SURABAYA, Beritalima.com | Warga di beberapa wilayah Kota Surabaya masih terus eksis menggarap tambak sebagai lahan pertanian. Salah satunya adalah kelompok petani garam yang berada di pesisir pantai Kampung Greges, Kelurahan Tambak Sarioso, Kecamatan Asemrowo, Kota Surabaya.
Sejak puluhan tahun yang lalu, mereka menggarap lahan tambak garam dengan luasan total sekitar 20 hektar. Setidaknya, ada enam sampai tujuh warga Asemrowo Surabaya yang menggarap lahan tersebut dan terbagi ke dalam beberapa petak.
“Alhamdulillah, di Kecamatan Asemrowo masih ada petani tambak garam, sekitar 20 hektar kawasan di sini. Setiap 1 tahun, mereka bisa panen sampai 10 ton (per petak) dan panen ini dilaksanakan secara periodik antara lima sampai tujuh hari sekali,” kata Camat Asemrowo Surabaya, Bambang Udi Ukoro saat melihat langsung proses pengolahan garam di Tambak Sarioso, Rabu (6/10/2021).
Setelah melihat langsung proses pengolahan garam, Bambang Udi menyatakan bakal berkoordinasi dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DKPP) agar ada pembinaan yang lebih masif kepada petani garam di wilayahnya. Menurutnya, saat ini para petani membutuhkan bantuan geomembran atau terpal agar kualitas produksinya meningkat. “Kami akan coba menghimpun dulu jumlah dari petani garam yang ada di Kecamatan Asemrowo untuk diteruskan ke DKPP,” terangnya.
Di samping itu, Bambang Udi juga mengaku siap memfasilitasi warganya yang membutuhkan pembinaan seperti pelatihan dan pendampingan agar kualitas produksi garam lebih meningkat. Tentunya dalam teknis pembinaan itu, pihaknya bakal berkoordinasi dengan DKPP Surabaya.
“Mungkin warga kami Kecamatan Asemrowo ada memang yang membutuhkan uluran bantuan tentang mekanisme pembuatan garam di wilayah supaya produksi garam ini lebih baik atau lebih unggul,” katanya.
Meski demikian, ia berharap, ke depan para petani di wilayahnya itu dapat memiliki produk garam sendiri. Sebab, selama ini, hasil pengolahan garam mereka langsung disuplai ke pabrik-pabrik yang ada di wilayah Kecamatan Asemrowo.
“Tentunya kami berharap para petani ini bisa membuat produksi sendiri, baik itu mekanisme mulai dari pembibitan sampai dengan panen. Hasil panen itupun kalau bisa diproduksi (dikemas) sendiri. Karena selama ini hasil panen langsung masuk ke pabrik,” jelasnya.
Satu di antara petani garam di Kelurahan Tambak Sarioso, Kecamatan Asemrowo Surabaya adalah Heri Susanto. Sejak puluhan tahun, ia bersama rekan-rekannya menggarap lahan tambak untuk pengolahan garam. Menurutnya, kualitas produksi garam yang dihasilkan dapat tergantung dari pola yang diterapkan.
“Untuk meningkatkan produktivitas garam, kita membutuhkan geomembran atau terpal. Kalau pakai geomembran itu kualitas dan mutu garam bisa lebih bagus dan halus,” kata Heri Susanto.
Menurut Heri, jika menggunakan geomembran atau terpal, kualitas garam yang dihasilkan juga lebih bersih. Artinya, garam tersebut tidak tercampur dengan tanah. Dengan hasil produksi yang bersih itu, maka nilai jual garam bisa lebih tinggi.
“Ada dua jenis garam yang kita produksi, geomembran dan langsung tanah. Kalau pakai geomembran (terpal), kualitasnya bagus, kalau alasnya tanah itu hasilnya garam grosok. Kita sebagai petani garam diusahakan pakai terpal atau geomembran,” katanya.
Dalam satu tahun, Heri menyebut, ia bersama rekan-rekannya mampu menghasilkan antara 10-20 ton garam dari setiap satu petak lahan tambak sekitar 10.000 meter persegi atau 1 hektar. Hasil produksi garam langsung dikirim ke pabrik yang ada di wilayah Kecamatan Asemrowo.
“Produktivitas garam tergantung cuaca juga. Kalau cuaca bagus produktivitas juga bagus. Dalam satu tahun, per kotak (petak) itu bisa panen 10-15 ton dalam satu tahun, hasil panen kita kirimkan langsung ke pabrik,” imbuhnya.
Di tempat terpisah, Kabid Kelautan dan Perikanan DKPP Kota Surabaya, M Aswan juga mengakui, bahwa kualitas garam akan lebih bagus jika menggunakan geomembran. Makanya, DKPP berencana di tahun depan mengusulkan anggaran untuk pengadaan geomembran tersebut.
“Kita akan bantu geomembran agar kualitas garam mereka (petani) lebih bagus. Kita sesuaikan juga dengan kondisi anggaran. Insya Allah di tahun depan (2022), kita usulkan,” Aswan.
Saat ini, kata Aswan, di Surabaya ada sebanyak 10 kelompok petani garam dengan jumlah sekitar 100 orang. Untuk lokasinya, mereka tersebar di beberapa wilayah kecamatan, yakni Benowo, Pakal dan Asemrowo. “Ada sekitar 10 kelompok petani garam di Surabaya dengan jumlah sekitar 100 orang,” katanya.
DKPP mencatat, data bulan Agustus 2021, produksi garam di Kota Surabaya mencapai sekitar 3.377 ton. Jumlah produksi garam itu, sifatnya naik turun tergantung dengan kondisi cuaca. Karena itu, DKPP Surabaya juga memfasilitasi para petani garam berupa gudang tempat penyimpanan.
“Kita menyediakan fasilitas gudang untuk menyimpan garam di Sememi, itu gratis. Mereka (petani) bisa menyimpan garam di sana, kapasitasnya hingga 30 ribu karung,” pungkasnya. (*)