ACEH, Beritalima.com- Ketua Tim Penggerak (TP) PKK Aceh Hj Niazah A Hamid mengajak seluruh elemen perempuan untuk ikut memberantas korupsi demi mendorong terciptanya pemerintahan yang bersih dan berkualitas di Aceh, Hal tersebut disampaikan Niazah saat membuka Workshop Penguatan Kapasitas Perempuan Anti Korupsi di Aceh, dari 26 sampai 30 juli 2016
Menurutnya, peran masyarakat sipil dalam gerakan anti korupsi tidak hanya terbatas pada kalangan aktivis LSM, tapi juga pada kaum perempuan. “Perempuan tidak boleh ketinggalan, sebab perempuan memiliki potensi sangat besar untuk mencegah praktek korupsi yang semakin marak di Indonesia bahkan ada di Aceh sendiri.
Ratusan kader PKK dari seluruh kabupaten dan kota di Aceh, Umi Niazah mengatakan bahwa jika peran perempuan dapat dioptimalkan, maka dorongan bagi terciptanya pemerintahan yang bersih di Aceh dapat semakin menguat.
Pemerintahan yang bersih dan baik diperlukan bagi meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan mendorong pemerintajan berjalan lebih efektif dan berdaya guna bagi kesejahteraan rakyat,” ujarnya.
Partisipasi masyarakat tambah Umi Niazah sangat diperlukan dalam memberantas korupsi mengingat masalah korupsi di Aceh telah menjadi prioritas nasional, dimana beberapa waktu lalu KPK telah menetapkan Aceh sebagai salah satu dari enam Provinsi yang menjadi prioritas mereka dalam pemberantasan korupsi.
“Dalam hal ini kita patut bersyukur dan bersama-sama mendukung berbagai upaya yang dilakukan oleh KPK dalam langkah menjalankan misi pemberantasan korupsi di Aceh,” katanya.
Dalam upaya pemberantasan korupsi ini, Umi Niazah mendorong lahirnya sebuah gerakan ‘Saya Perempuan anti Korupsi’ dengan empat langkah yang harus menjadi fokus utama.
Keempat langkah yang dimaksud adalah perlunya penguatan visi dan pemahaman terhadap semangat anti korupsi, mensosialisasikan langkah-langkah pencegahan korupsi, meningkatkan upaya penindakan dan mendorong peran masyarakat sipil dalam memantau dan mengkritisi kebijakan publik.
Langkah-langkah tersebut jelas Umi Niazah harus dilakukan secara bersamaan, terutama yang berkaitan dengan upaya-upaya pencegahan dengan memanfaatkan peraturan yang ada, contohnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang dapat menjadi pintu masuk masyarakat untuk meleburkan diri dalam gerakan anti korupsi.
Masalahnya, saat ini masyarakat kita banyak yang berasumsi bahwa perang melawan korupsi baru dikatakan berhasil manakala KPK atau Jaksa berhasil menangkap banyak pejabat yang terlibat korupsi. Pandangan seperti ini tidak sepenuhnya benar. Justru yang terbaik adalah meningkatkan pemahaman terhadap korupsi,’’(**)