JAKARTA, Beritalima.com– Niat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim mempertahankan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) untuk kondisi Indonesia di tengah sarana dan prasarana yang tidak memadai, apalagi ditambah dengan wabah pandemi virus Corona (Covid-19) yang melanda seluruh provinsi di tanah air sangat layak untuk dipersoalkan.
Karena itu, ungkap praktisi pendidikan, Muhammad Jamiludin Ritonga, sebagai menteri yang punya wewenang mengambil keputusan dalam soal pendidikan di tanah iar, seyogyanya Nadiem tidak tergesa-gesa mengambil keputusan hal yang terkait hajat hidup orang banyak.
Apalagi, papar pengajar Metode Penelitian Komunikasi dan Riset Kehumasan Universitas Esa Unggul Jakarta tersebut ketika bincang-bincang dengan Beritalima.com di Gedung Nusantara I Komplek Parlemen pekan ini, Jakarta, pertengahan pekan ini, PJJ belum teruji efektifitasnya di Indonesia yang luas dan terdiri dari puluhan ribu pulau.
Karena itu, lanjut pakar komonukasi politik itu, sebelum dipermanenkan sebaiknya dievalusai dahulu secara komprehensif. Evaluasi mencakup kesiapan lembaga pendidikan, pengajar/dosen dan anak didik/mahasiswa. Kalau ketiga hal ini sudah siap, dan hasil evaluasi menunjukkan efektif, barulah pembelajaran jarak jauh dipermanenkan.
Saat ini saja, jelas laki-laki yang akrab disapa Jamil itu, banyak mahasiswa mengeluh dengan PJJ yang diterapkan pemerintah pada masa wabah pandemi virus Corona (Covid-19). Banyak mahasiswa mengaku, nilai mereka jatuh alias jeblok setelah belajar melalui online.
“Kalau mahasiswa saja mengalami kesulitan, bagaimana dengan pelajar Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) maupun Sekolah Menengah Atas (SMA). Namun, untuk memastikan efektifitasnya, tentu jalan terbaik melalui evaluasi,” kata Jamil mengingatkan Nadiem.
Memang, papar Bapak dua anak tersebut, Universitas Terbuka sudah lama melakukan kuliah jarak jauh. Namun, efektivitasnya belum diketahui. Selain itu, apakah infrastruktur sudah mendukung sepenuhnya. “Untuk yang satu ini memang buat di perkotaan sudah memadai tetapi di pedesaan atau daerah terpencil kan belum.
Bahkan saat ini saja, banyak orangtua yang mengeluh tak mampu membayar pulsa untuk anak ya yang sekolah online. “Jadi, saran Jamil, Menteri Nadiem harus mengkaji ulang sebelum mengambil kebijakan final. Kalau mengambil kebijakan atas dasar evaluasi, tentu tidak akan melahirkan perdebatan. “Ini cara yang lebih objektif, bukan karena selera sang menteri. Kalau kebijakan atas selera, itu sungguh sangat berbahaya buat masa depan generasi penerus bangsa,” demikian Muhammad Jamiludin Ritonga. (akhir)