Investor Tiongkok dan Indonesia Peminat Teratas Properti Australia

  • Whatsapp

SURABAYA, beritalima.com – Crown Group, perusahaan pengembang properti pemenang penghargaan yang berbasis di Sydney, umumkan informasi terbaru mengenai hasil pengamatan para analis tentang investasi asing di pasar properti Australia.

Investor asal Tiongkok menghabiskan sekitar Rp240 triliun untuk properti di Australia pada tahun lalu. Angka tersebut naik sekitar 30% dari tahun keuangan sebelumnya, yang mencapai Rp184 triliun atau naik Rp60 triliun dari 2015.

Sue Jong, Chief of Operations untuk Juwai.com, mengatakan, investasi Tiongkok untuk properti asing di seluruh dunia diperkirakan akan melampaui Rp1.000 triliun pada akhir tahun ini.

Australia adalah pasar luar negeri kedua yang paling diminati oleh investor properti asal Tiongkok, di belakang Amerika Serikat, dan di atas Hong Kong, Kanada dan Inggris. Pengeluaran mereka untuk properti Australia hampir Rp5 triliun per minggu.

CEO dan Komisaris Crown Group, Iwan Sunito, juga berkomentar tentang investasi asing di properti Australia. “Melihat kapasitas ekonomi Tiongkok saat ini, tidaklah mengherankan jika mereka merupakan investasi asing terbesar untuk properti residensial di Australia,” kata Iwan.

“Bahkan untuk proyek-proyek kami, investor asing asal Tiongkok tetap kuat di posisi pertama, disusul oleh Indonesia di tempat kedua, kemudian diikuti oleh negara-negara lainnya,” lanjutnya.

“Dari sisi kami, investasi asing asal Indonesia telah berkontribusi hingga Rp1,5 triliun yang didapat dari peluncuran proyek kami sebelumnya selama 3 tahun terakhir,” tambahnya.

Jumlah itu, masih menurut Iwan, berasal dari gabungan nilai transaksi yang dihasilkan oleh 4 proyek kami yang telah diluncurkan, yaitu Arc by Crown Group, Oasis, Infinity dan Waterfall by Crown Group.

Sementara itu menurut penelitian baru berdasarkan data yang diperoleh atas permintaan kebebasan informasi oleh Hasan Tevfik dan Peter Liu, yang merupakan peneliti di Credit Suisse, orang asing membeli properti di Australia dengan tingkat rata-rata tahunan sebesar Rp80 triliun.

Angka tersebut setara dengan 25% pasokan hunian baru di New South Wales dan 16% di Victoria dalam 12 bulan terakhir.

Data yang dikumpulkan dari Credit Suisse pada bulan Maret juga menunjukkan bahwa ada lebih dari 1.500 properti yang dibeli oleh orang asing antara bulan Oktober 2016 dan Januari 2017, dimana 80% pembeli tersebut adalah pembeli asal Tiongkok.

Para pembeli asal Tiongkok telah menyumbang hampir 80% permintaan luar negeri di NSW. Sementara kelompok pembeli terbesar kedua, yaitu Indonesia, hanya menyumbang sebesar 1,7% dari total permintaan luar negeri.

Peringkat pembeli asal Indonesia di di Negara bagian New South Wales ini melebihi pencapaian dari para pembeli asal Amerika Serikat dan Selandia Baru yang menempati urutan ketiga dan keempat.

Menurut data terbaru dari CoreLogic, harga tempat tinggal rata-rata di Sydney meningkat sebesar 18,9% dalam 12 bulan sampai dengan pertengahan Maret, dan 14,7% di Melbourne.

Dari Januari 2009, harga hunian di Sydney telah melonjak sebesar 106%. Pertumbuhan harga Melbourne juga menguat, atau meningkat sebesar 89% dalam periode yang sama.

Menurut catatan yang dikeluarkan oleh Tevfik dan Liu, di New South Wales ada 1,503 properti berhasil dijual yang melibatkan pembeli asing dari Oktober 2016 sampai Januari 2017 dan nilainya mencapai Rp16,3 triliun.

Pembeli asal Tiongkok menyerap sejumlah 1,211 hunian atau sebesar 80% dan menyumbang 77% dari total nilai transaksi pembelian yang tercipta.

Catatan mereka juga mengungkapkan, di New South Wales ada sekitar Rp2,25 triliun nilai transaksi oleh pembeli asing pada bulan Oktober 2016 dan ini naik menjadi lebih dari Rp4,5 triliun pada bulan November dan Desember.

Di Victoria nilai transaksi pada bulan Desember lebih tinggi 50% dibanding bulan November.

“Apa yang membuat Australia, terutama pasar properti di Sydney menjadi sangat menarik di Asia, karena kami memiliki keseimbangan yang baik sekali dengan kombinasi sempurna antara investasi luar negeri dan investasi lokal, dimana komposisi pembeli domestik masih menjadi yang terbesar,” kata Iwan Sunito.

“Jangan dilupakan, fakta juga menunjukan bahwa daya beli dalam negeri juga tetap kuat,” tambahnya. “Itulah elemen kunci yang membuat pasar tetap kokoh dan sustainable,” pungkasnya. (Ganefo)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *