Ir Klemens Sukarno Candra ; JPU Susun Tuntutan Berdasarkan Keterangan Palsu dan Rangkaian Kebohongan

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Ir Klemens Sukarno Candra dan Budi Santoso dituntut 4 tahun penjara dalam kasus penipuan dan penggelapan uang pembelian apartemen Sipoa.

Dalam pledoinya yang berjudul ‘Melawan Mafia Hukum’ Klemen dan Budi sepakat menyatakan bahwa, tuntutan 4 tahun yang dimohonkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada dirinya dianggap takabur, bila JPU Hari Basuki dan Jampidum Noor Rochmad hanya mendasarkan tuntutan kepada dirinya hanya berlandaskan keterangan palsu dan kebohongan berjenjang sejak di Kejari Surabaya, Kajati Jatim hingga ke Jampidum.

“Ini ironis sekali dalam proses penegakan hukum di Indonesia, JPU telah mendakwa dan menuntut kami dengan pasal penipuan, dengan cara merumuskan surat tuntutan yang memuat serangkaian kebohongan dan keterangan palsu. Tapi fakta yang berhasil terungkap selama persidangan ini bukanlah dakwaan penuntut umum mengenai adanya penipuan yang dilakukan para terdakwa, melainkan serangkaian kebohongan dan keterangan palsu,” kata terdakwa Ir. Klemens Sukarno Candra dan Budi Santoso. Kamis (17/1/2018).

Apalagi, tambah Klemens, ternyata bukti keterangan palsu JPU tersebut secara sadar ‘tidak mau’ dihadirkan sebagai saksi fakta oleh JPU, meskinya jumlah cukup banyak yakni 15 orang saksi.
Ke 15 orang saksi fakta itu adalah : (1) Yudi Hartanto, (2) Fanny Sayoga, (3) Debbie Puspasari Sutedja, (4) Sugiarto Tanajohardjo, (5) Ganitra Tee, (6) Teguh Kinarto, (7) Widjijono, (8) Siauw Siauw Tiong, (9) Harisman Susanto, (10) Hioe Sutikno Husada, (11) Jeffry Suryono, (12) Brigita Niken Kurniasari, (13) Ir. Rudianto Indargo, (14) Maria Hariati Soebagio, dan (15) Costaristo Tee.

“Namun yang mengejutkan, JPU dengan gegabah mengatakan bahwa ke 15 saksi fakta tersebut hadir dipersidangan, dan memasukannya sebagai fakta persidangan,” ujar Klemens.

Kepada majelis hakim yang diketuai Wayan Sosiawan, Klemens menyatakan kalau JPU dan kuasa hukumnya tidak pernah bertemu 15 orang saksi fakta tersebut bersaksi di muka persidangan. Dan tidak pernah pula mendengar BAP 15 saksi fakta tersebut dibacakan. Para terdakwa tidak pernah pula dimintakan tanggapannya oleh majelis hakim atas kesaksian 15 saksi tersebut di muka persidangan.

“Namun ujuk-ujuk pada Surat Tuntutan halaman 23 sampai dengan halaman 30, tanpa malu JPU memberikan keterangan palsu secara vulgar dan kasat mata dengan menulis: Terhadap Keterangan Saksi, Terdakwa Tidak Keberatan,” tambah terdakwa Ir. Klemens Sukarno Candra.

Tindakan yang sudah dilakukan JPU ini menurut Klemens Sukarno Candra, sebagai perbuatan pidana memberikan keterangan palsu ke dalam akta otentik, sesuai pasal 266 ayat (1) KUHP. Oleh karena Surat Tuntutan memuat keterangan palsu maka secara yuridis, kedudukan Surat Tuntutan JPU tergolong Surat Palsu, sebagaimana yang dimaksud pasal 263 KUHP. Perbuatan JPU yang memberikan keterangan palsu dan serangkaian kebohongan dalam Surat Tuntutan merupakan kejahatan yang serius.

“Usai persidangan ini kami berencana melaporkan JPU secara pidana ke Bareskrim Polri, guna memberikan efek jera pada aparat penegak hukum yang lain, dan agar tidak ada lagi korban-korban praktek mafia hukum lainnya. Juga akan kami laporkan ke Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan,” tukas Ir. Klemens Sukarno Candra dalam pembacaan Nota Pembelaan yang yang ditayangkan secara live 2 stasiun TV swasta.

Tak hanya memberikan keterangan palsu saja, Klemens juga mengtakan, JPU telah melakukan serangkaian kebohongan dalam halaman 87 Surat Tuntutannya.

Kebohongan Pertama, ketika JPU mendalilkan, “adalah fakta bahwa obyek tanah lahan apartemen tersebut yaitu SHGB No. 71 Desa Kedungrejo Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo dengan seluas 59.924 an. PT. Kendali Jowo baru dibeli oleh PT. Bumi Samudra Jedine pada tanggal 12 Juni 2014 sebagaimana, Akta Jual Beli No. 100/2014 tanggal 12 Juni 2014 dihadapan Notaris/PPAT Inggil Nugroho Wasih, SH.”

Menurut Ir. Klemes Sukarno Candra, keterangan bohong ini sengaja dibangun JPU untuk memberikan gambaran palsu, bahwa pada saat melakukan pemasaran unit apartemen di bulan Desember 2013, PT. Bumi Samudra Jedine belum memiliki tanah. Padahal fakta yang benar, pada tanggal 30 Juli 2013, PT. Bumi Samudra Jedine sudah membeli dan memiliki obyek tanah seluas 59.924 m2, yang diatasnya akan dibangun apartemen Royal Afatar Word, berdasarkan bukti sempurna, berupa akte Perjanjian Pengikatan Jual Beli Lunas Nomor: 154 yang diterbitkan Kantor Notaris Widatul Millah, SH, yang dilampirkan dalam Nota Pembelaan.

“Sejatinya JPU sudah paham fakta ini, karena dalam berkas perkara cukup terang benderang dan sesuai fakta persidangan. Sehingga keterangan palsu yang dituangkan dalam Surat Tuntutan itu dilakukan dengan sengaja oleh JPU,” ujarnya melanjutkan membaca nota pembelaan.

Kebohongan kedua, ketika JPU mendalilkan “adalah fakta bahwa untuk mendukung pemasaran Apartemen Royal Afatar World yang akan dibangun Desa Kedungrejo Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo tersebut, pihak PT. Bumi Samudra Jedine membuat miniatur Apartemen Royal Afatar World dan membagikan brosur tentang apartemen Royal Afatar World yang ditawarkan dengan harga jauh lebih murah dibandingkan dengan apartemen lain sehingga masyarakat /konsumen menjadi tertarik dan berminat membeli Apartemen Royal Afatar World tersebut”.

Menurut pembelaan terdakwa Ir. Klemens Sukarno Candra, melalui serangkaian kebohongan tersebut, JPU ingin membangun keadaan palsu, dimana kebijakan yang dibuat PT. Bumi Samudra Jedine dalam menetapkan harga jauh lebih murah dibandingkan dengan apartemen lainnya, merupakan cara perbuatan terdakwa melakukan tipu muslihat, agar masyarakat tertarik dan berminat membeli. Dalam konteks ini, ketika mengatakan harga jauh lebih murah dibandingkan dengan apartemen lainnya JPU tidak memberikan harga unit apartemen lain sebagai pembanding.

Padahal fakta persidangan, 18 saksi fakta/pelapor yang memberikan keterangan ke muka persidangan, menyatakan tertarik membeli apartemen Royal Afatar World, karena letaknya strategis dan harga terjangkau. Dari 34 saksi pelapor yang memberikan keterangan ke muka persidangan tidak ada seorangpun yang menerangkan tertarik membeli apartemen Royal Afatar World karena harga jauh lebih murah dibandingkan dengan apartemen lainnya, sebagaimana yang disampaikan oleh JPU dalam Surat Tuntutannya.

Kebohongan JPU terkuak oleh dalil yang dibangunnya sendiri. Untuk mendukung kebohongan “harga jauh lebih murah dibandingkan dengan apartemen lainnya sehingga konsumen menjadi tertarik dan berminat membeli Apartemen Royal Afatar World, dalam Surat Dakwaan dan Surat Tuntutan halaman 2, 82, 87, 93, dan 97, JPU malah memberi contoh harga apartemen yang tergolong cukup mahal. Yakni sebagai berikut: “Syane Angely Tjiongan memutuskan membeli Apartemen Royal Afatar World tower B lantai 20 unit 17 type B senilai Rp. 478.600.000, dan Dra. Linda Gunawati Go juga telah melakukan pelunasan unit Apartemen Royal Afatar World tower C lantal 18 unit 09 atau blok 1809 dengan kode pemesanan STA 43 senilai Rp. 250.500.000.” Untuk harga apartemen tife yang dibeli Syane Angely Tjiongan dijual oleh The Grand Sagara Surabaya seharga Rp. 360 juta per unit.

Dengan demikian, kata terdakwa Ir. Klemens Sukarno Candra, dalil dalam Surat Tuntutan JPU, selain memuat keterangan palsu juga merupakan serangkaian kebohongan yang antara pelbagai kebohongan itu terdapat suatu hubungan yang sedemikian rupa, dan kebohongan yang satu melengkapi kebohongan yang lain, sehingga secara timbal balik menimbulkan suatu gambaran palsu seolah-olah merupakan suatu kebenaran. “Diduga apa yang dilakukan JPU ini merupakan bagian dari praktek mafia hukum. Dengan kata lain yang lebih tepat untuk dibawa ke muka persidangan sebagai terdakwa adalah JPU Rakhmad Hari Basuki, SH dan kawan-kawan, dengan didakwa melakukan pidana pasal 266 ayat (1) dan pasal 263 KUHP, dengan alat bukti Surat Dakwaan, Surat Tuntutan, dan saksi-saksi,”pungkas Ir. Klemens Sukarno Candra. (Han)

beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *