika semua permasalahan adalah wewenang DPR RI dan DPRD untuk menyelesaikan, pemikiran awam ini menjadi masukan bagi Tari untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat,”Anggapan bahwa DPR RI dan DPRD itu bisa menyelesaikan masalah, sebenarnya tidak salah, namun juga tidak sepenuhnya benar. Tugas DPR RI maupun DPRD hanya menampung aspirasi, mengusulkan ide mereka, menghimbau dan menyampaikan ke pemerintah. Untuk pembuat kebijakan dan eksekutor, itu sepenuhnya milik pemerintahan. Saya tegaskan, bahwa pembuat kebijakan dan eksekutor adalah pemerintah,”tegasnya.
Tari mengungkapkan, meskipun demikian, apapun keinginan rakyat harus ditampung dan direalisasikan. Termasuk saat Tari dalam reses tersebut menyempatkan diri untuk mengunjungi badan penanggulangan bencana,”Saya prihatin melihat ketersediaan alat penanggulangan bencana yang ada di Lumajang dan Jember. Padahal bencana di Jember itu lengkap. Mau kebakaran hutan, ada. Mau longsor, ada. Mau banjir, ada. Mau tsunami, ada. Tapi alat penanggulangan bencana, kurang dari memadai. Ini yang harus menjadi perhatian pemerintah. Janganlah pemerintah ujuk-ujuk menyalahkan para petugas saat terjadi bencana. Kesigapan petugas sangat berkaitan dengan peralatan yang tersedia dan masih berfungsi. Sementara alat-alat penanggulangan bencana, dari 5 truk tangki, yang bisa digunakan hanya 2. Belum termasuk peralatan yang lain. Jadi saya berharap pemerintah benar-benar memperhatikan kebutuhan peralatan mereka. Sebaiknya kita preventif dulu, daripada menunggu bencana datang baru membahas ketersediaan alat penanggulangan bencana. Kerugian yang disebabkan oleh bencana jauh lebih besar. Jangan berhitung dengan pengeluaran biaya membeli alat, pasti Selisinya jauh lebih banyak kalau kita tertimpa bencana,”pungkasnya. (yul)