Islam Sebagai Jalan Tasawuf?

  • Whatsapp

– Resensi Buku Dr. Muhammad Nursamad Kamba: Mencintai Allah Secara Merdeka, Buku Saku Tasawuf Praktis Pejalan Maiyah
Denny JA


“Agamaku adalah cinta. Setiap hati manusia adalah rumah ibadahku.”
Renungan Jalaluddin Rumi di atas yang terkenang, selesai saya membaca buku Dr. Nursamad Kamba: Mencintai Allah Secara Merdeka. Ini  buku almarhum terakhir yang dalam proses percetakan ketika Ia wafat di bulan Juni 2020.


Menyambut syukuran 40 hari wafat Dr Nursamad Kamba, saya sengaja memesan buku ini cukup banyak. Buku tersebut dibagikan ke berbagai komunitas. Ini sebagai bentuk penghormatan saya kepada almarhum atas dedikasi dan pengetahuannya di dunia tasawuf.
Dr Nursamad Kamba wafat dalam tugas. Ia wafat ketika sedang berzikir. Itu kegiatan utamanya selaku pemikir dan penghayat tasawuf: berzikir, dan menyeru kebajikan.
-000-


Pada awalnya Islam itu agama ahlak. Buku ini bertaburan ayat Quran dan Hadis yang menegaskan itu.
Antara lain: Hadis HR AR-Bukhori, tentang tugas Nabi Muhammad: “Aku diutus hanya untuk menyempurnakan ahlak yang mulia, budi pekerti yang luhur.”
Juga Quran, Surah Al-Anbiya 107:
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta Alam.
Pun di Quran, Surah Al Baqarah 148:
“Bagi tiap tiap umat ada Kiblatnya sendiri, yang ia menghadap kepadanya. Dan berlomba-lombalah dalam membuat kebajikan.
Dalam buku ini ditegaskan, tasawuf bukan hanya salah satu cabang saja dalam ajaran Islam. Tasawuf itu sendiri sebuah jalan, sebuah pandangan hidup yang holistik. 


Tasawuf itu jalan hidup yang terus menerus menyucikan jiwa, membersihkan hati, menyerukan kebaikan, dan mengalami kebersamaan dengan Allah.
Tasawuf tak hanya untuk mereka yang secara formal beragama Islam. Tapi ini sikap hidup yang dapat dipeluk oleh siapapun. Apapun agama.
Nursamad Kamba tak hanya menggali isi Quran. Ia sendiri memang Ph.D dari universitas di Kairo. Ia juga hafal Al-Quran. Ia pun menelusuri proses kelahiran agama Islam.
Sebelum datang agama Islam, sudah terlebih dahulu tumbuh komunitas Hanif (Kelompok Hunafa). Ini semacam perkumpulan rohani, yang meneruskan ajaran Ibrahim. 
Perkumpulan ini teguh pada Monotheisme. Ajaran ini juga teguh pada seruan kebajikan.


Anggota komunitas Hanif itu antara lain: Waraqah Ibn Naufal. Ia berhubungan keluarga dengan Sayyidah Khadijah, yang kemudian menjadi istri Nabi Muhammad. Khadijah juga disebut sebagai pengikut kelompok Hunafa. (halaman 34)
Nabi Muhammad menikah dengan Khadijah, saat berusia 25 tahun. Nabi mendapatkan wahyu pertama ketika berusia 40 tahun. Ada seling waktu 15 tahun, sebelum mendapatkan wahyu. Dalam seling waktu itu, Nabi juga bersentuhan dan memantapkan diri dengan al- haniiyyah itu (hal 35).
Ketika turun wahyu pertama, diceritakan, Khadijjah mengantar Nabi Muhammad kepada  Waraqah. Nabi menjadi tenang setelah mendengar penjelasan Waraqah.
Cukup besar peran komunitas Hanif ini kepada Khadijah dan Nabi Muhammad.
-000-


Dimulailah era kenabian Muhammad. Pengikut awal Muhammad adalah mereka yang berorientasi penyempurnaan ahlak. Telah datang agama yang memang ingin menyempurnakan Ahlak.
Tapi terjadilah  perang Badr. Kaum Quraish sangat bersemangat menumpas Nabi Muhammad dan pengikutnya. Perang sebenarnya tak berimbang. Quraish sangatlah kuat.
Namun perang Badr justru dimenangkan oleh Nabi Muhammad. Perang Badr menjadi penting dalam tonggak perkembangan Islam selanjutnya.
Atas kemenangannya, Nabi Muhammad menjadi daya tarik baru. Berbondong- bondong masyarakat pindah memeluk Islam. Islam dianggap potensial menjadi pusat kekuasaan baru.
Namun motif bergabung dengan Islam pasca perang Badr berbeda. Mereka lebih banyak bergabung dengan orientasi kekuasaan. (Halaman 41).
Maka dimulaiah perbedaan motif dan prilaku dalam beragama Islam. Ada yang motif dan prilakunya menjadikan agama Islam sebagai Agama yang menyempurnakan Ahlak. Agama budi pekerti. Agama Cinta.
Ada pula yang prilakunya menjadikan Agama Islam sebagai jalan hidup menuju kekuasaan. 


Tafsir Agama Ahlak versus Tafsir Agama Kekuasaan terus berlanjut hingga kini. Perbedaan tafsir ini tak hanya terjadi pada agama Islam. Namun ini juga terjadi pada semua agama lain.
-000-
Buku karangan Nursamad Kamba ini menegaskan agar tafsir Islam diperkuat kembali ke khitahnya: Agama Tasawuf. Agama Cinta. Agama Akhlak.
Dalam buku ini banyak dikutip pemikiran guru tasawud Al Junaid. Ia hidup di Baghdad, tahun  839-910. Ia juga disebut dengan Junayd of Baghdad. Al Hallaj salah satu murid Al- Junaid yang terkenal.
Buku ini juga mengurai sejarah tasawuf. Dieksplor apa  beda tasawuf sebagai ilmu pengetahuan dan pengalaman? Diurai apa beda ilmu yang kita dapatkan melalui metodelogi empirik, dan ilmu sebagai berkah Ilahi. 
Terminologi Maiyah banyak disebut di buku ini.  Itu kata kunci karena ikut menjadi judul buku: “Buku Saku Tasawuf Praktis Pejalan Maiyah.”
Arti kata Maiyah adalah kebersamaan Allah SWT dengan  seluruh mahlukNya. Namun kini Maiyah juga menjadi nama komunitas agama dan seni. Komunitas itu dikaitkan dengan figur sentral Emha Ainun Nadjib. (1)
Emha sendiri memberi pengantar buku Nursamad Kamba. Ia menyebut Nursamad Kamba sebagai salah satu marja tradisi Maiyah (halaman 15).  Marja itu sebutan untuk semacam Kiai Kos. Kiai Sakti.
-000-
Seruan agar tafsir Islam kembali pada khittahnya sebagai jalan tasawuf, jalan cinta, sangat relevan saat ini. Apalagi di era politisasi agama begitu kuat. 


Agama Islam dijadikan instrumen bukan untuk moralitas agama yang tinggi. Tapi agama sekedar instrumen perebutan kekuasaan dalam pemilu atau pilkada.
Seruan itu lebih kuat lagi tafsir karena memiliki akar yang panjang.
Tersebutlah Ibn Qayim yang hidup di abad 14. Ia murid menonjol dari Ibn Taimiyah. Menurutnya, akar dari Islam adalah Cinta. Quran disebutnya buku dari Tuhan sebagai ajaran untuk mencintai. (2)
Semua agama Tuhan menurutnya bersandar pada satu kesamaan: Cinta. Ada 124 ribu Nabi di seluruh dunia. Semua membawa pesan yang sama: Cinta.
Sham i Tabrizi, yang disebut guru Jalaluddin Rumi, hidup di abad 13, menyatakan hal sama. Ia menyebut wahyu itu semacam surat Tuhan soal Cinta. Jika para ulama lain, ahli hukum, teolog tak melihat agama wahyu itu sebagai ajaran cinta, itu karena mereka bias dengan pra kondisi pengetahuannya sendiri. (3)
Hal yang sama dikatakan oleh Hafiz. Ia salah satu penyair terbesar dunia Muslim dari Persia. Ia hidup di abad 14. Ujarnya: semua agama yang disentuh wahyu Tuhan berakar pada pesan yang sama: ajaran cinta. (4)
Lalu mengapa terjadi begitu banyak kekerasan, tembok-tembok tinggi yang memisahkan manusia, atas nama agama dan Tuhan? 
Dari perspektif di atas, itu tak lain dan tak bukan semata bias para pemeluk. Itu bias karena pra kondisi isi kepalanya sendiri yang tak menggapai ketinggian ajaran 
-000-
Selesai sudah saya tamatkan buku Dr. Muhammad Nursamad Kamba. Saya renungkan buku itu lagi dan lagi.
Almarhun sudah pergi. Tapi spirit bukunyaterus hidup. Seruan agar tafsir Islam sebagai jalan tasawuf, agama Cinta, akan semakin dirindu.
Buya, terima kasih untuk buku ini. Kukurim alfateha. Semoga doa itu sampai padamu.***
Agustus 2020

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait