JPU Tolak Eksepsi Kuasa Hukum Terdakwa Demo Gambar Palu Arit Pesanggaran

  • Whatsapp

BANYUWANGI, beritalima.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU), Budi Cahyono SH MH, tegas menolak Eksepsi Penasihat Hukum terdakwa kasus demo berlogo palu arit Pesanggaran, Hari Budiawan alias Budi Pego. Menurutnya, jeratan Pasal 107 huruf a UU Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan KUHP yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara, sudah tepat.

“Sudah sesuai dengan pernyataan terdakwa dalam berkas perkara pemeriksaan,” katanya dalam sidang agenda tanggapan JPU atas Eksepsi Penasihat Hukum terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (27/9/2017).

Dia juga meminta pengacara untuk melakukan pembuktian pokok perkara, jika keputusan JPU dianggap kurang tepat. Atas tanggapan JPU, Ketua Majelis Hakim, Putu Endru Sonata SH, meminta waktu untuk membuat putusan dan membacakan putusan sela terhadap kasus ini pada 3 Oktober 2017 mendatang.

Menanggapi hal ini, Kuasa Hukum terdakwa, Ahmad Rifai SH, menyebut bahwa pasal yang didakwakan JPU tidak masuk akal. Meskipun dalam berbagai foto dan video yang beredar, demo 4 April 2017, massa Budi Pego jelas memampang gambar mirip lambang Partai Komunis Indonesia (PKI). Lebih dari satu buah dan diarak dijalanan Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran.

“Unsur mengajarkannya tidak jelas,” ucap Pengacara anggota Tim konsorsium advokat Walhi, LBH Surabaya, Kontras dan For Banyuwangi ini.

Sementara itu, seperti sidang sebelumnya, puluhan massa Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU), Pemuda Pancasila (PP), Forum Peduli Umat Indonesia (FPUI) dan Forum Suara Blambangan (Forsuba) terus mengawal proses peradilan ini. Sepanjang persidangan, mereka bergerombol untuk memberi dukungan moral pada Majelis Hakim. Guna memastikan sidang berjalan lancar dan aman, Polres Banyuwangi, menurunkan puluhan anggota dilokasi.

Ormas Islam dan Nasionalis Bumi Blambangan tersebut mendesak segala hal yang terindikasi berkaitan dengan PKI harus dihukum berat. Terlebih tentang bahaya Laten Komunis, Banyuwangi, memang punya sejarah kelam. 62 orang kader GP Ansor setempat telah menjadi korban kekejaman PKI pada 18 Oktober 1965 di Dusun Cemetuk, Desa Cluring, Kecamatan Cluring.

Dikonfirmasi terpisah, Ketua PP Banyuwangi, Eko Suryono S Sos, mengajak seluruh masyarakat Bumi Blambangan, termasuk jajaran Tim konsorsium advokat Walhi, LBH Surabaya, Kontras dan For Banyuwangi, untuk berfikir jernih. Serta tidak mudah terprovokasi isu pihak tak bertanggung jawab yang menyebut bahwa pengadilan terhadap terdakwa Budi Pego, adalah kriminalisasi.

“Sidang ini tidak ada kaitannya dengan demo tolak tambang yang mereka lakukan, karena kita semua paham bahwa demo menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara. Namun sidang kali ini adalah murni tentang pengibaran logo palu arit yang itu mirip dengan lambang PKI, yakni organisasi terlarang musuh negara, musuh seluruh warga Indonesia. Dan sejarah mencatat, PKI pernah membantai dengan keji putra-putra Banyuwangi,” tegasnya.

Sedang terkait sosok Budi Pego, penelusuran PP Banyuwangi, telah menemukan informasi bahwa dia bukanlah seorang aktivis lingkungan. Bahkan, rekam jejak terdakwa justru menunjukkan bahwa dia dulu merupakan mitra dari PT Indo Multi Niaga (IMN), perusahaan tambang emas besar yang pernah beroperasi di Banyuwangi.

“Disini kita hanya mengingatkan kepada masyarakat luas, jangan sampai salah memberikan dukungan,” ungkap Eko.

Untuk itu, dia berharap para aktivis, LSM dan pegiat lingkungan mau sedikit membuka mata serta mencoba mencari tahu fakta sebenarnya di Tumpang Pitu. Bukan justru membabi buta dalam melakukan pembelaan. Karena, jejak perjalanan hidup Budi Pego yang merupakan mantan mitra perusahaan pertambangan, dinilai menyimpan rahasia tentang apa motif tujuan aksinya.

“Kenapa dia tidak dari dulu saja menolak pertambangan saat masa IMN, kenapa baru sekarang?,” pungkasnya. (Abi)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *