SURABAYA – Dalam sejarah perjuangan bangsa, kepeloporan pemuda selalu tampil sebagai kekuatan penentu. Mereka adalah kelompok intelektual yang karena usia dan tingkat perkembangannya, memiliki idealisme yang tinggi, semangat pengabdian tanpa pamrih, dan rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negaranya. Meskipun berasal dari latar belakang sosial, budaya, organisasi bahkan ideologi yang berbeda, namun karena persamaan nasib sebagai bangsa yang dijajah, mereka menyatukan diri sebagai satu bangsa dan dalam kesatuan itu mereka berjuang bersama-sama melawan penjajah. Pramoedya Ananta toer, salah seorang sastrawan besar Indonesia, mengatakan sejarah Indonesia adalah sejarah pemuda Indonesia, yang dimulai dengan perhimpunan Indonesia di Belanda, Sumpah Pemuda, Revolusi Agustus 1945, hingga reformasi 1998.
Hari ini kita semua mengamati bahwa kepeloporan pemuda telah terjadi pergeseran. Perubahan situasi dan kondisi bangsa yang harusnya segera disadari dan diperhatikan oleh mahasiswa hari ini sudah tidak menjadi sudut pandang yang menarik dalam aktivitas organisasi. Peran dan fungsi mahasiswa yang hanya di gaung gemakan meluruh dalam waktu yang sangat cepat. Hal inilah yang menggerus integritas moral, profesionalisme, dan dedikasi mahasiswa sehingga muncul kepermukaan sikap apatisme dan pragmatisme.
Menyadari fakta-fakta tersebut, sebagai pemuda yang sekaligus menjadi mahasiswa adalah sebuah anugrah. Tentulah tidak dapat ditolerir keberadaanya jika menjadi mahasiswa hanya mengejar hal-hal yang bersifat pragmatis semata. Karena pragmatisme akan melahirkan hasil yang prematur dan melahirkan sikap oportunis. Maka dari itu, Mahasiswa harus memiliki integritas, yakni menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika, vibrasinya dapat dirasakan dan dilihat dari sikap dan perilaku yang santun dalam berkehidupan. Integritas diri merupakan investasi jangka panjang yang patut dijaga sebagai hikmah kebijaksanaan.
Mahasiswa harus memiliki kompetensi, yakni kemampuan atau kualitas sumber daya manusia menjadi modal dasar yang harus dikembangkan secara terus-menerus. Kemampuan untuk memahami orang lain, mengidentifikasi dan merumuskan masalah, mencarikan solusi merupakan proses pembelajaran dan pendewasaan yang mesti dan terus menerus dikembangkan. Mahasiswa harus memiliki konstituensi, yakni meliputi dukungan dan jaringan sebannyak-banyaknya stakeholder. Menjalin hubungan baik serta membina jaringan yang telah terbangun merupakan pekerjaan yang tidak boleh diabaikan dalam berkiprah. Untuk itulah mahasiswa harus berdedikasi, Karena ukuran indeks prestasi hanyalah ukuran-ukuran kuantitas di atas selembar kertas. Sedangkan ukuran sebenarnya adalah ukuran kualitatif yang berada di tengah-tengah masyarakat.
Masyarakat akan mempertanyakan status kita secara kualitatif sebagai seorang sarjana atau alumni perguruan tinggi melalui kontribusi keilmuan dalam memecahkan persoalan-persoalan secara integral. Mahasiswa harus mampu melakukan manifestasi kecerdasan individualnya di tengah desakan kebutuhan masyarakat atas masalah-masalah yang ada. Kelompok intelektual ini juga harus mampu menderifasikan ranah ilmunya sebagai oase solusi. Karenanya, mahasiswa harus memiliki komitmen yang kuat, berketeguhan hati dan konsistensi memperjuangkan dan mewujudkan cita-cita bagi bangsa dan negara.
35 tahun Himpunan mahasiswa teknik Fiska (HMTF) telah turut andil dalam membina putra dan putri Indonesia. Kehadiran HMTF ITS sebagai wadah keprofesian hari ini harus menjadi semangat baru dalam bergerak dan berhimpun sesuai dengan landasan dan prinsip mahasiswa yang berintegritas dan berdidikasi. Maka pada keberadaannya tugas HMTF kedepan adalah sebagai agen maker perubahan, perbaikan, penyempurnaan terhadap segala sesuatu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat ke arah yang lebih baik dan sempurna dalam kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selain itu HMTF senantiasa menjaga budaya perkaderan yang menitik beratkan pada gerakan intelektual. Hakekat dari gerakan intelektual adalah secara terus menerus melakukan apa yang diistilahkan dengan pengelolaan pengetahuan berbasis sebagai basis kuasa.
Kewibawaan sebuah organisasi modern sekarang bukan lagi hanya terletak pada jumlah kuantitas anggota yang banyak tetapi sejauh mana ia mampu mewarnai dan memberi arah kepada perubahan itu sendiri. Pengelolaan pengetahuan itu hendaknya menjadi filosofi yang mendasari proses perkaderan di organisasi. Baik perkaderan formal maupun perkaderan yang dilakukan pada level struktur organisasi. Disinilah peran penting struktur organisasi yang diharuskan mampu menjadi supporting sistem menciptakan kondisi yang baik dan kondusif bagi berjalannya proses pengelolaan pengetahuan itu sendiri. HMTF sebagai organisasi mahasiswa dan berfungsi sebagai organisasi profesi dalam hal ini memiliki tendesi untuk senantiasa memberikan poin penting perkaderan dalam arti seluas-luasnya. Sehingga kader-kader HMTF adalah kader yang memiliki kadar keprofesian tinggi yang berintegritas dan berdedikasi.
Oleh : Yahya Ayash Jundullah (Calon Ketua Himpunan Mahasiswa Teknik Fisika ITS)