JAKARTA – beritalima.com, Hartono yang berprofesi sebagai Notaris sekaligus terdakwa perkara pemalsuan surat, bisa bernafas Lega. Pasalnya, dalam tingkat Kasasi ia divonis 4 tahun penjara, namun dalam tingkat Peninjuan Kembali (PK) dinyatakan tidak bersalah.
Dalam website resmi Pengadilan Negeri Gianyar Bali oleh majelis Peninjauan Kembali perkara nomor 41PK/Pid/2021 tertanggal 15 September 2021 menyatakan terpidana Hartono, S.H tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan dalam surat dakwaan penuntut umum.
Membebaskan terpidana tersebut oleh karena itu dari semua dakwaan. Memerintahkan terpidana dibebaskan seketika. Memulihkan hak terpidana dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.
Atas putusan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Gianyar mengajukan perlawan dengan upaya hukum Peninjuan Kembali (PK) berdasarkan UU RI Nomor 11 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU Nomor 16 tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia pada Pasal 30c huruf h.
Sementara, Singgih Tomi Gumilang, S.H. M.H. selaku tim kuasa hukum Hartono, S.H langsung mengajukan Judicial Review UU Kejaksaan RI tersebut ke Mahkamah Konstitusi secara online melalui simpel.MKRI.id dengan nomor: 24/PAN.ONLINE/2023 pada 7 Februari 2023.
“Kami telah menyerahkan berkas permohonan lengkap kepada ibu Nurul Quraini pada 8 Februari 2023 jam 14:18 WIB, di bagian penerimaan perkara konstitusi pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dengan tanda terima nomor: 15-1/PUU/PAN.MK/AP3,” kata Singgih.
Menurut Singgih, Pasal 30C huruf h Undang-Undang Kejaksaan RI menyuratkan tugas dan wewenang Jaksa/Penuntut Umum untuk mengajukan Penunjauan Kembali. Pasal a quo dijadikan dasar hukum oleh Kejaksaan Negeri Gianyar untuk mengajukan Peninjauan Kembali pada tanggal 26 bulan Desember tahun 2022, dengan surat pengantar nomor: TAR- 3385/N.1.15/Eku.2/12/2022, yang ditanda tangani oleh Kepala Kejaksaan Negeri Gianyar, yaitu: Dr. NI WAYAN SINARYATI, S.H., M.H.
“Upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali, dilandasi filosofi pengembalian hak dan keadilan seseorang yang meyakini dirinya mendapat perlakuan yang tidak berkeadilan yang dilakukan oleh Negara berdasarkan putusan hakim, oleh karena itu hukum positif yang berlaku di Negara Republik Indonesia memberikan hak kepada Terpidana atau ahli warisnya untuk mengajukan upaya hukum luar biasa yang dinamakan dengan Peninjauan Kembali,”kata Singgih.
Dengan kata lain, lanjut Singgih Lembaga Peninjauan Kembali ditujukan untuk kepentingan Terpidana guna melakukan upaya hukum luar biasa, bukan kepentingan Negara maupun korban. Sebagai upaya hukum luar biasa yang dilakukan oleh Terpidana, maka subjek yang berhak mengajukan permohonan Peninjuan Kembali adalah hanya Terpidana ataupun ahli warisnya, sedangkan objek dari pengajuan permohonan Peninjauan Kembali adalah Putusan yang menyatakan perbuatan yang didakwakan dinyatakan terbukti dan dijatuhi pidana.
Oleh karena itu, sebagai sebuah konsep upaya hukum bagi kepentingan Terpidana yang merasa tidak puas terhadap putusan yang. telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka Putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum tidaklah termasuk ke dalam objek pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali, karena putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum pastilah menguntungkan Terpidana. (Han)