JAKARTA, Beritalima.com– Pro dan kontra terkait rencana pemulangan Warga Negara Indonesia (WNI) bekas kombatan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) ke tanah air menjadi perhatian serius anggota MPR RI dari Dapil V Provinsi Jawa Tengah, Muchamad Nabil Haroen.
Dalam sosialisasi Empat Pilar MPR di Resto Ce-Es, Solo, Jawa Tengah, Minggu (9/2), Ketua Umum Pencak Silat Nahdlatul Ulama (NU) dari perguruan Pagar Nusa itu kembali mengingatkan pentingnya kajian mendalam terkait pemulangan WNI eks kombatan ISIS tersebut.
Lepas dari pro dan kontra, kata laki-laki yang akrab disapa Gus Nabil itu di hadapan 250 undangan terdiri dari unsur Muslimat NU, Lanabge Jagad, elemen ormas, dan perwakilan pemuda se Solo Raya, perlu kembali saya ingatkan, jangan gegabah dan perlu kajian mendalam terkait pemulangan mereka.
Menurut anggota Komisi IX DPR itu, saat ini ada sekitar 600 WNI bekas kombatan ISIS yang terkatung-katung di luar negeri. Setelah ISIS tumbang, nasib mereka yang memperjuangkan ISIS juga mengalami ketidakjelasan.
Di antara mereka itu, ada sekitar 600 WNI yang pernah pergi ke Syiria dan Iraq untuk bergabung dengan ISIS.
Menurut Gus Nabil, penting dilakukan untuk mengkaji sejumlah hal seperti kadar radikalisme, latar belakang politik dan ideologi eks kombatan tersebut.
“Tidak itu saja, sosio-politiknya harus dikaji. Tentu saja, ada perbedaan perlakuan terhadap anak-anak dan perempun. Intinya, kita harus tahu bagaimana indeks radikalismenya,” kata Gus Nabil.
Gus Nabil menegaskan, perlunya koordinasi lebih jauh antara Kementrian Luar Negeri, Kemenkumham, Kementrian Agama dan institusi terkait untuk mengambil langkah preventif. “Juga, kita perlu koordinasi dengan lembaga-lembaga internasional yang mengurus masalah ini, terutama terkait dengan hukum internasional dan bantuan kemanusiaan untuk mereka,” kata Gus Nabil.
Pasalnya, sejumlah negara seperti Inggris misalnya, sudah menolak warga negera mereka yang bergabung dengan ISIS. Inggris bahkan mencabut pasport warga negara mereka yang bergabung ISIS. “Untuk Indonesia, kita harus kaji mendalam lagi, bagaimana solusi-solusinya.”
Untuk itu, harus ada prioritas terhadap masalah krusial ini. Secara teknis, ini termasuk problem internasional yang memerlukan pendekatan internasional. ”Prioritasnya, kita tidak mengorbankan kedamaian rakyat banyak, hanya untuk kelompok sedikit yang telah mencederai komitmen terhadap NKRI. Membela ISIS, apalagi membakar pasport, itu mengkhianati negara dan selayaknya harus ada sanksi,” demikian Muchamad Nabil Haroen. (akhir)