SURABAYA, Beritalima.com |
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang akan dipermanenkan oleh Mendiknas RI Nadiem Makarim adalah bukti ketidak fahaman menteri pada hakekat pendidikan itu sendiri. Dia menganggap bahwa pendidikan hanyalah cukup untuk transfer knowledge semata. Padahal hakekat pendidikan adalah ta’lim (transfer knowledge), Tahsin (pembentukan karakter), takmil (penyempurnaan kualitas moral), taujih bit tamtsil (mengarahkan dengan memberikan contoh) dan Tathwir (penguatan life skill). Hal tersebut diungkapkan oleh politisi asal Nasdem DPRD Provinsi Jatim, Achmad Iwan Zunaih, Selasa (7/7/2020)
Menurut Iwan ide itu menunjukkan bahwa menteri hanya berpandangan bahwa apabila generasi ini cukup ilmu maka cukup akan segalanya, hal ini sangat bertentangan dengan konsep pendidikan nasional yang juga berorientasi kepada pembentukan moral,
“Saya menyebutnya ide ini adalah ide serampangan, dan justru akan menyebabkan kehidupan masa depan bangsa ini hanya berorientasi materi dan akan mencetak bangsa ini semakin matrialistis dan tidak memiliki karakter,” tuding Iwan.
PJJ bisa saja dilakukan secara permanen tapi jangan meninggalkan ruh murni pendidilan itu sendiri.
“Mungkin hanya pada sebagian kecil materi pembelajaran semata sebagai sarana belajar, agar para siswa semakin mampu dalam mengaplikasikan pengetahuan mereka terhadap teknologi informasi, bukan menjadikan PJJ secara keseluruhan materi pendidikan,” tandasnya.
Iwan menambahkan PJJ juga kurang mampu menjadikan tujuan pendidikan yang Takmil, Tuajih wat Tamsil , dalam upaya ini sangat dibutuhkan contoh dan figur serta praktek pembiasaan-pembiasaan sikap, kata dan tingkah laku. Konsep PJJ tdk akan pernah menyentuh sampai disini.
Iwan mengatakan bahwa karena pendidikan selain upaya transfer knowledge, pandidikan juga Tahsin(pembentukan karakter), pendidikan dalam upaya Tahsin ini butuh pembiasaan, pendampingan, arahan serta pengawasan secara langsung dari guru. Bagaimana ini bisa terbentuk bila siswa selalu jauh dengan guru-gurunya. Karena orang tua dirumah tidak akan pernah fokus melakukan hal ini.
“Apalagi bila dilihat kemampuan infrastruktur bangsa ini, PJJ apakah akan mampu dijalankan oleh seluruh masyarakat kita? Karena harus ada perangkat seperti komputer atau HP, jaringan internet yang merata dan stabil. Gak kabeh masyarakat kita siap lah,” sambung Iwan.
Iwan menyatakan bahwa dalam hal Tathwir (pengembangan Life sklill), hal ini tidak akan pernah bisa dicapai oleh PJJ karena upaya tathwir harus memenuhi unsur ilmu, kreatifitas, wawasan yang luas dan juga kecerdasan sosial.
“Bolehlah PJJ sementara ini dilakukan full dalam suasana pandemi, tapi gak cocok bila teraplikasi dalam kondisi normal.
Lha wong sementara ini aja banyak komponen masyarakat bangsa kita ini gak nduwe karakter, padahal selalu di dampingi dan diawasi gurune kok, apalgi kalau semakin sering jauh dari guru-gurunya. Apa gak tambah bobrok ta karakter masyarakat iki,” keluhnya.
“Sak jane yang perlu ditoto adalah perumusan kembali kurikulum pendidikannya (jangan gonta ganti terus, ketoro nek gak punya konsep. Selain kemampuan dan upaya untuk memenuhi kebutuhan masa depan, dalam kurikulum juga harus mampu mencetak manusia yang berwawasan inklusif dan global yang didasari oleh pondasi moral dan akhlak serta idiologi keagamaan yang kokoh,” tukasnya.
Lebih lanjut Iwan menuturkan bahwa kurikulum harus ditata ulang dan berorientasi jangka panjang. Dalam pembuatan kurikulum harus mampu menjawab kebutuhan masa kini dan masa depan, minimal mampu memprediksi kebutuhan 20/30 tahun kedepan, bila mampu memprediksi maka sekarang bisa dipersiapkan.
“Selain kurikulum yang harus di lakukan adalah penguatan mutu pendidikan melalui penguatan infrastruktur di lembaga-lembaga pendidikan serta upgrade SDM para pemangku pendidikan, skill menejerialnya dan kualitas tenaga pendidiknya,” pungkasnya.(yul)