Denny JA
Disertasi untuk sah menjadi Ph.D adalah karya ilmiah yang terakhir. Itulah kritik yang sering disampaikan kepada akademisi Indonesia.
Tak heran, bahkan untuk ukuran negara ASEAN, akademisi Indonesia sangat minim menulis di jurnal akademis internasional (peer reviewed journal/Scholarly journal, umumnya berbahasa Inggris)
Selesai kuliah tingkat doktor, umumnya selesai pula ia menjadi akademisi. Sang doktor, Ph.D, kemudian tenggelam menjadi intelektual publik dengan tulisan populer. Atau Ia menjadi penasehat kementrian.
Atau Ia menjadi komentator di TV. Asongan menjadi panelis di sini dan di sana. Menjadi pejabat. Atau alih profesi.
Sang akademisi pun sirna sebagai akademisi. Ia tidak menyumbangkan tulisan akademis yang dimuat di jurnal akademis.
Kritik ini pun berlaku untuk saya. Pandemi Virus Corona menjadi momen yang mengubah.
-000-
Tidak semua generasi mengalaminya. Pandemi global tak datang seratus tahun sekali.
Setiap individu yang mengalaminya, ia mengalami dengan rasa yang tercekam, berbulan- bulan. Dan ia hanya mengalami sekali seumur hidup.
Begitu dahsyat pengalaman yang dibawa oleh Covid-19.
Saya pribadi merespons pandemik ini dengan berbagai kegelisahan. Bersama LSI Denny JA, saya membuat rangkaian riset yang dipublikasikan. Bersama kalangan seniman, saya membuat kumpulan puisi dan cerpen tema covid-19.
Saya juga membuat film pendek yang merekam jeritan batin di era Corona. Antara lain dengan bintang Christine Hakim, Reza Rahadian, Lukman Sardi, dan Ine Febriyanti.
Bersama para aktivis, saya juga membuat kegiatan amal. Kepada lima rumah sakit yang menampung penderita covid 19, kami membagikan makanan frozen food yang siap saji, dengan cheese freezer dan microviwe.
Di era work from home, saya juga menulis dua buku, yang kini banyak direview pakar: Membangun Legacy, 10 P untuk Marketing Politik, Teori dan Praktek. Juga buku: Spirituality of Happiness, Spiritualitas Baru Abad 21, Narasi Ilmu Pengetahuan.
Tapi tetap saja terasa ada yang kurang.
-000-
Sayapun berjumpa dan berdiskusi dengan Eriyanto. Ia pakar ilmu komunikasi UI. Ia juga lama menjadi ahli di Lingkaran Survei Indonesia.
Kami berencana menuliskan kisah Covid-19 di Indonesia dalam 11 paper akademik, untuk dimuat di Jurnal akademik. Kegiatan ini yang menggenapkan rasa puas saya.
Jurnal akademik mempunyai nuansa yang berbeda. Yang dipentingkan di sana, bagaimana sebuah peristiwa atau kasus dapat menyumbang bagi pembentukan sebuah teori (theoritical building).
Scopus kini menjadi database yang menyimpan dan membuat rangking journal akademik itu. Journal yang tak terdaftar dalam Scopus dianggap belum menjadi bagian jurnal akademik internasional.
Di bawah ini link tulisan saya besama Eriyanto yang dimuat peer reviewed journal dalam daftar Scopus itu. Akan menyusul publikasi tulisan kami yang lain di jurnal akademik internasional yang berbeda.
Disepakati, kadang Eriyanto menjadi penulis pertama. Kadang saya menjadi penulis pertama.
Ini studi mengenai discoure covid 19, dari bulan November 2019-April 2020. Studi ini meriset evolusi discourse para tokoh (aktor pemerintah dan publik), dalam 1123 pernyataan yang terekam di media.
Tulisan ini setidaknya mengobati rasa bersalah saya. Sekian lama absen dalam kontribusi tulisan di jurnal akademik internasional.
Judul tulisan: Discourse Network of a Public Issue Debate: Study of Covid-19 Cases in Indonesia