IYU : Pentingnya Peranan AI dalam Elektoral 2019, sebagai Indikator Mewujudkan Politik Cerdas tanpa Hoax

  • Whatsapp

Dari kiri, Runner up 3 Miss Indonesia 2018 Harini Sondakh, Moderator Harsen Tampomuri, President and Founder IYU Ruben Frangky Oratmangun, Anggota Komisi VII DPR RI Bara Hasibuan, Jurnslis senior Sonya Hellen Sinombor dan Chief Marketing Officer Almaviva Indonesia Effendi Shah Reza.

Jakarta, beritalima.com- Dunia informasi dan teknologi memasuki revolusi 4.0. Di era ini, disrupsi teknologi sedang terjadi. Teknologi berkembang sangat pesat. Anggota Komisi VII DPR RI Bara Hasibuan mengatakan, setengah dari total jumlah penduduk Indonesia adalah pengguna sosial media. Bahkan, hampir 40 persen adalah generasi milenial.

“Masyarakat, terlebih generasi muda harus benar-benar siap menghadapi era revolusi 4.0. Kalau kita tidak siap, justru bisa jadi bumerang,” sebut politisi PAN ini saat talkshow terkait peran Artificial Intelligence (AI) dalam presidential election 2019 yang diinisiasi oleh Indonesia Youth Updates (IYU) di ruang GBHN, Gedung Nusantara V, DPR RI, kemarin (19/2)

Bara yang tergabung dalam Komisi VII membawahi bidang riset dan teknologi ini menilai, revolusi 4.0 akan menjadi ancaman jika masyarakat tidak mempersiapkan diri. Salah satunya yaitu mampu mencerna dengan baik informasi-informasi yang ada di media sosial (medsos).

“Kita tau bahwa masyarakat terlebih generasi milenial tak terpisahkan dari media sosial. Namun, akan menjadi bahaya jika kita tak mampu memfiter konten-konten di medsos yang ternyata hoax,” tegas Bara.

Utusan daerah pemilihan Sulut ini mengatakan, jika dikaitkan dengan pesta demokrasi, revolusi 4.0 ini sebenarnya adalah hal yang baik. Di mana, era saat ini adalah era big data.

“Di era big data ini, AI lah yang nanti akan berperan. Namun sekali lagi, jika tidak dimanage dengan baik maka akan jadi bumerang. Jika kita tidak siap, maka hal-hal yang berbau hoax akan merajalela tanpa bisa kita bendung,” pungkas Bara.

Di sisi lain, Jurnalis senior Sonya Hellen Sinombor yang menjadi salah satu nara sumber membeber, revolusi 4.0 di mana peran teknologi semakin besar, berbanding terbalik dengan ketimpangan yang terjadi di daerah.

“Di pedalaman, di daerah terpencil, di desa-desa bahkan masih banyak pemuda yang jangankan bisa dipersiapkan memasuki revolusi 4.0, menggunakan smartphone saja mereka tidak tahu,” katanya.

Menurut dia, menjadi ironi di mana, pemerintah menyuarakan tentang revolusi 4.0 tapi pengetahuan akan teknologi masih terpusat di kota besar. “Jadi sembari mempersiapkan diri tertkait revolusi tekonologi ini, pengetahuan akan teknologi di daerah pelosok juga harus diperhatikan,” dia berharap.

Agar, lanjutnya, informasi-informasi yang benar dapat dikonsumsi semua pihak. “Karena, kita tahu bersama, hoax atau berita bohong itu paling bisa ditelan mentah-mentah oleh kalangan yang pengetahuan teknologinya rendah,” katanya.

Dia pun berharap, generasi muda yang melek teknologi bisa menjadi motor utama untuk menyangkal penyebaran berita bohong. “Mulai dari kita lah, masih ada waktu untuk bisa menjadi pintar, jangan langsung percaya dengan informasi yang beredar tanpa dikroscek lagi,” pungkas Sonya.

Senada, Runner Up 3 Miss Indonesia 2018 Harini Sondakh yang turut menjadi speaker dalam talkshow tersebut berpendapat, semaju apapun teknologi tapi tetap pengembangan diri harus diutamakan.

“Perkembangan teknologi juga harus dibarengi dengan bagaimana mengembangkan diri kita menjadi lebih baik. Karena pengguna dari teknologi adalah kita sendiri, bagaimana kita mampu memilah mana informasi atau konten positif yang pantas diviralkan atau mana yang tidak,” singkat Harini.

Menurut Effendi Shah Reza, Chief Marketing Officer Almaviva Indonesia, “AI bergantung pada data yang dapat dianalisis secara waktu nyata (real time) dan membawa pada masalah yang substantif”, jelasnya.

Sistem AI memiliki kemampuan untuk belajar dan beradaptasi ketika kita membuat keputusan. Konteks elektoral, misalnya, analisa data kampanye, survey, dll. Jangan heran kalau AI juga merambah ke dunia politik. Potensi utamanya adalah dalam perbaikan dan perampingan kampanye, lobbying, dan perundangan (legislasi). Sehingga, “pembelajaran oleh mesin (machine learning) telah membantu pelaksanaan kampanye melalui penelaahan data para pemilih”, lanjut Effendi yang merupakan Chief Marketing Officer Almaviva Indonesia (perusahaan IT terbesar di Italia).

Hadir juga dalam Talk show tersebut, President dan Founder IYU, Ruben Frangky Oratmangun. Dalam opening speechnya, Ruben menegaskan bahwa “pentingnya penggunaan AI dalam elektoral 2019, AI akan dipakai untuk memecahkan salah satu problem tersulit bagi para pengolah data politis.

“Karena saat ini, masih sangat sukar mengkaitkan perilaku daring para pemilih yaitu kicauan publik, unggahan Facebook, foto Instagram, Twitter dan lainnya dengan data pemilih di dunia nyata agar dapat dipakai untuk membidik pendekatan kampanye dengan metode door to door dan iklan televisi serta media mainstream lainnya,” tutup Ruben.

Turut hadir sebagai peserta, yaitu perwakilan organisasi masyarakat, organisasi kampus serta peserta yang lain dari berbagai kalangan profesional maupun akademisi. [Red]

beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *