SURABAYA, Beritalima.com |Anggota Komisi E DPRD Provinsi Jatim Hari Putri Lestari (HPL) menanggapi maraknya KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) yang justru dilakukan oleh orang terdekat korban. Termasuk anak-anak usia sekolah SD yang viral di media sosial. Senin (7/9/2020)
“Saya mengamati dari berita maupun informasi dari para aktivis atau Komnas HAM, Komnas anak ya, KDRT itu selama pandemi covid-19 meningkat cukup tajam kekerasan terhadap anak, terhadap istri ataupun terhadap suami, dalam rumah tangga. Intinya yang jadi faktornya banyak, satu yang utama adalah faktor ekonomi. Kedua faktor psikologis yaitu kejenuhan,” terang HPL.
Politisi asal PDIP ini menambahkan, banyaknya pekerja yang dirumahkan atau kerja yang 50-50 setiap hari gantian, ya ada yang sip-sipan bahkan ada yang kerja di rumah, kemudian apalagi yang di PHK.
“Faktor sering ketemu, ada stres terhadap rutinitas, selalu di rumah. Nah apalagi anak juga mayoritas masih di rumah, yang tadinya ditugaskan di sekolah ditugaskan ke orang tua. Jadi orang tua bekerja ketambahan PR atau tugas-tugas dari sekolah. Jadi faktor-faktor itu yang membuat gesekan atau kejenuhan sehingga memicu emosi yang menyebabkan mereka sulit mengendalikan diri,” sambung HPL.
“Kedua Faktor kepanikan atau beban mengajar tadi yang banyak orang tua juga tidak menguasai tugas-tugas yang diberikan oleh sekolah. Jadi extra tambahan kerja. Sebagai orang tua merangkap menjadi guru di rumah. Apalagi anak juga beda ditegur sama orang tuanya sendiri dengan cara guru menegur. Kalau di rumah memang orang tua mengajar, tetapi kan hal-hal yang sifatnya etika normatif, bukan pelajaran yang perlu diperoleh tetapi kejengkelan, luapan emosi orang tua karena tidak memahami mekanisme materi pelajaran sekolah anaknya,” lanjut HPL.
HPL menjelaskan bahwa negara sudah mengatur tindakan pencegahan KDRT, yaitu dengan undang-undang. “Saya mengamati mayoritas masyarakat Indonesia terutama di Jawa Timur. Di daerah-daerah seluruh Indonesia undang-undang perlindungan terhadap anak terdapat pada undang-undang nomor 23 tahun 2012 yang sudah dirubah dan direvisi dengan undang-undang nomor 35 tahun 2014. Ternyata UU tersebut 1 tidak tersosialisasi secara masif kepada seluruh warga Indonesia, baik itu kepada orang tua maupun anak, apalagi para istri dan masyarakat,” sergahnya.
HPL menegaskan undang-undang kekerasan dalam rumah tangga nomor 23 tahun 2004, berarti 16 tahun sudah kedaluarsa. Undang-undang nomor 23 tahun 2004 dan 2013 yang sudah direvisi dalam UU KDRT nomor 35 tahun 2014 sangat penting untuk disosialisasikan lagi. HPL menyebut pihaknya melakukan komunikasi dengan pengamat ataupun para aktivis ternyata banyak dari mereka yang tidak mengetahui perihal UU KDRT tersebut, mereka mengaku belum pernah membaca perihal UU KDRT.
“Kalau melakukan kekerasan dalam rumah tangga ada sanksi hukum yaitu penjara.Tugas kita mengingatkan kembali dengan adanya kasus-kasus ini.
Sebagai media atau tokoh masyarakat, para politisi atau pemerintah, mengingatkan lagi bahwa Kekerasan ini ada sanksi hukum. Supaya Kekerasan ini bisa diminimalisasi, karena KDRT dalam rumah tangga akan berdampak kepada aspek psikologis anak. Kekerasan terhadap suami-istri, terhadap anak-anak harus dihentikan, atau aparat akan mengambil tindakan hukum dengan sanksi masuk penjara,” pungkasnya.(yul)