Ina Febriana Sari: Untuk Taekwondo Indonesia, Dedikasi Tak Pernah Berhenti

  • Whatsapp

Jakarta – Sosok wanita ini separuh hidupnya memang didedikasikan untuk Taekwondo. Ia malang melintang di dunia ilmu bela diri asal Korea itu baik sebagai atlet pada awal karirnya, pelatih, manajer tim nasional, hingga wasit internasional. Semua itu menjadi bagian dari perjalanan hidupnya hingga saat ini. Selama hampir satu dasa warsa ini, Ina juga concern pada kegiatan kepelatihan, baik sebagai narasumber maupun sebagai pengurus yang menjabat sebagai Ketua komisi kepelatihan di Pengurus Besar Taekwondo Indonesia (PBTI).

Sosok wanita pemegang DAN tertinggi Kukkiwon di Indonesia ini, memang keliatan agak tomboy. Tapi Ia tetap terlihat modis dan cantik, karena selalu tampil fashionable. Itulah yang membuat dirinya selalu tampak muda, menarik dan terkesan santai. Namun ketika sudah berada dalam aktivitas dan atmosfir kegiatan Taekwondo, semua berubah. Ia menjadi sosok yang cukup disegani dimata para praktisi, baik dari atlet, pelatih hingga para wasit. Apalagi ketika saat dirinya memberikan materi diklat, baik soal perwasitan maupun kepelatihan. Bukan karena memang dirinya ingin tampil di hormati, namun karena Ia memang selalu serius dan all out dalam menjalankan tanggung jawab dan profesinya.

Ya, Ina Febriana Sari namanya, belum lama ini Ia dianugerahi pemerintah, melalui Kemenpora RI sebagai pelatih berprestasi tahun 2021.

Hampir dua dasa warsa lebih, Ia aktif di PBTI. Puluhan penghargaan baik nasional maupun internasional dan sertifikat kompetensi menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Semua itu melegitimasi dirinya menjadi salah satu sumber referensi bagi praktisi taekwondo untuk mentransformasi keilmuannya, maupun sekedar berbagi pengalaman untuk menjadikannya motivator bagi kalangan taekwondoin di Indonesia.

Bersama dua anggota Pengurus Besar Taekwondo Indonesia (PBTI) lainnya, yaitu Indra Mulia Ari Zuhri yang menjabat Sekjen PBTI, dan Anthony Musa Siregar yang saat ini menjabat sebagai Ketua Harian PBTI, nama Ina juga sudah melekat menjadi Grand Master (GM). Sebuah panggilan yang menggambarkan seorang praktisi taekwondo berada di puncak pengakuan dan eksistensi dari perjalanan kompetensi keilmuannya sebagai praktisi taekwondo.

Sudah ratusan event yang diikutinya baik sebagai wasit nasional maupun internasional. Sudah puluhan penghargaan pula tersematkan kedalam dirinya sebagai wasit. Salah satu penghargaan bergensinya adalah menjadi yang terbaik dari 50 negara ketika menggelar uji kompetensi. Acara yang digelar dua tahun lalu yang bertajuk Pohang World University Taekwondo Competition ini, semakin melekatkan namanya sebagai salah satu wasit internasional terbaik yang bukan saja menjadi aset Indonesia, tapi juga aset yang dimiliki oleh organisasi Taekwondo Asia (Asian Taekwondo) dan organisasi taekwondo dunia (World Taekwondo).

Pengabdian dan dedikasinya terhadap dunia yang membesarkan namanya ini, menurutnya akan terus ia sumbangsihkan kepada bangsa dan negara. Ia tidak pernah lelah dan selalu melihat optimisme akan pasang surut prestasi taekwondo Indonesia. Karena, Ia yakin Taekwondo Indonesia suatu saat akan kembali tampil mendunia.

“Mungkin saya bukanlah mantan atlet berprestasi, tapi Saya akan terus berusaha memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman terbaik yang pernah dimiliki kepada para praktisi taekwondo, baik kepada para wasit maupun pelatih, agar mereka memiliki kompetensi yang baik agar bisa berkarir dan berkiprah dalam berbagai kegiatan taekwondo,” ujar GM Ina yang pernah meraih predikat the best PARA Referee di ajang Kejuaraan Asia yang berlangsung di Yordania 2019 silam.

Seperti yang disampaikannya ketika diwawancarai langsung president Kukkiwon, terkait dengan motivasinya menyelesaikan High DAN, Grand Master Ina menjawab bahwa, motivasi dan tujuannnya mengambil High DAN adalah untuk memberikan contoh kepada taekwondoin muda, para pemegang sabuk hitam agar terus berlatih dan mempelajari filosofi taekwondo itu sendiri bagi kehidupannya sehari-hari.

Ya, GM Ina amat concern dan peduli pada taekwondoin muda, karena memang menurutnya semakin kedepan, tantangan pemegang sabuk hitam sangat berat, apalagi saat ini dihadapi dengan berbagai tantangan dan perkembangan olahraga taekwondo di seluruh dunia yang makin modern dengan penggunaan peralatan dan teknologi yang semakin canggih dalam pertandingannya.

Dirinya selalu berpesan dan memberikan motivasi agar mereka, taekwondoin muda jangan berpuas diri dan berhenti untuk mencari ilmu baru yang nantinya dapat diberikan kepada generasi muda taekwondo.

“Seperti filosofinya, bahwa sabuk hitam adalah sabuk putih yang tidak pernah berhenti berlatih,” tegasnya.

Terkait dengan profesinya sebagai wasit. Dirinya berpesan bahwa, wasit atau pengadil dilapangan memang menjadi profesi amat strategis bagi sebuah pertandingan. Tak terkecuali pertandingan di cabor taekwondo. Karena ditangannyalah sebuah keputusan penting diambil tentang nilai kemenangan.

Oleh karena itu, menurutnya, wasit disamping harus menguasai teknik penilaian dan aturan dalam suatu pertandingan, dirinya juga harus paham bagaimana sebuah skill atau teknik diukur dalam perspektif standard baku penilaian yang sudah ditentukan parameternya oleh badan dunia taekwondo tentang aturan penilaian pertandingan.

“Kecakapan seorang wasit itulah yang melegitimasi dirinya menjadi wasit internasional (International referee) yang disematkan kedalam pundaknya ketika mewakili negaranya memimpin sebuah pertandigan di kejuaraan Internasional,” terang Ina.

Oleh karenanya, Ina berpesan, baik kepada para wasit maupun pelatih, bahwa kompetensi yang dilegitimasi dan disertifikasi dalam sebuah kurikulum pendidikan dan penyegaran, haruslah dibarengi dengan kemampuan dirinya menguasai bahasa asing.

Menurutnya, sangat penting bagi setiap praktisi taekwondo Indonesia, ketika ingin serius mengembangkan potensi dirinya dan berkarir dalam dunia taekwondo, maka tiada jalan lain, bahasa asing harus dikuasai. Inilah yang menjadi salah satu problem yang harus terus ditingkatkan bagi para praktisi taekwondo Indonesia. Khususnya bagi para wasit nasional dan para wasit daerah. Karena yang namanya event Internasional, bukan saja event tersebut berada di luar negeri. Bisa saja event Internasional itu berada di Indonesia sebagai tuan rumah.

Menurutnya, kendala bahasa akan menjadi salah satu distorsi keseragaman, dan pemerataan para wasit di Idonesia.

Masalah bahasa ini akan menjadi concern dirinya, untuk terus membantu memberikan motivasi, semangat dan pengalamannya kepada para taekwondoin.

“Saya akan terus bersama para pengurus lain dan bersama tokoh-tokoh senior lainnya melaksanakan program sekaligus melakukan sharing knowledge dan sharing experience agar pemerataan kapasitas dan kompetensi baik wasit maupun pelatih benar- benar dirasakan,” ujar Pendiri INA Taekwondo Academy yang saat ini disela-sela kesibukkanya, masih sempat serius mempersiapkan diri mengikuti kejuaraan dunia poomsae yang akan digelar dalam waktu dekat ini. (Red).

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait