JAKARTA, Jumlah orang dewasa dengan berat badan berlebih di Indonesia telah berlipat ganda selama dua dekade terakhir * kata WHO dan UNICEF hari ini, sekaligus menyerukan tindakan segera untuk meningkatkan undang-undang, kebijakan dan peraturan untuk mengekang ketersediaan makanan dan minuman yang tidak sehat.
Obesitas anak juga meningkat, dengan satu dari lima anak usia sekolah dasar dan satu dari tujuh remaja di Indonesia mengalami kelebihan berat badan atau obesitas, menurut Survei Riset Kesehatan Dasar Nasional (RISKESDAS) 2018.
Anak dan remaja yang mengalami obesitas cenderung menderita penyakit tidak menular seperti diabetes dan berbagai penyakit kardiovaskular, juga mengalami depresi karena stigma. Mereka lebih mungkin absen dari sekolah, mengalami penurunan prestasi belajar dan lebih mungkin tidak menyelesaikan pendidikan tinggi. Anak yang mengalami obesitas juga berisiko menjadi orang dewasa yang obese.
“Gizi yang baik bukan hanya tentang memiliki cukup makanan untuk dimakan tetapi juga mendapatkan makanan yang tepat untuk dimakan,” kata Perwakilan UNICEF Debora Comini. “Tetapi ada terlalu banyak anak-anak dan remaja di Indonesia memiliki sedikit pilihan sehat dan bergizi yang tersedia, dan terlalu banyak orang tua yang tidak memiliki pengetahuan memadai untuk mengambil keputusan terbaik terkait pilihan makanan keluarga mereka.”
Tingkat obesitas di Indonesia meningkat pesat baik di rumah tangga kaya maupun miskin karena mereka beralih dari pola makan tradisional ke produk olahan yang seringkali lebih tinggi lemak dan gula, dan lebih murah daripada makanan sehat.
Orang yang tinggal di daerah perkotaan lebih cenderung kelebihan berat badan karena akses ke makanan olahan lebih mudah. Kehidupan kota juga dikaitkan dengan gaya hidup yang lebih banyak duduk, terutama di kalangan perempuan dan anak perempuan, karena infrastruktur yang tidak memadai seperti trotoar sempit dan kurangnya taman, yang membatasi kesempatan untuk berolahraga.
“Data ini adalah pengingat yang kuat bahwa obesitas adalah krisis kesehatan masyarakat global saat ini,” kata Perwakilan WHO Dr N. Paranietharan. “WHO mendorong negara-negara untuk mengatasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap obesitas dengan memberlakukan disinsentif pada konsumsi yang tidak sehat, mempromosikan ketersediaan makanan sehat dan partisipasi yang lebih besar dalam gaya hidup aktif.”
Akses murah dan mudah ke makanan tidak sehat, bersama dengan praktik pemasaran dan pengemasan yang eksploitatif, secara langsung terkait dengan pertumbuhan kelebihan berat badan dan obesitas. Di kalangan orang dewasa dan anak-anak, asupan makanan olahan sangat terkait dengan kelebihan berat badan, dengan konsumsi soda terutama terkait dengan obesitas di kalangan pria dewasa. Mie instan dan minuman manis juga menyebabkan peningkatan kadar protein C-reaktif – penanda risiko kardiovaskular – menurut penelitian yang menggunakan data perwakilan nasional.
Untuk mengatasi epidemi obesitas yang terus meningkat, UNICEF dan WHO menyerukan peningkatan undang-undang dan kebijakan yang mengekang akses ke makanan dan minuman yang tidak sehat, seperti pajak atas minuman manis, dan berbagai tindakan pelengkap seperti pelabelan kemasan yang dapat membantu. konsumen mengidentifikasi produk yang tidak sehat dan membuat pilihan nutrisi yang lebih baik. Industri makanan dan minuman juga harus berkomitmen untuk menghasilkan pilihan makanan yang lebih sehat dan terjangkau.