SURABAYA, beritalima.com | Provinsi Jatim memiliki potensi besar dalam pengembangan ekonomi syariah. Dimana ekonomi syariah memiliki perspektif yang berorientasi kepada kesejahteraan masyarakat. Hal ini sejalan dengan impact investment yaitu investasi yang tidak hanya berorientasi pada keuntungan semata tapi juga bertujuan untuk memberikan dampak baik atau keuntungan bagi masyarakat.
Hal tersebut disampaikan Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak saat menjadi pembicara dalam 4th Annual Islamic Finance Conference (AIFC) di Hotel JW Marriot Surabaya, Rabu (24/7)
Menurutnya, impact investment dan keuangan syariah memiliki prinsip yang sama. Sehingga, kedua hal ini bisa dikembangkan di Jatim. Apalagi saat ini pemerintah terus mengembangkan potensi keuangan syariah di Jatim.
“Orang kadang-kadang berpikir ngapain sih saya bisnis repot-repot untuk dapat hasil yang sama atau bahkan nggak sebanyak itu. Tapi kalau di dalam Islamic Finance atau dalam impact investing yang dipilih sebagai tema hari ini nggak begitu pikirnya. Saya mau repot-repot asal memang bisa menutup biaya tapi yang juga mampu membuat orang lebih sejahtera,” katanya.
Emil mengatakan, pola pikir inilah yang ingin diselaraskan dengan pengembangan Jawa Timur sebagai pusat ekonomi syariah terutama di Madura. Seperti diketahui, di Madura rencananya akan dikembangkan Islamic Science Park (ISP). Disana akan dikembangkan fasilitas Meeting Incentive Converence Exhibition (MICE) yang berskala internasional sehingga event seperti ini bisa diselenggarakan disana dan punya cakupan yang lebih besar seperti ASEAN misalnya.
Terkait impact investment ini Emil lantas mencontohkan, misalkan suatu rumah tidak memiliki sanitasi layak namun lokasinya dekat dengan lokasi wisata. Bila pemilik rumah diberikan dana untuk memperbaiki sanitasi, maka rumah tersebut bisa dijadikan homestay yang mana keuntungannya bisa untuk membayar renovasi tersebut.
“Itu kan memecahkan dua masalah. Satu sisi pemilik rumah dapat kelayakan dengan sanitasi yang baik. Sisi lainnya ketika bank takut resiko dananya tidak bisa terbayar, namun dengan impact investing, orientasinya tidak cepat kembali dananya tapi ia berani mengambil resiko tinggi untuk hal yang lebih berdampak baik bagi masyarakat,” katanya.
Contoh lainnya adalah tentang pengelolaan tanah. Salah satunya ketika seseorang memiliki tanah banyak, ia diharuskan membayar zakat mal terhadap harta yang ia miliki. Dengan memanfaatkan tanah tersebut untuk kegiatan produktif, maka hal ini menjadi salah satu cara untuk mengcover biaya zakat mal dengan cara memproduktifkan tanah tersebut.
“Sebenarnya ini adalah salah satu contoh impact investing kalau tanah itu produktif minimal zakat malnya bisa tercover. Tapi kalau tanah itu didiamkan enggak produktif itu kan sayang sekali,” katanya.
Ditambahkannya, terkait masalah wakaf menurutnya ada jenis wakaf tunai dan bank wakaf. Konsepnya tidak selalu one time charity tapi bisa dengan dana bergulir yang pembiayaannya untuk mendorong ekonomi fakir miskin. Hal ini dilakukan agar fakir miskin dapat diberdayakan.
“Ini adalah contoh-contoh bagaimana banyak sekali spektrum potensi amal jariyah yang bisa kita dorong salah satunya wakaf. Yang mana kalau dikelola secara profesional dan artinya ada critical match, ini bisa dilakukan untuk hal-hal yang lebih besar,” katanya.
Sementara itu Wakil Menteri Keuangan RI Prof. Mardiasmo mengatakan bahwa keuangan syariah memiliki potensi besar dalam impact investment. Dimana tujuan investasi syariah adalah untuk mencapai hal yang baik dan menghindari hal yang haram, serta adanya kewajiban mengeluarkan zakat kepada yang berhak. Hal ini sejalan dengan impact investment yaitu tujuan bisnis tetap tercapai dan bisa memberikan manfaat kepada masyarakat dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ( Sustainable Development Goals / SDGs).
Konsep impact investment dalam keuangan syariah, lanjutnya, diwujudkan pemerintah dalam penerbitan green sukuk yang digunakan untuk membangun 727 km jalur kereta double-track, pengelolaan sampah untuk 3,4 juta rumah tangga, dan 121 pembangkit listrik mini tenaga matahari.
Ditambahkannya, berbagai negara termasuk Indonesia saat ini sedang fokus untuk mewujudkan SDGs. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan biaya yang tidak sedikit. World Investment Report 2014 melaporkan bahwa untuk mencapai 17 sasaran dalam SDGs, negara berkembang masih membutuhkan tambahan investasi.
“Tambahan investasi ini tidak dapat diperoleh hanya dengan mengandalkan model investasi tradisional. Inovasi menjadi hal yang mutlak untuk dilakukan dan peran dari sektor privat perlu untuk ditingkatkan, salah satu inovasi tersebut diwujudkan dalam bentuk impact investment,” katanya.
4th Annual Islamic Finance Conference (4th AIFC) diselenggarakan pada tanggal 24 – 25 Juli 2019 di Surabaya dengan mengusung tema “Blending Islamic Finance and Impact Investing for SDGs”. Konferensi ini bertujuan untuk mendorong diskusi terkait kontribusi dan kolaborasi keuangan syariah dengan impact investment, serta perannya dalam mencapai sasaran yang tercantum dalam SDGs. (rr)