JAKARTA, Beritalima.com– Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Industri dan Pembangunan, Dr H Mulyanto menyebut, Draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) yang tengah dibahas DPR RI sangat minim mengatur soal pengembangan riset dan inovasi.
“Apa yang tercantum dalam RUU Ciptaker tersebut masih sangat normatif dan belum memberi kejelasan soal kelembagaan riset dan inovasi,” jelas Mulyanto yang juga anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI itu dalam keterangan tertulis melalui WhatsApp (WA) kepada Beritalima,com, Kamis (4/6) siang.
Menurut politisi senior di Komisi VII DPR RI tersebut, Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum mempunyai gambaran Kelembagaan Riset dan Inovasi. Padahal soal ini sangat penting dalam melaksanakan kebijakan penelitian, pengembangan dan inovasi teknologi.
“Masalah kelembagaan adalah soal wadah bagi para aktor inovasi. Di berbagai negara yang sudah maju, pengembangan produk dan jasa saat ini sudah berbasis riset dan inovasi. Negara maju itu mengembangkan masalah riset dan inovasi ini.
Mereka begitu sadar, untuk membangun bangsa yang berdaya saing tinggi di era competitiveness seperti sekarang ini membutuhkan struktur inovasi bangsa yang kokoh,” jelas Mulyanto.
Mulyanto, lulusan S3 Tokyo Institute of Technology (Takodai) Jepang ini sangat menyayangkan draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut sangat minim membahas soal tata aturan riset dan inovasi. Dalam RUU Cipta Kerja, Klaster inovasi hanya satu pasal (setengah halaman) dari total 1027 halaman, yang memberi tambahan peran kepada Badan Usaha MilikNegara (BUMN).
Dalam pasal 66 ayat (1) berbunyi: “Pemerintah Pusat dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum, penelitian dan pengembangan, serta inovasi dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN serta mempertimbangkan kemampuan BUMN. “Pada ayat (2) berbunyi: “Setiap penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan RUPS/ Menteri.”
“Pasal ini mengamanatkan BUMN untuk mengambil peran dalam hilirisasi hasil inovasi teknologi, dalam bingkai penugasan. Itu artinya, BUMN Indonesia masih belum kokoh berdiri di atas tiang penelitian, pengembangan dan inovasi teknologi. Aktifitas riset dan inovasi BUMN seolah baru bisa jalan kalau ada “penugasan khusus” dari Pemerintah Pusat,” imbuh Mulyanto.
Mantan Sekretaris Menteri Riset dan Teknologi era Presiden SBY ini menyebutkan hal penting yang perlu dilakukan Pemerintah adalah menata dan memperjelas peran masing-masing lembaga riset dan inovasi. Sebab menurut Mulyanto, kelembagaan inovasi kita masih tidak jelas, sebagaimana diamanatkan UU No. 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Iptek belum terbentuk.
Sampai hari ini, bentuk kelembagaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) belum mewujud, padahal Pemerintah berkomitmen akhir tahun 2019 sudah rampung. Ini tentu membuat para peneliti resah. Apalagi rencananya Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) akan dilebur ke dalam BRIN.
Bahkanwacana yang berkembang di kalangan para peneliti senior, Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) dan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) juga akan dilebur ke dalam BRIN. Padahal dua lembaga terakhir ini dibentuk berdasarkan UU khusus di bidang ‘Ketenaganukliran’ dan ‘Keantariksaan’. “Pemerintah perlu serius mempersiapkan kelembagaan inovasi ini, jangan sampai pembangunan Iptek dan inovasi bangsa ini mundur,” demikian Dr H Mulyanto M.Eng. (akhir)