Ini Kata Ketum LMKI Saat Seminar Di Marwadewa Bali

  • Whatsapp

BALI, beritalima.com | Badan Eksekutive Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Marwadewa, Bali, menyelenggarakan seminar di auditorium Widya Sabha Utama, Sabtu 30 November 2019.

Kegiatan prestisius berskala nasional ini, mengambil tema “Bagaimana Menciptakan Penegak Hukum Yang Berintegritas dan Obyektif Dalam Penegakan Hukum di Negara Kesatuan Republik indonesia”.

Dalam kegiatan ini, sebagai keynote speaker yakni Kapolda Bali. Sedangkan pembicara, antara lain DR. MANAHAN SITOMPUL. SH.M.HUM. (Mahkamah Konsitusi Republik Indonesia), PROF.DR.JOHANES IBRAHIM KOSASIH,SH.,M.HUM (Akademisi), DEWA ARYA LANANGRAHARJA, SH.,MH (Kejaksaan Negeri Denpasar), ROHMAN HAKIM,SH.,MH.,S.Sos,MM (Ketua Umum Lembaga Mediasi Konflik indonesia),
DR. I MADE SEPUD, SH., MH.

Advokat senior Rahman hakim, banyak mendapatkan pertanyaan dan aplous tepuk tangan dari para peserta. Mengingat ketua umum LMKI ini bertutur menyoroti secara kritis tentang problematika hukum dan praktek ketidakadilan yang dia sebut sebagai “Peradilan Sesat”.

Ia katakan, secara kelembagaan, peradilan sesat pada dasarnya tidak ada. Yang ada adalah dalam proses penanganan perkara dan produk putusannya. Itulah yang sering ditemukan kesesatan dan kesesatan merupakan komuniti perdagangan ketidakadilan.

Bentuk ketidakadilan ini juga banyak terjadi di seluruh negara yang merupakan sebuah penyakit yang wajib dibumihanguskan.

“Dalam dunia praktek advokasi, kita kenal dengan istilah markus/mafia peradilan, peradilan tikus, praktek penyelundupan hukum, atraksi hukum, barter hukum dan lainnya. Hal tersebut tercermin jelas pada penanganan dan putusan dalam perkara kelam masa lalu di era Suhartonisasi. Yang menjadi sorotan isu nasional dan isu dunia yang tidak jelas hingga kini,” katanya.

Antara lain, lanjutnya, mencuatnya kasus buram masa lalu pemerkosan sum kuning (SUMARIYEM) di tahun 1970, kasus menghilangnya 13 aktivis tahun 1998 yang hingga saat ini belum ditemukan, kasus kematian wartawan bernas (Udin) 1996 di Jogja, kasus meninggalnya buruh pabrik yang bernama Marsinah tahun 1993, kasus meninggalnya aktivis HAM Munir di udara dalam pesawat menuju negara Belanda di tahun 2004 dan lainnya.

Disisi lain, Rahman bertutur tentang bobroknya para wakil Tuhan di muka bumi antara lain yang di lakukan oleh Mantan ketua Mahkamah Konsitusi . AKIL MUCHTAR yang dalam persidangan telah terbukti dan menyakinkan telah menerima suap terkait empat dari lima sengketa pilkada Kabupaten Gunung Mas (Rp 3 miliar), Kalimantan Tengah (Rp 3 miliar), Pilkada Lebak di Banten (Rp 1 miliar), Pilkada Empat Lawang (Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS), dan Pilkada Kota Palembang (sekitar Rp 3 miliar).

Dalam nusansa seminar nasional tersebut Rahman terakhir mensoroti tentang munculnya Putusan Kasasi Mahakamah Agung perkara first trevel. Putusan tersebut di katakan nyata – nyata telah melukai hati nurani rakyat seharusnya secara hukum sesuai dengan Pasal 67 UU TPPU jo Pasal 46 KUHAP aset hasil tindak pidana dikembalikan kepada yang berhak, yakni para korban biro travel tersebut.

Putusan Kasasi First Travel sarat bermasalah. Seharusnya secara hukum, aset berupa barang bukti pada kasus ini seharusnya diserahkan kepada korban. Dalam doktrin hukum yang kita cari adalah kepastian hukum kemanfaatan dan keadilan kami menilai, dengan putusan Kasasi MA ini tidak berarti persoalan menjadi selesai. Sebab, belum adanya solusi bagi para jemaah yang jumlahnya mencapai 63.000 orang dan tidak dapat berangkat umrah.

“Bagaimana dengan tanggung jawab dan kehadiran negara? Mengapa para hakim hanya berpikir legalistic – positivistik (memperlakukan hukum itu seperti apa yang tercantum dalam perundanganundangan)
Putusan tersebut begitu menyayat dan menyedihkan dan nampaknya hakim tidak dapat menangkap ruh keadilan yang bermartabat yang dituntut oleh lapisan masyarakat ?

Pertanyaannya, bagaimana dengan aset FT yang dirampas negara? Mengapa aset FT yang merupakan uang jemaah harus dirampas negara, Apakah itu merupakan uang hasil korupsi sehingga harus dirampas oleh negara?
Apa yang negara rugikan dalam perkara ini sehingga negara menerima uang para jamaah peserta umroh? Sampai di sini dapat disimpulkan bahwa kehadiran negara, petinggi First Ttravel, dan penegak hukum telah menzalimi dan melukai hak-hak ribuan jemaah,” ironi dan menyedihkan.

Diakhir pembicaraan, Rahman memberikan solusi terkait akar masalah bangsa tersebut antara lain merekomendasikan penegaan hukum agar lebih profesiaonal dalam menjalan tugasnya dan tentu negara harus segera mengatur regulasinya dan yang terpenting harus ada good will dari pemerintah untuk melakukan terobosan hukum berupa program restorative justise dan segera membentuk kelembagan Mediasi penal di seluruh kecamatan agar setiap masalah baik perdata maupun pidana bisa di mediasikan di rumah-rumah mediasi dengan harapan bisa menemukan keadialn bermartabat.

beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *