Pelantikan forum yang diketuai Muhammad Hasan ini turut disaksikan Ketua International Organisation for Migration (IOM) Aceh, Muhammad Madya Akbar dan Kepala BPBD Kota Banda Aceh, Ridwan.
Dalam sambutannya, Illiza mengatakan bencana tidak pernah bisa ditolak, tapi masyarakat bisa meminimalisir resiko dari bencana tersebut.
“Bencana memang tidak bisa kita tolak, tapi kita bisa mengurangi resikonya. Tentunya kalau masyarakat kita memiliki pengetahuan tentang PRB ini,” ujar Illiza yang sering menjadi pembicara tentang PRB di forum-forum Internasional, seperti di forum PBB.
Lanjut Illiza, keberadaan FPRB Kota Banda Aceh menjadi sangat penting dalam rangka memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang bagaimana menghadapi bencana, minimal dapat menyelamatkan diri sendiri saat bencana datang.
Dalam kesempatan tersebut, Illiza juga menyampaikan bahwa Kota Banda Aceh memiliki hubungan kerjasama kota kembar dengan Higashimatsushima Jepang terkait beberapa bidang, termasuk PRB dan pembangunan kota yang berkelanjutan.
“Banyak transfer knowledge antara Banda Aceh dan Higashimatsushima. Banyak hal yang kita dapatkan dari mereka dan juga sebaliknya lewat kerjasama sister city ini,” ujar Illiza seraya menceritakan pengalamannya diundang dan menjadi pembicara terkait PRB di beberapa Universitas di Jepang.
Kata Illiza, warga Jepang menanyakan kenapa Banda Aceh menjadikan kapal, rumah ibadah, rumah dan bangunan lainnya yang pernah diporakporandakan tsunami sebagai monument. Sementara warga Jepang tidak pernah sanggup mengenang musibah serupa yang mereka alami karena telah merenggut ribuan nyawa.
“Saya jawab, monument itu akan menjadi sejarah untuk kemudian dipelajari oleh anak cucu kami dengan harapan mereka memiliki pengetahuan tentang kebencanaan dan mengerti cara mengurangi resikonya,” jelas Walikota.
Kepada Forum yang dikukuhkannya, Illiza berharap forum yang anggotanya berasal dari multi sektor tersebut dapat terus aktif memberikan pendidikan kebencanaan kepada masyarakat agar masyarakat Kota nantinya benar-benar menjadi masyarakat yang tangguh terhadap bencana.
“Terus bekerja dan berada ditengah-tengah warga untuk memberikan pengetahuan kepada mereka tentang pengurangan resiko bencana,” pinta Illiza.
Ketua Forum Pengurangan Resiko Bencana (FPRB) yang baru dikukhkan Walikota, Muhammad Hasan menyampaikan kepengurusan FPRB Kota Banda Aceh yang dipimpinnya terdiri dari para pegiat bencana dan sejumlah staf dari SKPD terkait Pemko Banda Aceh.
“Ada RAPI, PMI, LSM, TAGANA, unsur dari Telkomsel, Akademisi dan staf dari Dinas Kesehatan yang tergabung di forum ini. Kita telah bekerja dari 2015,” ungkap Muhammad Hasan.
Katanya, forum ini lebih fokus kepada sosialisasi PRB, bukan dalam hal penanggulangan. Selama ini FPRB telah melakukan aktivitas di sejumlah Kecamatan dalam wilayah Kota Banda Aceh yang dianggap rawan bencana, seperti Kuta Alam, Bandaraya, Jaya Baru dan Baiturrahman.
“Sosialisasi lebih banyak kita kepada kaum perempuan, karena kita nilai selama ini perempuan merupakan korban terbanyak saat terjadi bencana,” ujar Muhammad Hasan.
Muhammad Hasan berharap, kehadiran mereka di tengah-tengah warga kota dengan cara terus menerus memberikan pengetahuan PRB dapat menjadikan Kota Madani menjadi kota yang tangguh terhadap bencana,’’(**)