Jakarta, beritalimacom | Jaksa Agung ST Burhanuddin sangat serius dalam membidik kasus korupsi yang menggerogoti kerugian negara dari berbagai aspeknya. Dalam pernyataannya baru-baru ini, Burhanuddin menitikberatkan penanganan perkara-perkara tindak pidana korupsi yang berkualitas. Intinya, ia tegas mengatakan, “jangan kalah dengan koruptor.”
Adapun kasus korupsi berkualita sdimaksud adalah, yang berakibat kerugian besar, berdampak negatif bagi masyarakat, dan pelakunya adalah orang-orang berpengaruh serta status ketokohan, sehingga menjadi tidak tersentuh dengan hukum.
Jaksa Agung kelahiran Cirebon 1954 ini, di masa kepemimpinannya sejak dilantik Presiden Jokowi pada Oktober 2019, telah membongkar beberapa perkara mega korupsi seperti Jiwasraya, ASABRI, PT Garuda Indonesia, impor tekstil, impor garam, impor besi, PT Duta Palma, minyak goreng, impor gula, hingga terbaru adalah PT Timah yang mengakibatkan kerugian negara hingga triliunan rupiah.
Dalam membedah kasus korupsi kakap yang sifatnya extraordinary crime, Burhanuddin memakai pendekatan baru. Sehingga, menjadikan pelaku tak saja berasal dari perorangan. Ttetapi juga melibatkan korporasi (badan hukum) dan konglomerasi (gabungan antara korporasi yang bekerja sama dengan pengambil kebijakan), sehingga dampaknya terjadi pembiaran dan berkelanjutan.
Jadi, perhitungan kerugian dalam tindak pidana korupsi tak bisa hanya dilihat dari pembukuan atau perhitungan secara akuntansi. Tetapi harus mempertimbangkan segala aspek dampak yang diakibatkan oleh tindak pidana tersebut, antara lain memperhitungkan pengurangan dan penghilangan pendapatan Negara, penurunan nilai investasi, kerusakan infrastruktur, gangguan stabilitas ekonomi, kerugian lingkungan, dan lainnya.
Kasus korupi di sektor sumber daya alam seperti batubara, nikel, emas, timah, misalnya, harus juga memperhitungkan kerugian perekonomian dalam perspektif kerusakan lingkungan, yaitu mengembalikan kepada kondisi awal. Serta, memperhitungkan manfaat yang hilang akibat lingkungan rusak sehingga membutuhkan waktu dan biaya mahal, termasuk kerugian ekologi karena telah mengakibatkan kematian bagi makhluk hidup akibat limbah beracun.
Tak heran, Burhanuddin selalu menekankan, melihat korupsi tak hanya dalam konteks pengadaan barang dan jasa atau suap menyuap. “Tetapi titik beratnya adalah kerugian Negara dan perekonomian Negara seperti proyek-proyek strategis nasional yang berdampak luas bagi kehidupan masyarakat,” tambahnya..
Jurnalis: Abriyanto