Iuran Restribusi WBM Tiap Tahun Naik, Tapi Tidak Ada Peningkatan Pelayanan

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Empat saksi dihadirkan warga RW 006 Perumahan Wisata Bukit Mas pada sidang gugatan class action kenaikan Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) melawan PT Binamaju Mitra Sejahtera (BMS) di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (13/3/2019).

Pada sidang kali ini terungkap meski saksi sudah memiliki Serifikat Hak Milik (SHM) atas rumahnya, namun saksi tetap diwajibkan membayar Iuran restribusi yang setiap tahunnya naik, tapi tidak dibarengi dengan peningkatan pelayanan dibidang keamanan dan kebersihan.

Empat saksi yang Diperiksa yaitu Ong Sugeng, Henry Cahyadi, Hendiyo Pratomo Nirwan, Andiko Candranata, semuanya warga RW 006 Perumahan Wisata Bukit Mas.

Kuasa hukum PT Binamaju Mitra Sejahtera (BMS) selaku tergugat sempat keberatan saat keempat saksi tersebut hendak diperiksa. Namun keberatan tersebut ditolak oleh majelis hakim yang diketuai Agus Hamzah. Menurut hakim Agus keempat saksi tetap sah untuk diperiksa dan diambil sumpahnya.

Dalam keterangannya dibawah sumpah, Ong Sugeng yang diperiksa terlebih dulu mengatakan sebagai warga dirinya sudah membayar IPL secara rutin terhadap PT BMS, kendati dalam
Berita Acara Serah Terima (BAST) Rumah tidak dijelaskan adanya iuran restribusi,

“Dalam klausul BAST Rumah tidak dijelaskan adanya iuran restribusi, namun tetap saja ditarik bahkan setiap tahun pasti naik. Pertama kali pada tahun 2013 saya dikenakan Rp 1.375 permeter, sekarang naik jadi Rp 2.420 permeter, atau sekitar Rp 8 juta lebih untuk ukuran rumah saya yang luasnya 336 meterpersegi,” kata Ong Sugeng.

Saat ditanya apakah dirinya pernah mengajukan komplain atas kenaikan IPL tersebut, Ong mengaku sudah sering melakukannya, namun tidak pernah mendapatkan tanggapan.

“Tidak ada tanggapan dan tidak ada transparansi Pak, termasuk keberatan saya soal kenapa iuran restribusi kok ada PPN dan PPHnya,? saat saya tanya ada bukti pungut atas PPN dan PPHnya, dijawab nanti ada-nanti ada, tapi sampai sekarang kok tidak ada. Untuk apa iuran restribusi kok ada PPN dan PPHnya. Saya ini pengusaha Pak,” tandas Ong Sugeng.

Sidang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap saksi Henry Cahyadi, Hendiyo Pratomo Nirwan, Andiko Candranata.

Menurut saksi Hendiyo Pratomo Nirmawan, sesuai BAST rumah dia dipungut Rp 100 ribu/rumah. Sedangkan Henry Cahyadi pada tahun 2013 ditarik Rp 1.375/meter dari luas rumahnya 240 meterpersegi. Sementara Andiko Candranata yang membeli rumah second sejak 2013 ditarik pungutan sebesar Rp 1.200/meter.

“Kenaikan iuran itu setiap tahun naik, akumulasi kenaikannya pun cukup tinggi, sehingga saya putuskan sejak tahun 2017 berhenti membayar, karena setiap tahun naik dan alasan lainnya karena keluhan saya tidak pernah direspon oleh PT BMS,” beber Henry Cahyadi.

Kekecewaan ketiga saksi itu tak hanya sampai disitu saja. Contoh, pada saat cucu saksi Ong Sugeng diculik, ternyata respon dari pihak keamanan PT BSM dirasakan sangat lamban. Meskipun pada akhirnya bisa diselesaikan.

“Juga pada saat tetangga saya kehilangan sepedanya,” ungkap saksi Ong.

Demikian halnya dengan demikian saksi Henry yang harus mengeluarkan biaya tambahan ketika hendak membuang sampah pohon yang selama ini notabene ditanam sendiri oleh pihak PT BSM,

“Ternyata saya harus mengeluarkan biaya ekstra untuk membuang sampah-sampah pohon, kalau tidak dibayar tidak diangkut, padahal pohon-pohon itu kan ditanam sendiri oleh pihak pengembang, sebagai fasilitas umum,” keluh saksi Henry Cahyadi.

Sementara kekecewaan saksi Candranata terjadi pada saat dirinya dilarang mendatangkan material bangunan untuk keperluan membetulkan genteng rumahnya yang bocor akibat rumah disebelahnya yang kosong dan tidak terawat.

“Sudah dua tahun saja ajukan komplain, tapi tidak direspon. Padahal itu kan rumah-rumah saya sendiri, kok tidak boleh melakukan aktifitas perbaikan, makanya sejak saat itu saya putuskan tidak mau membayar iuran restribusi lagi,” tegas Candranata.

Sementara itu usai sidang, Adi Cipta Nugraha, kuasa hukum warga RW 006 Perumahan Wisata Bukit Mas menjelaskan, keempat saksi yang diajukannya merupakan saksi fakta yang mengetetahui persis dan menjadi korban kenaikan IPL sepihak dari PT BMS.

“Justru kami heran jika pihak tergugat keberatan dengan saksi fakta yang saat itu kami hadirkan,” ujarnya.

Namun pada prinsipnya, tegas Adi, keterangan saksi yang diajukannya tidak jauh berbeda dengan faktanya dilapangan,

“Intinya rumah dari empat saksi itu sudah Sertifikat Hak Milik (SHM), tapi kenapa hak-hak kepemilikan atas rumahnya yang aman dan bersih dan baik tidak dia dapatkan,” tandas Adi. (Han)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *